Chapter 7 [Broke]

4.7K 473 9
                                    

Kilas balik rentetan kejadian yang menimpanya membuat kepalanya terasa pening. Kisah cinta serta kehidupannya yang penuh luka terasa mendominasi. Entah berapa kali ia mulai meratapi nasib buruk serta merutuki kebodohannya meminta pertanggung jawaban. Entah keberapa kali ia mulai meneteskan air mata berharganya. Entah karena hal kecil atau besar. Hatinya terasa sangat menyempit mengingat ia adalah yang kedua meski ia istri satu-satunya.

Rasa nyeri yang ia rasakan terus menggelayutinya. Rasa cinta yang tumbuh dengan sendirinya perlahan membunuhnya. Berbeda dengan apa yang ia rasakan saat kekasihnya meminta mengakhiri hubungan dengan mudahnya. Berbeda sekali dari ujaran hari yang mengatakan bahwa rasa cinta itu sama. Namun, agaknya hatinya mengatakan hal lain. Atau mungkin bayinya sangat menyayangi Ayahnya, hingga membawa hatinya serta.

Ia menghela nafas panjang setelah menghirupnya dalam. Ia memutuskan mengambil jalan yang telah ia pikirkan matang-matang. Beranjak dari kursi Cafe yang ia duduki setengah jam yang lalu. Berjalan menuju halte bus menemui sang suami yang berada di kantor. Pikirannya berjalan mundur, ia takut kejadian yang menyakitkan waktu itu terulang.

Tangannya meraih ponsel yang ia bawa di dalam tas jinjing hitamnya setelah memasuki bus dan duduk di dekat jendela kesukaannya. Menemukan nomor sang suami, dengan segala keyakinan ia kumpulkan selama lima menit. Akhirnya ia menekan salah satu ikon menghubungkan panggilan pada suami.

Telinganya memanas saat dengungan nada tunggu tak terdengar. Lagi-lagi ia mulai mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya. "Ekhm.. Apa, kau ada di kantor?" Suaranya serak dan membuat dirinya sendiri terkejut juga ketika kalimat pertanyaannya keluar dengan menjeda.

"Kau akan kemari?"

Suara khas milik sang suami membuatnya membeku. Duduk terpaku dengan salah satu tangan yang sibuk memelintir ujung blues merah mudanya. Gigitan kecil pada bibir ia lakukan sebelum menjawab pertanyaan suaminya dari seberang. "I-ya.. Jika kau tidak sibuk." Ia memutar bola matanya mencari kata-kata yang pas untuk alasan berbasa-basi.

Ia mengerang frustasi setelah mendengar jawaban datar sang suami. Ia segera memutuskan panggilan begitu saja karena terlampau kecewa. Belum lagi gugup serta seluruh badannya yang memanas membuatnya semakin frustasi. Apa yang terjadi dengannya sebenarnya? Sementara perutnya sedikit membuncit, ia mengelusnya pelan bergumam sedih. "Ku harap kau membawa keberuntungan bagi Ibu, 'nak."

***

Jeon Jung Kook. Duduk santai pada sofa di ruangannya membuatnya sedikit rileks ditemani teman lama yang baru saja tiba dari Maldives. Ia menghembuskan nafas lega setelah menceritakan sebagian kisah hidup rumitnya yang baru saja menimpa. Menutup mata mencoba mencari ketenangan sebelum suara temannya mengganggu.

"Intinya, istrimu itu sedang hamil anakmu?"

Temannya masih belum paham? Tentu tidak. Menurut cerita Jung Kook ada seorang pemuda yang baru saja datang dan sangat memperhatikan istrinya. Tentu itu mengganggu Jung Kook.

"Itu anakku. Entahlah, tapi aku merasa nyaman dekat dengannya. Sementara hatiku masih menginginkan Nao Mi. Apa aku jahat?"

Jung Kook mulai resah dan menundukkan posisi duduknya sambil mengusap gusar wajahnya. Tawa kecil terdengar sontak mengagetkan seorang Jeon yang masih termangu akan pertanyaannya.

"Apa yang lucu, Ryung?"

Tanyanya frustasi melihat reaksi sang sahabat lama yang sudah lama tak ia ajak bicara. Reaksi sahabatnya membuatnya kesal entah mengapa. "Kau sangat lucu. Apa ini seorang Jeon Jung Kook yang terkenal sangat andal memenangkan hati semua gadis?"

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang