Bab 4

7 1 0
                                    


Hari ini mungkin memang sial bagi Za. Padahal rencananya ia cepat bangun adalah agar bisa berangkat sekolah naik sepeda, tapi sayangnya saat di tengah perjalanan ban sepedanya pecah kena benda tajam. Sudah 15 menit ia mendorong sepedanya ke bengkel terdekat, tapi jarak bengkel masih sekitar setengah km lagi. Dan sekarang waktunya tidak cukup jika pergi sekolah.

Za sudah pasrah jika ia mendapat santapan rohani pagi-pagi.

TIN!

Bunyi klakson memekakakkan telinganya. Seseorang turun dari mobil berwarna biru metalic itu.

"Ada apa?" tanya Nata yang sudah berada di samping Za. Cewek itu tidak menjawab dan malah lanjut mendorong sepedanya.

Nata mengedikan bahu, lalu ia melirik ke arah ban belakang sepeda Za.

"Za!" gadis itu berhenti dan menghadap Nata. "Mau sama-sama?"

Za tampak berpikir, sebenarnya ia memang sedikit mengharapkan Nata menawarkan tumpangan padanya. Oke, sedikit banyak. 30 menit berjalan kaki itu lumayan melelahkan apa lagi masih setengah km. Kemudian cewek itu mengangguk. Nata tersenyum melihatnya.

Mungkin Santapan rohaninya ditunda hari lain! Batinnya.

"Sepedaku?" tanya Za sambil menatap sepedanya.

Tidak mungkin ia meninggalkan sepedanya disini. Walaupun harganya tak seberapa, tapi barang itu sangat berarti baginya. Nata menatap sepedanya sekilas lalu membuka bagasi mobilnya dan mengambil sesuatu dari sana. Gadis itu menatap Nata yan sedang melilitkan rantai ke sepedanya dip agar besi, lalu menggemboknya.

"Nanti kau ambil." Nata masuk kedalam mobil disusul oleh Za.

Kau berutang budi lagi Netaza! ia merutuki dirinya dalam hati.

"Makasih." Lelaki itu mengangguk.

Setelah kalimat singkat itu, tak ada lagi kalimat lain yang mengisi kekosongan di dalam mobil, bahkan setelah sampai di sekolah.

Za segera turun dan jalan duluan menuju kelas, ia tak ingin ada gosip tentang dia dan Nata yang jalan berdua. Sementara Nata hanya membiarkan cewek itu berlalu sambil menatap langkahnya yang aneh dari jauh.

"Auw,, ssh.." Cewek bermata coklat itu meringis sambil meniup lututnya yang tergores. Luka ini didapatnya saat terjatuh dari sepedanya yang tiba-tiba bannya pecah.

Pohon di belakang sekolah sudah menjadi tempat tersendiri bagi gadis itu. Di sini sepi dan terpencil dari murid yang lainnya. Jarang ada yang ke sini, mungkin karena tempat ini katanya 'angker', tapi za tidak peduli.

Gadis itu menangkap betadine dan kapas yang dilemparkan oleh Nata. Za menatap Nata yang bersedekap sambil menyender pohon di sampingnya. Ia menatap datar lelaki itu yang entah kapan ia berada di tempat ini.

Nata melihat Za yang coba menyembunyikan lukannya dengan rok. Tapi Nata tak sebodoh itu kalau kalian perlu tahu.

"Bukan urusanmu." Za menatap sinis Nata. Gadis itu mencoba berdiri walaupun sedikit tertatih. Ia juga berusaha berjalan normal dan itu berhasil meskipun harus menahan sedikit perih yang mendera. Ia hanya mau membuktikan bahwa luka segini tak ada apa-apanya.

"Bersihkan lukamu," ujar Nata dengan ekspresi datar.

"Aku bisa sendiri!" tukasnya. Za terus berjalan.

"Setidaknya biarkan aku memberimu plester luka ini," Za berhenti berjalan dan berbalik menghadap Nata. Lelaki itu lalu menyodorkan plester luka yang ada di tangannya. Za hanya menatap benda itu sekilas lalu menepis tangan Nata.

 SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang