Chapter #1

46.3K 2.9K 252
                                    

Dua remaja itu duduk bersebelahan diatas sofa. Terlampau hening menatap tanpa minat kearah televisi yang menayangkan berita pembunuhan sadis, untuk kesekian kali. Sebagaimana para korbannya terbunuh dengan cara yang sama. Mata tercongkel keluar serta tubuh terbelah menampilkan organ dalam yang sudah hancur tercabik-cabik.

Yang lebih muda terlihat tampak biasa saja, seolah memang tidak sedikitpun tertarik dengan apa yang dilihat. Sedangkan yang lebih tua tampak mengerutkan dahi dan menaikkan satu alis penuh tanya. Seolah memberi gesture bahwa dirinya dilanda kebingungan dan mungkin penasaran.

"Menurutmu kapan semua ini akan berakhir, Jung."      Yang lebih tua membuka percakapan. Berucap lelah disertai hembusan nafas kasar. Yang mana hanya dibalas endikkan bahu acuh dari yang lebih muda.

Menoleh sesaat, Jungkook menyahut remote televisi dan mengubah channelnya.
"Mana kutau."       Jeda,        "Tanyakan pada dirimu sendiri."


Dahi mengerut tanda tidak mengerti. Taehyung menoleh, menatap wajah Jungkook meminta penjelasan.
"Aku?"      Telunjuknya diarahkan pada dirinya sendiri.         "Apa hubungannya denganku?"


Jungkook kembali membalikkan tubuh, onyxnya menatap Taehyung datar tanpa minat.  
"Kutanya, kapan kau berhenti bermain dengan para gadis dikampus?"

"Apa hubungannya?"         Bukan menjawab pertanyaan dari Jungkook, pemuda Kim justru balik melontarkan pertanyaan pada sang adik jeniusnya. Surai diusak kasar, Taehyung dibuat frustasi telak.


Lantas dengusan sebal Jungkook menjadi balasan.        "Jelas ada hubungannya,bodoh. Mereka yang terbunuh adalah para gadis yang sempat kau kencani, benar?"     Disini, anggukan setuju Taehyung menjadi balasan.  Jungkook kembali mendengus seraya menatap Taehyung tajam.        "Kalau kau sendiri saja masih tidak tau kapan akan berhenti bermain dengan para gadis itu, maka jawaban dari pertanyaan pertamamu juga ㅡTidak tauㅡ."

"Kau ini bicara apa sih?"
Tidak mengada-ada, tapi faktanya Taehyung benar-benar tidak mengerti kemana arah pembicaraan Jungkook. Jemari bergerilya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Sebuah gesture yang menjelaskan bahwa dirinya sedang dalam mode kebingungan.


"Dasar otak udang. Bagaimana bisa kejeniusan Kim Jun Myon tidak sedikitpun menurun padamu yang jelas-jelas anak kandungnya."        Menjawab ketus bersamaan dengan sorot tatapan tajam kearah Taehyung. Lanjut mengumpat, mengucap kata brengsek ketika pemuda Kim dengan seenak jidat mendorong dahulinya menggunakan ujung jari telunjuk.


"Itu hadiah untuk adik yg tidak sopan pada kakaknya."        Ucap Taehyung disertai kekehan gemas.


"Sudah?"      Masih dengan raut wajah tidak minat, Jungkook kembali bertanya. Yang mana segera mendapat anggukan kepala dari Taehyung. Pemuda Jeon menyilangkan kedua tangan didepan dada. Tampak seperti menunjukkan seperti apa dirinya. Dan juga kekuasaan apa yang Jungkook mampu lakukan.           "Masih berminat melanjutkan pembahasan tidak penting ini?"       Sekali kagi, Taehyung mengangguk layaknya idiot. Mengundang dengusan malas pemuda Jeon untuk kesekian kali.
"Sekarang fikir, mereka semua yg menjadi korban adalah semua wanita yg kau jadikan kekasih,benar?" dan lagi, Taehyung hanya mengangguk layaknya seorang idiot.


"Mereka semua terbunuh dengan luka yang sama, cara yang sama. Dan aku yakin, pembunuhnya pun satu orang yang sama juga." Lanjutnya masih dengan wajah datar dan terkesan tenang.


Mengangguk setuju, Taehyung terlihat antusias membicarakan kasus ini bersama Jungkook.
"Masuk akal. Menurutmu siapa pelakunya?"  Wajahnya tampak serius, jari telunjuknya diletakkan tepat didepan bibir, dengan dahi berkerut serta kedua alis yg menyatu.


Jungkook mengendikkan bahu acuh.   "Ada dua kemungkinan. Seseorang yang teramat membencimu. Yea, kau tau maksudku kan, saking tidak inginnya melihatmu bahagia lalu dia membunuh siapapun yang dekat denganmu."          Lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa,      "Atau perkiraan kedua, bisa jadi pelakunya kekasihmu sendiri atau orang yang sangat mencintaimu."


"Kenapa kekasihku?"         Taehyung menyela tidak percaya. Mengundang delikan sebal Jungkook disertai pukulan sedikit kencang pada bahu kirinya.


"Kubilang jangan menyela!"          Jeda, Jungkook kembali menyandarkan punggung pada sofa. Menutup mata sejenak sebelum membuka matanya perlahan.           "Ku yakin kau sendiri tau seberapa brengsekmu, hyung. Gonta-ganti pasangan, seks bebas dengan siapapun dikampus, dan masih banyak kebrengsekan yang bahkan mulutku sendiri terlalu jijik untuk mengatakan."        Melirik Taehyung sinis.          "Fikirmu manusia mana yang akan baik-baik saja melihat orang yang dicinta main gila dengan orang lain? Hatinya sakit, tetapi mengingat tabiatmu yang nyaris seperti iblis dari neraka, tentu tidak ada yang bisa diperbuat. Melarangmupun percuma, tidak akan kau hiraukan, benar? Maka tidak ada jalan lain untuknya, selain menghabisi siapapun yang dekat denganmu."


"FUCK! Bagaimana bisa kau sejenius ini." Ucapnya bangga sembari mengelus lembut surai halus Jungkook.       "Jika incarannya semua orang yang dekat denganku, artinya kau juga,"


"Bisa jadi, selanjutnya mengincar diriku. Psikopat tidak memandang status." Jungkook balas mendengus remeh. Bahu mengendik acuh, tanda tidak peduli apapun.
"Kusarankan hentikan permainanmu." Ucapnya, sebelum membangkitkan tubuh dan melenggang pergi meninggalkan Taehyung menuju kedalam kamarnya.


Sementara Taehyung masih duduk dalam diam. Fikiran menerawang jauh entah kemana. Terlampau heran merasakan hidupnya yang ganjil, mungkin tepatnya jalan percintaannya. Benar adanya memang semua yang baru saja Jungkook ucapkan. Faktanya semua korban pembunuhan sadis itu memang para gadis yang mempunyai hubungan khusus dengan Taehyung.


Dan Taehyung yakin, psikopat gila pelaku pembunuhan itu pasti ada disekitarnya. Entah musuhnya, atau mungkin salah satu kekasihnya yang tidak rela membagi Taehyung dengan orang lain.


Lantas, nafasnya berhembus kasar, memikirkan ucapan terakhir Jungkook. Lagi, dia menarik nafas panjang disertai tarikan tak beraturan pada rambutnya sendiri. Bimbang.
Haruskah ia benar-benar berhenti? Tetapi mana mungkin.
Alasan sebenarnya bukanlah cinta yang menjadi landasan dari setiap hubungan dijalani bersama para gadisnya. Melainkan nafsu. Sebab Taehyung sendiri hanya pemuda kelebihan hormon yang tidak bisa hidup tanpa sentuhan.


Jadi, jawabannya adalah Tidak. Sampai kapanpun Taehyung tidak akan pernah berhenti bermain.
Menggelengkan kepala, kemudian membangkitkan tubuhnya dan melangkah menyusul Jungkook kedalam kamarnya.





















Sudut bibitnya menampilkan sebuah senyuman hangat begitu tatap mata tertuju pada siluet seorang yang tengah bergulung dalam selimut. Lantas membawa kakinya melangkah mendekat setelah sebelumnya menutup dan mengunci pintu kamar. Menghempaskan tubuhnya sendiri diatas kasur empuk. Lalu memasukkan dirinya untuk andil bergerumul dalam selimut tebal bersama pemuda manis disampingnya.


Satu tangannya melingkar pada pinggang ramping yang lebih muda, sedang wajahnya mengusal manja pada ceruk leher mulus seputih salju adiknya. Menyesap aroma manis memabukkan yang menguar dari sana. Yang lebih muda hanya mengerang kecil tanpa berniat membalikkan tubuhnya dan membalas perlakuan sang kakak.


"Masih sebal sayang?"         Bertanya pelan, lalu melanjutkan aktifitasnya mengecap ceruk leher belakang sang adik.   "Selamat tidur, cantik."

"Aku laki-laki, brengsek!"


Jawaban teramat sinis, mengundang gelak tawa dari sang kakak. Sebanyak apapun Jungkook mengumpati Taehyung, nyatanya rasa sayang Taehyung tidak pernah berkurang untuknya. Rasa sayangnya tulus, sekalipun saudara tiri tanpa ikatan darah.











•••

To be continued

FATAL ㅡkth+jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang