31. Miss You

2.7K 343 52
                                    

Jungkook dan Hyunjin seperti amplop dan perangko—tidak bisa terpisahkan. Keduanya saling mendekat jika ada kesempatan, bahkan saat di meja makan. Seokjin dan Jonghyun memaklumi, dan mereka memilih untuk pura-pura tak menyadari keberadaan mereka.

Suara tangis Junyeong membuat Hyunjin berlari menuju kamar depan yang juga merupakan kamar Jungkook. Anaknya sudah bangun dan terkejut karena tidak ada seorangpun yang ditemui ketika matanya terbuka.

"Anak Bunda sudah bangun? Maafkan karena tidak menunggumu, ya." Hyunjin langsung memeluk Junyeong dengan sayang dan memberinya sebotol susu. Setelah habis, Hyunjin mengajak Junyeong untuk duduk di ruang tengah. Kebetulan sekali Jungkook tidak main ps, dia hanya melihat Seokjin dan Jonghyun yang sedang bertanding dalam permainan sepak bola.

"Jungkook, kau belum benar-benar bertemu dengannya kan?" seloroh Hyunjin yang membuat fokus Jungkook terbagi. Tadi saat sampai Junyeong selalu bersama Seokjin dan tak lama setelah itu dia terlelap. Jungkook otomatis tersenyum melihat Junyeong yang sedang berada di pangkuan Hyunjin.

"Apa tidak panas jika bajunya seperti itu?" tanya Jungkook ketika melihat anaknya yang memakai baju seperti panda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa tidak panas jika bajunya seperti itu?" tanya Jungkook ketika melihat anaknya yang memakai baju seperti panda.

"Tidak kok, tenang saja. Kau mau mencoba menggendongnya?"

Jungkook mengangguk sebagai ucapan, kemudian pahanya sudah terduduki oleh Junyeong yang bergerak gesit. Jungkook mengecup pipi chubby dan merona milik Junyeong kemudian memeluknya. Junyeong dengan manjanya mengistirahatkan kepala di bahu Jungkook. Sepertinya batin antara Ayah dan anak sedang bekerja, karena Junyeong tidak biasa seperti itu kepada orang yang baru saja ditemuinya.

"Junyeong sayangnya Ayah masih mengantuk, ya?" Jungkok mengusap pelan punggung Junyeong yang bergerak gesit setelahnya. Dia kemudian mendudukkan lagi Junyeong di pangkuannya. Air mata harunya kembali keluar, sementara Junyeong menatap dengan mata bulatnya.

"Kenapa menangis, Sayang?" tanya Hyunjin yang sudah bergerak untuk menghapus air mata Jungkook. Pria itu tampak emosional dengan pemandangan di depannya.

"Aku hanya tidak menyangka, akhirnya bisa bertemu dengan anak yang ada di perutmu."

Hyunjin tersenyum, dia sebenarnya ingin menangis juga. Dia terkadang masih tak percaya bahwa semua ini nyata dan bukanlah mimpi.

~

Nyonya Kim bersender di kepala tempat tidur. Sejak tadi, belum ada sepatah kata pun yang keluar, baik dari labiumnya maupun Taehyung yang duduk di tepian kasur saat itu.

"Sayangku." Nyonya Kim memecah keheningan, membawa jemari Taehyung untuk digenggamnya. Taehyung lagi-lagi tersentak, karena tidak terbiasa dengan sentuhan ini.

"A-ada apa?" ucap Taehyung gugup. Nyonya Kim tersenyum kecil, melihat Taehyung tak berbicara dengan murka dengannya merupakan suatu kelegaan.

"Maafkan Ibu. Mau, ya?" Nyonya Kim membujuk, dengan bulir air mata yang terlanjur jatuh membasahi wajah polosnya. Taehyung jadi salah tingkah sendiri. Batinnya sangat bergejolak. Impresifnya mengatakan untuk diam saja tak menanggapi, tapi hatinya melolong ingin membalas perkataan itu.

"Aku akan mencobanya, maafkan aku." Taehyung sudah tidak tahan lagi. Dia menundukkan wajahnya karena malu dengan air mata yang dengan kurang ajarnya mengalir begitu saja. Tetesan air mata di punggung tangan Nyonya Kim menandakan bahwa Taehyung setidaknya mulai menerimanya kembali.

Jangan ditanya apa perasaan Nyonya Kim saat itu. Hatinya mendadak lega dan sesak dalam waktu bersamaan. Dia bergerak untuk memeluk Taehyung yang masih tak mengubah posisinya.

"Maaf, aku bukanlah ibu yang baik untukmu. Kau pantas membenci Ibu."

"T-tolong jangan bicara seperti itu," ucap Taehyung yang sudah bisa menguasai dirinya. Nyonya Kim masih menangis, malahan sekarang mengelus rambut Taehyung secara perlahan.

"Boleh aku berkata sesuatu?" kata Taehyung yang sukses membuat Nyonya Kim sedikit bisa menguasai dirinya.

"Tentu saja, sayang. Kau mau bicara apa?"

Taehyung diam beberapa saat sebelum memeluk Nyonya Kim dan menyandarkan dagunya di bahu Sang Ibu.

"Aku merindukanmu, Ibu."

~

"Sialan kau!" Jimin memegang ujung bibirnya yang berdarah. Dia menatap pria besar di depannya yang sudah dikenalinya sebagai salah satu bodyguard Kim Taehyung.

"Kau yang sialan! Aku akan menelpon bos agar tahu kesalahan terbesarmu, brengsek!" Satu pukulan melayang lagi di tempat yang sama. Bodyguard yang biasa dipanggil Lee itu menelpon seseorang yang tak lain adalah Kim Taehyung.

Satu jam kemudian, sebuah mobil mewah datang dan menutup jalan sempit itu. Kim Taehyung keluar dari mobil itu dengan angkuhnya. Wajahnya agak sembab, tapi tetap rahang-rahang di wajahnya tampak mengeras menahan marah.

"Apa itu benar?" tanya Taehyung singkat tanpa memandang Jimin.

"Kau mau aku bilang ya atau tidak?" Jimin menyeringai.

BUGH! Satu pukulan mendarat di wajah Jimin. Taehyung masih terlihat lunak kepada pria bermarga Park itu.

"Jawab saja, tidak usah berbelit-belit."

Jimin meludahkan darah yang mulai merembes memasuki mulutnya. Dengan napas tersengal dia mengangguk. "Ya, dia masih hidup."

Tangan Taehyung terkepal geram, bersamaan dengan rahang yang mengeras. Beberapa pukulan kembali menghantam wajah Park Jimin. Pria itu ingin melawan tapi tak bisa sama sekali karena sudah terlampau lemas.

"Brengsek!" umpat Taehyung setelah dia puas. Dia menyerahkan beberapa lembar uang ke bodyguard Lee yang tampak keheranan.

"Bawa dia ke klinik terdekat, pastikan dia terobati."

Jimin maupun bodyguard Lee sama-sama terkejut dengan caranya sendiri. Bodyguard Lee rasanya ingin menghempaskan tubuh pendek di depannya itu, tapi dia tidak mungkin melawan perintah bosnya.

"Kenapa?" Jimin berteriak yang lantas menghentikan langkah Taehyung. Dia menoleh sedikit ke arah Jimin.

"Kenapa kau membebaskanku? Kenapa kau tidak marah dan membunuhku? Kenapa kau mau mengobatiku?"

Taehyung berbalik dan melangkah hingga dia berada di depan Jimin lagi.

"Kau pria yang menyebalkan karena banyak bertanya," gumam Taehyung kesal.

"Jawab saja, kenapa?"

Taehyung menghela napas. "Pertama, aku sudah tidak peduli lagi dengan balas dendamku. Kedua, aku ingin membunuhmu tapi aku sadar itu tak ada gunanya sama sekali. Dan terakhir, agar kau tidak bertemu dengan Minji," Taehyung terdengar keki dengan alasan terakhirnya. "Jika kau bertemu dengannya, kau pasti diobati olehnya lalu dia akan menamparku lagi."

Jimin tidak tahu dia harus bergembira atau apa. Yang jelas, Taehyung pria yang aneh dan dia benar-benar bipolar dan sukses membuat Jimin mengerutkan alisnya keheranan.

"Dan kau," katanya kepada bodyguard Lee. "Jangan lupa untuk membawanya ke klinik. Dan kau tidak usah melapor apapun terkait pria brengsek itu."

"Baik, Tuan!"

Setelahnya Taehyung memasuki mobil mewahnya dan melesat meninggalkan jalanan itu. Dia bernapas lega, setidaknya Jungkook tidak benar-benar meninggal. Taehyung kemudian menyeringai dan mau tak mau salut dengan usaha Park Jimin yang tak terendus olehnya sejak berbulan-bulan yang lalu.

"Dasar pria brengsek!" gumam Taehyung sambil menyeringai.

~

TBC

KISS THE PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang