Delapa menit sebelum mencapai angka sebelas di kalender dan mencapai tengah malam, saya sadar. Ada satu postingan media sosial tentang hari ini, 10 Agustus, tujuh hari sebelum sang saka merah putih dikibarkan.
Tujuh menit, saya menulis di sini. Bertanya-tanya bagaimana bisa saya hidup senyaman ini sedangkan ratusan masa silam perang meletus di mana-mana? Ironis. Saya malah teringat puisi pertama yang dibacakan tentang seorang lelaki, dan katanya disebut sebagai Tuanku Imam Bonjol.
Lima menit, jari-jari pun menolak berkompromi. Dan ironis itu masih ada, kali ini bentuknya suatu tanya.
Empat, pepatahnya berkata seperti ini; bangsa yang besar, adalah bangsa yang mengingat jasa pahlawannya.
Lucunya, barangakali tak banyak orang yang sadar hari ini hari apa, untuk siapa, kepada mereka, atau apakah sebenarnya veteran itu?
Berjingkat ke angka tiga, oh salah, sisanya dua menit lagi sebelum esok. Mirisnya, ada bagian-bagian terkecil yang tak ingin tahu, atau mungkin sengaja mengabaikan, atau pula lupa dan biarkan saja, katanya, toh tidak terlalu penting.
Satu dan hitungan sekon selanjutnya, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
dari bait kecil ini, aku menulis
Poetrysuatu hari, aku bermimpi; "untuk apa aku menulis?" . . . [Antologi Puisi dan Cerpen]