Chapter 3

4.6K 175 2
                                    

•Jimin POV

Entah apa yang ada didalam pikiranku. Mengapa ini sangat tiba-tiba? Bahkan aku juga terkejut memintanya. Oh ayolah Park Jimin itu permintaan yang sangat konyol. Pikiran untuk memilikinya membuatku menjadi egois . Apa aku masih waras memintanya untuk melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan? Aku benci keadaan seperti ini. Ya aku benci pikiran pendek yang baru saja terlintas diotakku.

"Yujim-ah... Aku ingin melakukannya denganmu."

"Mwo. Yaak! Micceseo? Apa itu tujuan utamamu menginap diappartementku?" teriak Yujim dengan lantang hingga membuat suaranya mengggema diruang tamu.

"A-aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Mengertilah aku takut kehilangan dirimu,"rengekku seraya menggenggam tangan Yujim.

"Yaak! Park Jimin. Aku tidak habis pikir jika pemikiranmu sedangkal itu hanya untuk memilikiku seutuhnya. Kau sudah gila," ku rasakan tangan yang ku genggam mulai bergetar. Apa aku keterlaluan?

"Benar. Aku memang sudah gila. Aku gila karenamu, aku ingin melaku―,"

PLAK

Satu tamparan darinya mendarat tepat dipipku. Apa aku sudah kasar padanya? Tapi kupikir inilah jalan satu-satunya agar aku tidak kehilangan dirinya.

"Ttaga. Palli ttaga," teriaknya.

DHEG

Apa barusan dia mengusirku?

"Yujim-ah dengarkan penjelasanku dulu," mohonku menggenggam erat tangannya yang sudah gemetar.

"Sebaiknya kau pulang, aku tidak mau melihat wajahmu. Dan untuk sementara waktu ini sebaiknya kita tidak bertemu sampai pikiranmu jernih."

Sementara waktu? Bahkan tidak melihatnya saja sudah membuatku gila. Jangan membuatku seperti ini Yujim-ah.

"Jebal... jebal..." hikssss "Yujim-ah ku mohon dengarkan aku." Aku benar-benar keterlaluan. Aku tidak ingin Yujim menjaga jarak denganku, aku tidak ingin jauh darinya, aku tidak hiiikkkkss aku tidak ingin, aku tidak mau kehilangan dirinya.

Akupun mulai berlutut didepannya berharap dia akan luluh. Aku tidak bisa membendung air mataku. Sungguh ini sangat menyakit kan. Begitu sesak didadaku, begitu hancur, begitu remuk ketika dia mengatakan untuk menjaga jarak denganku.

"Aku... tidak mau mendengarmu. Kau tahu aku sangaaat... mencintaimu."

Aku memang pria bodoh. Bahkan untuk meluluhkan hatinya saja aku tidak bisa. Bagaimana lagi jika itu keputusannya. Entahlah aku tidak bisa menentangnya, apa karena aku begitu mencintainya?

Akupun berdiri untuk menatapnya tetapi dia mengacuhkan seakan aku tak berada didepannya. "Baiklah aku akan pergi," sesalku seraya memeluk tubuhnya yang sedari tadi bergetar.

BHUGGG!!! "Lepaskan aku." Dia terus memukuli dadaku.

"Lima detik. Ku mohon beri aku waktu lima detik untuk menengkanmu. Biarkan seperti ini."

"Tenang? Tenang kau bilang? Aku tidak butuh," ketusnya melepas paksa pelukanku.

Aku menyerah. Aku benar-benar tidak bisa meluluhkannya bahkan menengkannya saja akupun tidak bisa. Apa apa pantas bersama dengannya?

•Author POV

Jimin berjalan sempoyongan dengan tatapan kosong, bahkan dia sampai lupa jika dia membawa mobil. Dia hanya jalan terus dengan pandangan lurus ke depan yang tak tentu arah dan tujuan.

Kini dia dpenuhi rasa bersalah karena permintaan gilanya terhadap Yujim. Dia bahkan tidak menyadari jika dia tidak menggunakan alat pelindung diri untuk menutupi dirinya, siapa dirinya. Tak lama kemudian ponselnya berdering.

Only One (Sequel Funny Marriage) [PRIVATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang