0+9°F

48 11 4
                                    

"Cinta bukan satu-satunya alasan eratnya hubungan seseorang. Entah mengapa aku rasa aku tidak mencintaimu, aku hanya nyaman bersamamu dan aku ingin hubungan ini berjalan selamanya."

*****

9:: Ending?

Jane duduk di atas batu besar halaman rumahnya. Jemarinya sibuk memakaikan pengaman pada lutut dan sikunya. Kemudian beralih dengan helm khusus di kepalanya. Minggu pagi, setelah pulang dari persekutuan di gereja, Ian mengajaknya bermain bersama.

"Sudah siap, Jane? Aku udah nunggu dari tadi, lama banget sih kamu," Ian menatap Jane yang sedang sibuk sendiri dengan perlengkapannya.

"Iya, ini udah selesai. Jane bisa gak ya? Jane takut jatuh," ucap Jane dengan wajah polosnya. Menatap Jane yang begitu polosnya, Ian menyunggingkan senyum lebarnya, kemudian mengangguk yakin.

"Jane bilang Jane mau jadi juara. Masa juara takut jatuh?"

"Tapi kalo nanti Jane jatuh, Jane sakit," rengek Jane sambil cemberut.

"Kan ada Ian. Ayo, Ian pegangin. Main sepatu roda itu gak susah kok. Kemarin kan kita udah coba, bisa kan?" ucap Ian menyemangati Jane kemudian meraih kedua tangan Jane untuk ia genggam, membantu Jane berdiri.

Jane berdiri, kemudian menggerakkan kakunya yang dibalut dengan sepatu roda bergerak sesuai arahan Ian. Ia tersenyum girang saat ia mulai bisa menyeimbangkan tubuhnya diatas sepatu roda.

Melihat Jane yang sudah mulai mahir, akhirnya perlahan Ian melepas genggamannya. Jane terlihat sangat gembira. Ia berjalan mengitari bebatuan besar, kemudian memutar tubuhnya sambil menari-nari.

"Jane, jangan ngebut! Hati-hati!" teriak Ian menasehati. Jane menoleh untuk menatap Ian, kemudian tersenyum. Sampai-sampai ia tidak memperhatikan bahwa ia kemuar dari jalur yang sudah mereka persiapkan. Akhirnya Jane terjatuh di atas jalan berkerikil.

Melihat itu, Ian segera berlari menghampiri Jane yang terus menerus memanggil namanya dengan suara bergetar. Nampak dengan jelas, dari hidung dan matanya yang mulai memerah dan berair.

"Ian, sakit. Katanya Ian mau megangin Jane? Kok dilepas? Jane kan jadi jatuh. Hiks" tangis Jane meledak saat Ian sampai di depannya. Ian langsung panik mendengar isakkan Jane yang bertubi-tubi. Kemudian sebuah ide muncul di kepalanya.

"Jane? Mau Ian sembuhin?" tanya Ian. Jane mengangguk. Kemudian Ian mundur beberapa langkah, membuat Jane berpuikir bahwa Ian akan meninggalkannya. Namun kemudian Ian mengangkat kedua tangannya dan menyatukan kedua tangannya seperti memegang sedang bola.

"Angin penyembuhhh!!!!" teriak Ian sambil mendekati Jane dan meniup telapak tangan Jane yang tergores. Ian meniup telapak Jane beberapa saat, kemudian melepasnya. Jane terkekeh manis.

"Sekarang sudah sembuhkan?" tanya Ian. Jane mengangguk sambil tersenyum girang. Senyumnya bak mentari yang selalu diinginkan setiap orang, setiap makhluk.

"Sekarang mau main lagi atau beli es krim?" tanya Ian sambil menunjuk pedagang es krim keliling yang kebetulan melewati depan rumah Jane.

"Beli es krim!" teriak Jane bersemangat. Jane tersenyum lebar, membuat Ian menarik kedua sudut bibirnya hingga tersenyum sama lebarnya dengan Jane.

Entahlah, momen sesederhana itu bisa menjadi salah satu momen paling bahagia bagi keduanya.

"Lion!" Zelion tersentak dari lamunannya saat mendengar seseorang memanggilnya. Tentusaja itu Lona, Lion sudah hapal dengan suara satu-satunya orang yang berani berteriak untuk memanggilnya.

DelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang