Chapter 17 [Hurt Of Statement]

4.1K 367 4
                                    

Im Na Young termangu, duduk mematung memandangi wanita yang terbaring lemah di atas bangsal. Hati seolah terhunus benda tajam-lagi dan lagi. Ia menghembuskan napas kecewa setelah mendapati tubuh lemah itu masih tidak menunjukkan eksistensi kesadaran. Lebih dari sebelas jam, Na Young masih enggan untuk meninggalkan persinggahannya sejak awal datang. Netra bening menatap wanita yang masih tetap cantik walaupun terlihat pucat. Pandangannya nanar, hidungnya kembang kempis menahan sesak di dalam diri.

Mengingat semalam, pandangan mata tajam itu nampak sayu seolah kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Pandangan yang bisa membunuhnya sekali tatap itu terlihat mengkilat akibat air yang terus menumpuk.  "Apa sesakit itu melihatnya seperti ini? Aku bahkan tidak pernah melihatmu begitu khawatir padaku, Jung Kook-ah." Ia sudah tidak bisa lagi menahan, bulir bening itu lolos begitu saja tanpa ampun membanjiri pipi putih porselen.

Na Young sesenggukan menahan isak yang kembali mendera. "Aku menginginkanmu," Suaranya mengecil, serak dan seperti ditahan di kerongkongan. Ia tercekat.

"Aku sempat tidak percaya dan menganggap ini main-main tapi,"

Na Young menyeka air mata disudut dengan punggung jari telunjuk. Beranjak berjalan menghampiri bangsal pasien wanita bernama Naomi Park.

"Aku membuktikannya. Tapi malah begini akhirnya, aku harus bagaimana?"

"Apa yang harus aku katakan nanti?"

"Haruskah aku mengatakan, 'aku sudah tahu dan aku tidak akan menikahimu'? Dia tidak akan bisa menerimanya."

Sontak netra bulat Na Young menyipit, mengartikan kalimat yang bergerilya di dalam otak. Ia mengambil napas dalam menahannya di dalam. "Apa maksud semua ini, Nona?" Ia bergumam lalu menghembuskan napas pelan. Netra bulat itu semakin menyipit, meraih tangan lemah Naomi. Na Young menggenggamnya kuat, seolah mengatakan bahwa 'ia harus bertahan'.

"Aku tidak ingin meninggalkanmu Na Young-ah, aku juga tidak bisa meninggalkannya."

Netra Na Young kembali basah dengan air mata yang meluap-luap. Mengobarkan bara api yang sudah tersulut sejak awal ia mengalami ketidakadilan. Sejak ia mendapat kepositifan kehamilan. Sejak itu lah, hidup Na Young mulai hancur luluh lantak bagai benteng perang yang sudah hancur rata seperti tanah. Na Young kembali mencengkeram kuat tangan lemah Naomi.

"Apa yang harus kulakukan, Nona?"

***

Kembali pada ilusi fana yang menjebak. Pemuda beriris hazel masih sibuk menata beberapa buku yang baru ia baca, bibirnya bergerak-gerak, kelopak mata terus berkedip dengan pandangan kosong menatap meja yang sudah bersih dari buku berserakan. Melirik ponsel yang tergeletak sekilas, otaknya berputar. Kedua bola mata bergerak mencoba mencari sesuatu-yang entah apa.

"Hei,"

Sapaan lembut suara wanita membuyarkan ide yang sudah membentuk lampu di dalam otak. Mencari presensi keberadaan wanita, kedua iris hazel mendapati wanita anggun berjalan lambat menuju arah dirinya berdiri dengan setumpuk buku-buku tebal-menyebalkan. Ia mengendus. "Apa?"

Senyum manis wanita itu menjadi saksi awal perbincangan keduanya. Kembali duduk pada kursi Cafe Ddalkom yang beberapa jam lalu menjadi tempat ia mengerjakan tugas. Mengesap kembali gelas ketiga kopi americano. Wanita dihadapan masih memasang senyum manis setelah mengesap cokelat panas. "Temanku gila, bukan?"

Memainkan bibir mug, wanita itu tersenyum ketir dari balik kepalanya yang tertunduk menatap kosong cokelat panas. Sedangkan Kim Tae Hyung hanya menatap ke arah lain dengan pandangan tak kalah kosong. Jauh di dalam dirinya merutuki kebodohan Im Na Young yang masih enggan untuk menjauh dari sisi Jeon Jung kook namun ia segera bangun dan mengingat bahwa dirinya juga yang masih mempertahankan posisi Na Young disisi Jeon Jung Kook. "Aku senang Jung Kook tahu kebohongannya. Namun disamping itu, aku merasa jahat pada temanku sendiri."

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang