Bab 5

12 1 0
                                    

Seorang wanita paru baya tengah menyiapkan sarapan pagi untuk kedua buah hatinya. Nata yang turun dari lantai dua langsung mencium pipi mamanya kemudian mengambil roti dan menggigitnya.

"Ma, aku pergi sekolah dulu!" pamit anak itu sambil berlari keluar rumah lalu menyalakan mobilnya yang berada di bagasi.

Nata terus melajukan mobilnya dan berhenti di sebuah jalan kecil. Ia turun dan berjalan ke rumah berwarna putih kekuningan dan mulai terkelupas dimakan usia. Nata mengetuk beberapa kali, hingga ia mendengar kata 'tunggu' dari si-penghuni rumah.

Pintu terbuka. "Kau?" tanya Za tak percaya sosok yang dilihatnya.

"Dari mana kau tau rumahku? Dan apa yang kau lakukan disini?" tanyanya lagi dengan tatapan tak suka.

Nata hanya mengedikkan bahu menanggapi pertanyaan Za, sambil tersenyum tipis. Jika saja Linka melihat Nata sekarang, mungkin ia akan mengadakan sukuran merayakan Nata yang datar akhirnya bisa tersenyum juga.

"Kenapa kau?" Za mengerutkan keningnya, sesungguhnya ini pertama kalinya ia melihat Nata tersenyum, walaupun sangat tipis. Jujur saja ia merasa bingung dan sedikit mengakui bahwa lelaki itu terlihat tampan.

"Menjemputmu." ucap Nata akhirnya.

"Kau menjemputku?" Nata mengangguk.

Gadis itu tidak habis pikir apa yang sedang Nata lakukan sekarang. Kenapa ia bisa tau rumahnya, datang menjempunya, dan tersenyum kepadanya. Ia belum sedekat itu dengan Nata. Gadis itu hanya menghela napas, ia mengedikkan bahu lalu masuk kembali ke rumahnya untuk mengambil tas.

"Dari mana kau tau rumahku?" ia melontarkan pertanyaan yang belum dijawab oleh Nata saat dalam perjalanan.

Nata tidak menjawab. Ia fokus dengan kemudinya.

"Dari mana kau tau? Kau mengikutiku?" tanyanya menyelidik. Nata mengedikan bahu. Za menghela napas, ia mendelik ke arah cowok itu.

"Pantas saja, aku merasa mempunyai penguntit."

Nata menoleh ke arah Za. menatap gadis itu seolah tidak terima dikatakan penguntit, walaupun sebenarnya ia memang mengikuti gadis itu diam-diam.

"Lalu apa namanya kalo bukan penguntit?stalker?" Za masih tetap dengan opininya. Nata menghela napas pasrah dan gadis itu malah tersenyum bangga atas kemenangannya.

Sejak kejadian itu sikap Za yang dingin akihirnya mulai berubah, tapi hanya pada Nata. Dan tak bisa dipungkiri kehadiran Nata sedikit merubah hidupnya jadi lebih baik.

▲▼▲

Linka yang melihat kedekatan sepupunya itu dengan Netaza ikut bahagia. Sudah lama rasanya ia tidak melihat Nata tersenyum seperti sekarang.

"Gue gak nyangka lo bisa juga suka sama cewek," goda Linka. Nata hanya mengedikkan bahu tidak peduli.

"Dia orangnya gimana?" Linka tersenyum penuh arti, mendengar pertanyaan Nata. semakin bersemangat menggoda Nata.

"Dia siapa?" tanya Linka pura-pura tidak tahu. Ah, sungguh menyenangkan menggoda Nata. Kapan lagi coba? Walaupun yang didapatkannya adalah lirikan tajam.

"em... dia itu-" Linka tampak berpikir sengaja membuat Nata penasaran."- gue juga kurang perhatiin, tapi kalo menurut gue dia itu anaknya pendiam, ketutup gitu. Mungkin lebih tepatnya kuper," Linka menyedot jus apel buatannya.

Nata hanya manggut-manggut. Tapi yang ia liat tidak seperti itu. Mungkin sebagian benar.

"Kenapa lo nanya-nanya? lo beneran jatuh cinta nih sama dia?" mata Linka berbinar-binar. Nata menatap ngeri sepupunya. Ia lalu berdiri dan meninggalkan Linka yang cemberut di ruang tengah.

▲▼▲

Nata melajukan motornya menuju rumah Za, hari ini ia janji akan mengantar gadis itu ke kafe. Tapi tiba-tiba saja ia menepikan motornya.

"Kau kenapa?" Nata bertanya sambil memerhatikan daerah sekitar yang tampak sepi.

"Kakiku terkilir!" lirih gadis itu.

Nata berjongkok dan mencoba memegang kaki cewek itu. Ia sedikit menekannya, dan ringisan keluar dari mulutnya. Tampak lebam pada bagian pergelangan kakinya. Nata menghela napas, ia melirik ke jam di pergelangan tangannya lalu membantu cewek itu dengan memapahnya. Tak mungkin ia meninggalkan seorang cewek di tempat yang sepi begini.

"Kau bisa naik motor?"

"Eng.. em.. a-aku tidak tau," jawab cewek yang bernama Danis. Nata tampak berpikir. Mereka kemudian berjalan ke arah motor Nata.

"Kau bisa duduk menyampingkan?" Nata meunggu jawaban Danis yang tampak memikirkan dengan serius lalu mengangguk kecil. Kemudian Nata membantu Danis menaiki motornya.

▲▼▲

Sudah hampir sejam Za menunggu Nata, dan lelaki itu belum datang juga. Ia ingin menelpon Nata, tapi pulsanya tidak ada. Dari tadi ia hanya mundar mandir sambil menengok saat mendengar suara motor lewat, tapi sayangnya itu bukan orang yang ia tunggu.

Za ingin berangkat sekarang juga ke tempat kerjanya atau ia bisa terlambat, sejujurnya ia sudah terlambat setengah jam. Tapi bagaimana jika Nata tiba-tiba datang? Padahal ia sudah menolak tadi saat cowok itu menawarkan antar-jemput padanya, tapi Nata keras kepala.

Mungkin ia bisa menunggu lebih lama, toh dia juga sudah terlambat. Tambah terlambat sedikit mungkin tidak masalah.

Drrtt... drrtt..

Getaran ponsel gadis itu membuatnya sedikit tersentak. Ia langsung mengangkat telpon.

"Maaf Za, aku tidak bisa mengantarmu," suara Nata terdengar merasa bersalah di seberang sana. Za tidak menjawab.

"Maaf karena lupa memberitahumu, aku ada urusan mendadak. Maaf membuatmu menunggu." Nata menunggu jawaban dari Za, namun tak ada suara. "Halo Za, kau di sana?.. Halo.."

"Halo Nata, maaf aku sedang sibuk tadi menyiapkan pesanan. Oh iya tidak apa-apa. Aku juga sudah ada di kafe, aku pergi duluan tadi karna kau terlalu lama. Selesaikanlah urusanmu. Aku juga mau bekerja, sudah ya. Bye." Za langsung memutuskan sambungan teleponnya. Ia menarik nafas. Entah itu apa artinya. Bahkan ia sudah mengucapkan kebohongan.

Za langsung meraih tas kecilnya di atas meja, kemudian berangkat kerja.

▲▼▲

 SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang