22. If you

2.1K 340 19
                                    

Taehyung sedang duduk di ruang kerja yang berada di tempat tinggalnya saat ini. Ya, sudah beberapa hari ini dia bekerja dari rumah. Alasannya? Karena pergulatan batin dan demam yang menjalar di tubuhnya. Dia terlihat baik-baik saja, tapi pada dasarnya tidak sama sekali.

Sudah berbulan-bulan lamanya dia melupakan Jungkook yang diyakininya sudah menjadi abu. Berkali-kali juga dia mencoba memikirkan cara yang pantas untuk balas dendam kepada Hyunjin. Namun, bukan jawaban yang ditemukannya. Dia hanya melihat kesedihan yang mendalam setiap kali memandang pantulan dirinya.

Sungguh, hal ini yang ditunggunya selama bertahun-tahun. Sesuatu hal juga yang diinginkannya selama ini, agar orang itu tahu betapa sakit hatinya. Semua orang selalu memaksakan kehendaknya kepada pria itu, tanpa tahu apa yang diinginkannya.

Kalau boleh memutar waktu, Taehyung ingin sekali pergi ke masa lalunya. Saat dia tak mengenal Jimin atau merasa jatuh cinta kepada Jungkook. Namun, sia-sia. Tak akan ada yang berubah kecuali dia memang melupakan balas dendamnya.

Taehyung tersenyum kecut begitu memorinya mengajak untuk mengingat masa lalu. Orangtua nya yang mempunyai ambisi berlebihan untuk menjadikan Tahyung pria tanpa cacat sedikit pun. Dia tidak bisa tertawa lepas, atau merayakan ulang tahun bersama mereka. Jangankan hal itu, makan bersama dalam satu meja makan saja mereka hampir tidak pernah melakukannya.

Lalu, keputus asaan itu bermula. Taehyung kabur, lalu bertemu dengan Jungkook saat dia kabur dari rumahnya. Pria itu hanya seorang pelayan bar di desa kecil Busan. Perangainya luar biasa ceria dan jahil, membuat Taehyung acap kali gemas dan merasakan sensasi lain yang membuat tubuhnya menghangat.

Dia sadar bahwa itu sesuatu hal yang sedikit aneh, karena dia mulai mencintai Jungkook.

Jungkook awalnya menganggap Taehyung aneh dan menjauh darinya. Namun, Jungkook tak bisa. Taehyung sudah menemaninya selama berbulan-bulan. Pada suatu malam yang basah, Jungkook berlari ke flat Taehyung dan menjawab pernyataan cinta Taehyung. Keduanya larut dalam sebuah pelukan hangat yang berangsur menjadi malam terindah mereka.

Ketika Taehyung merasa bahagia, orangtuanya menemukannya di Busan. Menghajar Jungkook dan menyeret Taehyung pergi. Sungguh sakit saat dia harus berpisah dengan Jungkook. Biar bagaimana pun keadaan mereka, Jungkook lah yang membuatnya merasa seperti manusia yang sepantasnya dan patut dicintai.

Dia tidak tau, semua rasa sakit itu menuntunnya menjadi pria yang kejam dan tak berperasaan. Salahkah dia? Sebenarnya pertanyaan itu selalu berputar di sudut kecil benak Taehyung. Terkadang dia merasa menjadi manusia yang tak berguna, namun terkadang dia merasa telah melakukan hal yang seharusnya. Sifat bipolarnya itu membuat orang sekitarnya selalu menebak-nebak.

Termasuk Choi Minji.

Gadis itu sudah berdiri di ujung pintu, menatap siluet Taehyung yang malahan mandi angin disaat tubuhnya harus terbaring dan istirahat. Minji menaruh kantung plastik berisi obat yang diberikan oleh Jin setengah jam yang lalu dan sebuah baskom berisi es untuk mengompres.

"K-kau seharusnya istirahat." Suara itu terdengar canggung dan sangat pelan, tapi Taehyung dapat mendengarnya. Dia menoleh dan tersenyum, binar perlahan mengisi bingkai yang sebelumnya sendu. Dalam hitungan menit, Minji bisa merasakan tubuh hangat Taehyung yang mendekapnya dengan erat.

"Syukurlah kau baik-baik saja," gumam Taehyung, masih berada dalam pelukan. "Apa kau sudah berubah pikiran dan setuju untuk tinggal denganku?"

Sesungguhnya Minji sangat berdebar, walaupun dia tahu itu hanya buang-buang waktu terbuai oleh kata-kata Taehyung yang tak bermaksud merayu atau memberi harapan. Namun, dia berusaha kebal agar rencana Jimin berjalan dengan lancar.

Minji membalas pelukan Taehyung, merasakan tubuh hangat itu dan aroma yang menguar di indra penciumannya. Minji melepaskan diri untuk menatap Taehyung yang masih menanti jawabannya.

Minji mengangguk, agak sedikit ragu tapi Taehyung tak menyadarinya karena dia cukup senang akan hal itu.

"Tapi... " Minji menggantungkan kalimatnya, membuang pandang ke arah lain karena perutnya mulai mulas, bahkan untuk memikirkan kata selanjutnya yang akan keluar dari mulutnya dia sudah berdebar-debar.

"Apa?" tanya Taehyung, penasaran.

"Jadikan aku pacarmu."

Taehyung menganga, itu bahkan reaksi yang sangat lucu bagi Minji kalau saja tak mengingat keadaan mereka yang sangat serius.

"K-kau apa?"

"Jadikan aku pacarmu," ucap Minji tegas, seperti sebelumnya.

Taehyung gusar, baru kali ini dia berada dalam posisi menyulitkan. Dia tidak mengerti kalimat apa yang pantas untuk diucapkan tapi tak membuat luka untuk gadis itu.

"Minji, kau tahu kan kalau aku –"

"Aku tidak suka penolakan," potong Minji yang sudah terdengar seperti Taehyung. Pria itu mendengus dan membuang pandangnya ke arah lain, ternyata mendengar kalimat itu sangat mengulik emosinya. Pantas saja Minji selalu kesal dengannya setelah mengucapkan itu, pikir Taehyung.

"Baiklah, kau akan jadi pacarku."

Minji menyeringai di sela-sela senyumnya, rencananya berhasil. Ternyata, membujuk Taehyung tidak sesulit yang dibayangkannya.

~

Jimin sudah mendapatkan pesan dari Minji, menyeringai lalu menjejalkan ponsel di saku celana jeans-nya. Dia hanya perlu sepuluh menit untuk menunggu Minji di sebuah kedai kopi ini. Jujur saja, Jimin tak setenang biasanya. Rencana yang disarankan oleh Minji sangat ekstrim karena gadis itu bisa dibenci oleh Taehyung selamanya. Dibenci oleh orang yang dicintai, Jimin bahkan tak sanggup membayangkannya.

Pintu kedai kopi terbuka, memunculkan sosok Minji yang menenteng tas  lumayan besar. Tersenyum walaupun Jimin tak terbiasa dengan itu, kemudian menyodorkan teh citrus ke hadapan Minji.

"Minum dulu, suhu diluar sangat dingin," kata Jimin.

Tanpa disuruh untuk yang kedua kalinya, Minji meneguknya sampai setengah. Dia mengeluarkan beberapa alat makeup dan gunting. Sempat membuat para pengunjung kedai kopi melirik ingin tahu, tapi Minji masa bodo atas tatapan itu. Baginya, ide ini harus berhasil bagaimanapun caranya.

"Kau bisa tenang sedikit? Orang-orang sedang memperhatikanmu." Jimin melirik sekitar, menjadi tak nyaman karena secara tak langsung dia juga diperhatikan.

"Kita tidak punya banyak waktu." Minji menanggapi, sibuk dengan hal-hal yang sama sekali tak diketahui oleh Jimin. Pria itu menghela napas dan menyandarkan bahunya di kursi, mengamati Minji yang dengan apik memoleskan sesuatu di wajahnya.

Setelahnya, Minji selesai. Dengan penampilan baru yang mencengangkan, Minji mulai bermain dengan gunting yang berada di hadapannya. Dia menatap Jimin yang tengah melotot ke arahnya, berusaha bicara melalui tatapannya untuk tidak melakukan hal itu di sini.

Minji mengabaikan Jimin.  Dia meraih alat potong itu dan mulai bereksperimen dengannya.

~

TBC

KISS THE PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang