Their Voices of Chaos

3.1K 688 30
                                    

" .... Denias mau dibawa ke mana, Tante? Apa yang hendak mereka lakukan dengannya? Memangnya mereka bisa merawatnya? Tante harus melarang. Denias harus tetap di sini sampai dia sadar. Katakan pada mereka, Denias akan sadar. Tak lama lagi. Dia sudah merespons. Perawatan Tante sudah pada jalur yang benar. Tante?"

"Tenanglah sayang. Jangan teriak-teriak, Denias akan ikut cemas di bawah sadarnya."

"Denias sudah cemas mendengar dia akan dipindahkan dari sini! Tidak Tante, jangan dorong aku keluar. Bawa aku masuk lagi. Tempatku di sana. Dia membutuhkan aku."

"Asal kamu janji untuk tenang."

"Baik. Maaf. Aku mau tenang."

"Bagus. Mari kujelaskan. Denias sudah tiga bulan di sini. Semua tindakan medis yang diperlukan sudah dilakukan. Dia bahkan mendapatkan penanganan terbaik. Tapi semua itu hanya membawa kita sampai di sini. Denias masih koma. Ya, kita tidak boleh menyerah. Namun kita juga harus realistis. Keluarga Denias sudah menyatakan ketidaksanggupan kalau Denias terus dirawat di sini. Mereka memutuskan untuk merawatnya di rumah, tentu dengan sarana memadai dan pemantauan ketat. Dan karena Denias cukup stabil, kukira perawatan di tengah keluarga menjadi pilihan terbaik. Nah, itu orangtuanya datang."

"Denias akan dirawat di mana? Di rumah Ibu atau Bapak, kalau boleh aku tahu?"

"Kamu siapa, anak manis?"

"Aku sahabat Denias. Di mana dia akan tinggal?"

"Ah, kami belum memutuskan. Masalahnya ternyata rumit, Dok. Aku jarang ada di rumah. Istriku dengan tiga anak masih kecil-kecil tak mungkin dibebani lagi. Ya memang akan ada seorang perawat, tapi tetap saja."

"Jadi, di rumah Ibu, kalau begitu?"

"Bisa, asalkan dia menyediakan sedikitnya dua perawat dalam dua shift. Karena aku sering bepergian lama. Sudah kubilang padanya, tapi dia berkeras menghemat segalanya."

"Aku sudah nyaris bangkrut dengan semua biaya ini!"

"Kamu pikir, aku tidak?!"

"Bapak, Ibu, sebaiknya kita bicara di kantor saya. Mari ...."

"Tunggu! Tante tak mungkin menyerahkan Denias kepada mereka. Ibunya tak pernah menginginkan dia. Dan ayahnya, sering memukulinya."

"Hei, lancang benar kamu!"

"Tapi yang kukatakan itu benar, bukan? Denias bilang begitu padaku. Dia ingin mengajak ayah-ibunya ke surga, tapi tak punya alasan kuat memilih kalian."

"Ya ampun. Dokter ...."

"Maafkan keponakan saya, Pak, Bu. Ah, itu Aldrin! Syukurlah kamu datang, Al. Tolong bawa adikmu ke kamarnya. Mari Pak, Bu, ke kantor saya. Lewat sini ...."


***

Setelah Koma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang