Bab 7

6 1 0
                                    

Matahari semakin bergerak ke timur, dan sebentar lagi akan tenggelam ke ufuknya. Matahari akan pergi ke belahan bumi lainnya, membagikan sinarnya di sana. Langit di hiasi dengan warna jingga yang memukau. Mungkin untuk para fotorgrafi atau pecinta alam akan menyukai suasana indah sekarang.

Anak-anak yang sedang bermain kini memberhentikan kegiatannya dan bubar menuju rumah masing-masing. Beberapa di antaranya harus dipanggil bahkan diancam dulu baru mau pulang ke rumah.

Suara adzan di mesjid kini mulai bersenandung syahdu dari setiap tempat. Beberapa orang tampak hilir mudik menggunakan baju kokoh dan juga mukenah ke mesjid.

Karyawan di kafe itu juga tengah bergantian menjaga dan lainya melaksanakan sholat maghrib. Di sana Za baru saja selesai mengantarkan pesanan pelanggan nomor 02. Gadis itu menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangannya. Wajah lelah tercetak jelas di sana. Ia duduk di salah satu bangku bartender lalu juga ikut menaruh nampannya.

Gadis itu tidak sholat untuk saat ini. Walaupun ia ingin, namun tidak bisa. Suara bel yang ditaruh di pintu masuk berdering menandakan keluar atau masuknya pelanggan. Di sana, seorang gadis sebayanya dan juga anak kecil yang sedang memegang gula kapas dan boneka panda berukuran kecil baru saja masuk. Za tersenyum melihat bocah yang sekisaran 4 tahun itu. Yang ia pikirkan pasti mereka habis dari Timezon, berhubung letaknya tidak jauh dari sini, hanya perlu berjalan kaki beberapa menit.

Za bangkit dari kursinya dan berjalan menuju gadis dan bocah itu. Ia menanyakan pesanannya dengan ramah dan senyuman. Apalagi ketika melihat gadis kecil itu berbicara dengan boneka di genggamannya.

"Panpan mau apa?" nama yang lucu untuk boneka panda itu. Za terkekeh melihatnya. Bocah bernama Liu menoleh ke arah Za dengan mata belonya dan pipi merah menggemaskan.

"Liu mau ini," tunjuk Liu pada gambar yang berada di buku menu.

Tatapan lembut dari Danis membuat Liu mengernyit bingung. "Liu gak boleh makan itu, kan tadi udah makan juga di sana. Kak Danis cuma janji beliin Liu eskrim loh,"

Ucapan Danis barusan membuat muka bocah kecil itu tertekuk lalu ia menggelengkan kepalanya sambil mengembungkan pipi. "Tapi Panpan maunya itu." Ujarnya sambil menunjukkan boneka pandanya.

Za terkekeh geli melihat tingkah laku Liu yang mengingatkannya pada waktu kecil. Ia lalu membungkukan badannya agar sejajar dengan wajah Liu, mengelus rambut Liu dengan sayang, yang membuat bocah itu menengok ke arahnya.

"Kakak punya es krim yang enak loh, dari pada itu," Rayunya sambil menunjuk gambar yang tadi. "eskrimnya ada gambar pandanya loh. Kamu mau gak? Kakak bikini yang special buat kamu." Tawar Za dengan jurus membujuk.

Danis tersenyum melihat pelayann yang hangat seperti itu. Za sempat melirik ke Danis yang diberikan senyuman terimakasih dan ia membalasnya. Sementara Liu yang masih nampak menimbang-nimbang .

"Panpan gausah makan itu ya? Nanti Liu pesenin esklim yang enak ya?" tanyanya pada bonekanya. Liu menatap Za dengan senyum mengembang dan mata belonya yang membulat berbinar-binar. "Kata panpan mau esklim aja." Ucapnya sambil memperlihatkan boneka panda yang baru ia dapat di Timezone. Za mengangguk lalu mencubit pipi menggemaskan Liu lalu berlalu menyiapkan pesanan setelah Danis memesan juga.

Za memerhatikan bocah itu yang sibuk bermain-main dengan bonekanya. Ponselnya berbunyi, ada 1 SMS masuk.

To : Za

Otw ke situ.

To : Nata

Bikin?

To : Za

Makan

To : Nata

Oh

Za menaruh hpnya di atas meja, kemudian kembali mengantarkan pesanan kedua pelanggan tadi. Ia tersenyum ramah kepada keduanya. Ia kembali ke bartender dan terduduk lesu di sana.

Suara bel kembali berbunyi. Nata langsung menuju ke arah meja bartender di mana Za berada. Ia melihat gadis itu yang sedang membenamkan kepalanya di lipatan tangannya. Nata berdeham yang membuat gadis itu mendongak dengan malas.

"Cari meja dulu. Entar dilayanin," ucap Za dengan wajah lelahnya, lalu kembali membenamkan kepalanya di antara lipatan tanganya seperti tadi. Namun beberapa saat ia kembali mendongak. "Bukannya kau sakit?"

Nata hanya mengedikan bahu kemudian duduk di kursi yang berada di samping Za. Gadis itu menghela napas, namun tanpa sadar punggung tangannya sudah berada di dahi Nata, ia mencoba mengukur suhu cowok itu. Nata merasa sentruman kecil ketika tangan gadis itu bersentuhan dengan kulitnya. Jantungnya kini berdetak lebih cepat dibanding sebelumnya. Nata menurunkan tangan itu dengan lembut, dan lagi-lagi sebuah sentruman menjalar di seluruh tubuhnya. Dengan cepat ia melepaskannya.

"Badanmu masih panas. Ngapain kesini?" Nata mengedikan bahu tidak perduli. Ia menatap Za di sampingnya, tepat di manik mata gadis itu. Ada kekhawatiran di sana. Mungkinkah gadis itu mencemaskannya? Kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. Dia sadar, dia merasa senang diperhatikan oleh Netaza. Inshaallah akan menjadi Netazanya.

Za menghela napas. "Mau pesan apa?" tanya gadis itu dan berharap semoga kali ini pertanyaanya akan di jawab oleh mulut Nata.

"Gak makan." Jawab Nata disertai dengan gelengan.

Za mendelik jengkel. Oke pertanyaanya dijawab dengan mulut. Tapi kenapa pelanggan yang satu ini sangat rese? Tadi SMSnya mau makan dan sekarang bilangnya tidak. Kalau bisa, ingin sekali rasanya ia menjambak rambut Nata. Sekarang ia lelah. Sangat. Dan ia sangat malas meladeni Nata untuk saat ini

"Yaudah, pulang sana." Ketus Za. Ia mulai beranjak dari tempatnya.

"Aku mau antar kau pulang. Ingat? Waktu kerjamu sudah selesai."

Za berbalik lagi menghadap Nata. Ia tahu waktu kerja part time nya sudah lewat. Dan sekarang ia memang berniat ke ruang karyawan untuk mengganti baju dan membereskan barangnya. Tapi satu hal yang membuatnya terenyak adalah Nata jauh-jauh datang kesini dengan keadaan masih setengah sakit -alias belum sembuh total- hanya untuk menjemputnya. Ia ingin menolak dan menyuruh Nata pulang ke rumah, istirahat. Tapi tentu saja lelaki itu tak akan mudah menuruti kemauanya. Nata itu keras kepala. Akhirnya Za hanya menghela napas pasrah.

"Ingat. Tunggu di sini sebentar." Za lalu menghilang ke ruangan karyawan setelah mengucapkan kalimat itu.

Danis dan Liu juga sudah keluar dari kafe ini beberapa waktu lalu. Nata melihat-lihat suasana kafe sambil menunggu Za kembali. Pening di kepalanya membuat ia sedikit meringis. Cowok itu mengabaikan sakitnya yang belum sembuh total dan masih perlu istirahat. Tapi terkurung di rumah seharian membuatnya jengah.

Hadirnya ia di sini adalah untuk membuatnya sedikit refreshing dan mungkin untuk ketemu Za. Ia masih ragu dengan perasaanya yang secepat itu. Ia masih harus menyeledikinya. Karena sejujurnya dirinya adala salah satu dari sekian banyaknya manusia yang tidak mempercayai jatuh cinta secepat ini. Itu tidak mungkin menurutnya. Sangat tidak realistis.

▲▼▲

 SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang