Recipe 3 : Gosip

925 68 2
                                    

***

Aku menyipitkan mataku, melihat ke depan di mana si mulut pedas sedang menulis dengan wajah serius, walaupun yang bisa ku pandanggi punggungnya.

Dia duduk di depan dan paling ujung. Naas nya sebarisan dengan ku atau lebih tepatnya di depan ku.

Aku berusaha menyembunyikan tatapan ku dengan buku, agar manusia bermulut tidak sopan itu tidak sadar.

"April!" Kepalaku di pukul pelan dengan buku oleh seorang guru. Sebenarnya bisa saja ku laporkan ke komnas Ham, tetapi terlalu berlebihan menurutku dan bisa-bisa masuk televisi lalu aku jadi orang lebay.

Selama di dalam pemikiranku, Seketika kelas yang serius itu tertawa, ah, terkecuali orang itu.

Guru mengomel panjang kepada ku dan terpaksa aku mendengarkan omelannya.

Aku mencuri pandang ke dia yang menatap ku dengan tatapan bosan dan meruncingkan matanya ke arahku. Grrr, kenapa? Karena aku menganggu belajar tuan pintar? Batin ku langsung bergejolak marah.

"Kau dengar?"

"Ya, buk."

"Sudah perhatikan dengan jelas!" Tegas ibu itu kembali ke depan.

Aku menghela nafas lalu secepatnya melihat ke arah depan, di mana Arif sudah kembali fokus ke depan.

Orang membosankan, batin ku lagi memalas.

***

"Arif?"

"Ia terlalu kaku." Ucap salah satu teman sebangku ku "dan lagi ia kasar banget dengan perempuan." Tambahnya dengan suara kecil.

"Ya, ya, ya, tahu gak dia bahkan menatapku dengan begini nih," salah satu murid lainnya meniru tatapan Arif memandang dari balik kaca mata. "Seperti mau nelan anak orang!"

Seminggu aku telah memasuki sekolah ini dan dalam seminggu ini banyak sekali perempuan di kelas ku mengosipkan Arif Adya Yusuf.

Kaku, dingin, judes, dan kasar. Gosip yang berterbangan di kelas, yah, ku akui ia memang orang seperti itu tetapi aku tidak setuju dengan satu gosip yang mengatakan.

"Arif manusia kaku yang tidak bisa tersenyum atau tersipu, muka rata." Tawa salah satu anak perempuan lainnya.

Pundak ku turun setelah mendengar gosip itu dan parahnya aku mendengarnya di dalam toilet.

"Ahhh, beda sekali dengan Kak Ahmad yang senyumnya seperti pangeran, lihat tidak pagi tadi, ketua Osis?"

"Ya, ya, ya... tapi kenapa si Arif kacamata judes itu yang jadi wakil Kak Ahmad? Mengelikan."

Di dalam salah satu toilet aku menunggu mereka menyelesaikan gosip mereka, tetapi nampaknya mereka akan lebih lama berbicara di sana.

Aghh, waktu istirahat ku! Batin ku berteriak kesal.

"Arif itu seumur hidup pasti susah, makanya ia tidak bisa tersenyum." Ucap mereka.

Hum, tampaknya mereka tidak tahu si Arif bisa tersenyum ramah di depan guru, batin ku menjawab dan mengingat kejadian seminggu lalu ia menegur Bu Rika dengan senyuman.

Love RecipeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang