Ris, semenjak saya melihat sosok jangkungmu itu, yang boleh dikata melawan gravitasi dan nyaris menyentuh angka dua ratus dalam sentimeter, seharusnya saya sadar lebih awal, menyimpan rasa untukmu adalah hal yang salah.
Kadang skenario bisa berjalan dengan unik, begitu unik sampai saya linglung sendiri; pertemuan pertama, misal. Tanpa rencana, tanpa petunjuk atau enigma, tapi nyata adanya.
Bahasa, Ris, kita bertemu karena bahasa. Karena sastra. Bukan karena salah dari kita adalah seorang pujangga.
Lalu, ketika tak ada sapa lagi yang terucap, siapa sangka sederet namamu itu bisa tertera pada mandat untuk menjadi pemimpin? Ris, tanggung jawabmu besar untuk satu tahun ke depan. Kau bukan lagi seorang lelaki yang sering berdiri menjulang sambil menghapal huruf kanji. Ada beban angkatan di pundakmu itu, beban kami, beban yang berdiri di garis terdepan.
Dari frasa kecil ini, saya simpan beban rasa yang seharusnya tak perlu kaubawa. Bebanmu sudah terlalu besar tanpa harus saya tambah.
.
.
.
Tempo lalu, 7 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
dari bait kecil ini, aku menulis
Poetrysuatu hari, aku bermimpi; "untuk apa aku menulis?" . . . [Antologi Puisi dan Cerpen]