0+1℉

163 27 16
                                    


01:: Pertemuan

Zelion berangkat ke sekolah dengan raut wajah yang ditekuk. Ia lelah dengan perjalanan kemarin, apalagi ditambah kedatangan Kathy yang benar-benar membuanya muak.

Oh ya, tak lupa dengan pembicaraan papanya yang sangat mengejutkan kemarin. Ia benar-benar malas untuk masuk ke sekolah. Bukan malas karena pelajarannya, namun ia malas berinteraksi dengan siapa pun. Apalagi Kathy.

Hari ini, Zelion memutuskan untuk darang terlambat ke sekolah. Ia menjalankan mobilnya dengan sangat lambat menuju SMA Gemerlap Nusantara, berbeda dengan biasanya.

Mobil hitam itu berhenti tepat di antara dua garis putih di samping kanan dan kiri serta di belakang batu beton. Langkahnya lambat, sangat menggambarkan suasana hatinya.

Entah mengapa suasana sekolah saat ini sangatlah sepi. Right! Ini sudah masuk jam pertama setelah waktu upacara bendera yang diadakan satu jam lalu.

Mata hitam pekat itu menyapu sekeliling, berharap ia akan mendapatkan suatu moodbooster. Seketika matanya tertuju pada tubuh seorang perempuan yang berdiri di samping Pak Jaka, guru kesiswaan sekolahnya.

"Zelion! Kemari!"

Sebelah alisnya terangkat, tanpa basa-basi ia menggerakkan kakinya menuju sang empunya suara.

"Ini, ada murid baru. Namanya Delona. Kamu tolong antarkan dia ke kelasnya, XI IPA 4," kata Pak Jaka sambil mengobarak-abrik isi tasnya saat Zelion telah berdiri tepat di hadapannya, kemudian berjalan meninggalkan Zelion berdua dengan anak baru itu.

Pada langkahnya yang ke tujuh, Pak Jaka berhenti dan berbalik menatap Zelion yang menatapnya datar, "Tolong ya! XI IPA 4! Saya harus presentasi di rapat yayasan. Terima kasih."

Setelah berkata begitu, Pak Jaka berbalik dan melanjutkan langkahnya tanpa menunggu jawaban dari Zelion maupun Delona. Karena ia tahu, ia tidak akan mendapat jawaban dari kedua lawan bicaranya itu.

"Ayo," kata Zelion singkat seraya mulai melangkahkan kakinya menuju kelas Delona. Delona hanya mengangguk dan mulai berjalan mengikuti Zelion dari belakang.

Delona sedikit berlari mengimbangi jalan Zelion akibat besarnya jarak yang dapat ditempuh Zelion dalam satu langkah kaki. Tiba-tiba matanya tertuju pada sesuatu yang menggantung di tas milik Zelion.

"Kamu anak sepatu roda?" Delona akhirnya mengerahkan seluruh tenaganya untuk bertanya. Tak disangka yang ditanya hanya menoleh dengan tatapan datar dan mengangguk singkat tanpa menghentikan langkahnya, lalu berlalu pergi.

Sombong- batin Delona.

"Tau darimana?" tanya Zelion tiba-tiba sembari menghentikan langkahnya dan menatap Delona dengan salah satu alis terangkat. Ia baru tersadar karena dia belum pernah bertemu dengan siswa baru itu dan ia sedang tidak membawa apapun yang berkaitan dengan olahraga yang ditekuninya itu, namun bagaimana siswa itu tahu bahwa ia adalah anak sepatu roda?

"Gantungan kunci."

Zelion menatap ke belakang punggungnya. Ia menemukan sebuah gantungan kunci usang berbentuk siluet sepatu roda. Kedua sudut bibir Zelion terangkat membentuk lengkungan tipis, mengangguk singkat, lalu kembali berjalan.

Delona sebenarnya termasuk orang yang tidak banyak bicara, namun saat ini, entah ada roh apa yang merasuki dirinya, ia sangat penasaran dengan lelaki tinggi di depannya yang ia tahu bahwa orang itu juga dingin dan tidak banyak bicara. Sesuatu membuatnya terdorong untuk berbicara banyak padanya.

"Mirip sama punya temen gue. " Delona mengusap lembut rahangnya.

Tak mengenakkan hati, lawan bicaranya hanya diam tak menghiraukan ucapannya. Ia hanya berjalan santai-meski tetap lebih cepat daripada Delona, kaki jenjang Zelion yang membuat hal itu terjadi-di antara lorong dan tiba-tiba berhenti.

DelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang