"Mama... Leo kangen."
Anak laki-laki yang berumur 3 tahun dengan penuh kerinduan memeluk sang ibu yang baru saja menjemputnya di panti asuhan Gereja dekat rumah mungilnya. Leo-anak Jane yang dibesarkannya seorang diri semakin hari semakin mirip dengan sang Ayah kandungnya. Kemiripan itu terlihat dari wajahnya yang seperti orang asing. Ya-Alvian, pria itu memang blasteran Indonesia-Jerman. Ibunya yang memiliki darah asing itu. Tidak heran jika Leo terlihat seperti anak 'bule'.
"Sini, Mama peluk dulu. Muach!" Jane memeluk dan mencium puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Hari ini main apa sama Suster Cecilia?" tanya Jane.
"Leo tadi buat ini." Leo menyerahkan kertas yang mulai lecek karena dipegangnya erat.
"Apa ini?" Jane melihat gambar buatan anaknya. Dilihatnya gambar itu dengan dahi yang mengerut. Oke- Jane sadar ini memang anaknya Vian. Sense of art sama sekali tidak ada dalam darah Leo. Ah, mungkin masih terlalu dini mengatakan itu. Leo baru berumur 3 tahun.
"Coba ceritakan sama Mama ini apa?" tanya Jane mencium pipi anaknya.
"Ini foto keluarga, Ma. Ini Mama, aku, dan Om ganteng." Leo menunjuk satu persatu gambar yang dibuatnya. Ternyata gambar lurus seperti lidi berambut itu adalah manusia. Penggambaran Leo sungguh ajaib seperti Vian.
"Kenapa Om ganteng ikutan?"
"Soalnya Leo gak punya Papa. Tapi, Om ganteng pernah bilang anggap Om ganteng ini Papa Leo. Itu kata Om ganteng."
Hati Jane terasa teriris mendengar penjelasan Leo. Anaknya terpaksa dewasa karena keadaan orangtuanya. Dia jadi paham bahwa kedua orangtuanya tidak bersatu. Yah-Jane selalu menjelaskan kenyataan yang ada pada Leo ketika anak itu bertanya soal Papa kandungnya. Jane mengatakan bahwa suatu hari, Papanya akan datang tapi tidak sekarang. Asalkan Leo menjadi anak baik dan pintar, sang Papa akan pulang kerumah.
Jane tahu sebenarnya itu tidak akan terjadi.
"Leo... Om ganteng bawain mainan baru nih."
Sebuah suara mengalihkan perhatian Jane dan Leo yang masih terpaku dengan gambar. Raffael, si Om ganteng yang dimaksud Leo adalah sahabat Jane sejak SMA. Raffael menolong Jane yang tidak sengaja bertemu dengannya di bandara untuk pergi jauh setelah Jane ditalak cerai oleh Vian. Raffael tidak tega melihat Jane yang kacau saat itu dan membawanya serta ke Medan untuk mengurus perkebunan kelapa sawit disana. Raffael memberikan pekerjaan pada Jane sebagai sekretaris pribadinya dan memang Jane memiliki kemampuan itu. Setelah resmi bercerai dan kehamilan Jane membesar, Raffael mengurus Jane dengan baik. Alasan Raffael adalah karena Jane sahabat yang selalu disayanginya.
Hanya itu.
"Om ganteng!" Leo segera loncat ke arah Raffael meminta gendong. Jane hanya menghela nafas melihat hal itu dan tanpa terasa ada setetes air mata turun dari ujung matanya. Bagaikan ayah dan anak yang sesungguhnya, batin Jane.
"Om beliin mainan tembak-tembakan. Ayo, ajak teman-teman yang lain buat main. Om yang jadi perampoknya. Kalian yang jadi polisinya." ucap Raffael semangat. Leo langsung melipir kedalam gereja memanggil teman-temannya yang lain.
Suster Cecilia tahu keributan di halaman gereja dikarenakan si Om gantengnya Leo. Suster Cecilia yang keluar dan melihat permainan heboh itu hanya bisa diam dan pasrah. Dilihatnya Jane yang sedang duduk mengamati permainan itu dan suster Cecilia mengambil tempat duduk disamping Jane.
"Katakan pada Om ganteng itu, jangan buat keributan di halaman gereja." ucap suster Cecilia sambil tersenyum. Suster Cecilia tidak pernah marah untuk hal seperti ini. Tegurannya itu hanya untuk memancing tentang siapa Raffael bagi Jane. Intinya, suster Cecilia penasaran dengan hubungan mereka berdua.
"Hahaha. Maaf suster. Lagi-lagi Raffael begitu." ucap Jane sambil tertawa mengamati Raffael yang terus dikerjar tanpa ampun oleh segerombol anak-anak panti asuhan.
"Jane... pernah terpikirkan olehmu untuk memberikan seorang ayah untuk Leo?"
Pertanyaan suster Cecilia mengejutkan Jane. Tidak biasanya Suster Cecilia membahas soal ayah untuk Leo dengannya walaupun Suster Cecilia tahu cerita yang sebenarnya.
"Apa Suster ditanya oleh Leo tentang Ayahnya lagi?"
Suster Cecilia menggeleng. "Sejak kau menangis ditanya oleh Leo tentang Ayah kandungnya, anak itu tidak pernah membahas siapa Ayahnya lagi. Leo tidak mau melihat Ibunya menangis lagi. Leo sangat menyayangimu dan dia paham situasinya yang rumit secara alami. Dia anak yang sangat pintar."
"Aku ibu yang buruk, suster. Aku memaksa Leo untuk paham keadaannya."
"Tidak. Kau Ibu yang luar biasa. Kau berjuang sendirian untuk Leo. Kau mencurahkan cinta dan semua yang kau miliki untuk membesarkannya. Bagaimana bisa kau ibu yang buruk? Jangan begitu, anakku."
"Terima kasih, suster."
"Yang ingin ku tahu... Bagaimana perasaanmu pada Raffael, anakku? Aku melihat Raffael tulus mencintaimu dan Leo. Dia tidak hanya menyayangimu karena kau sahabatnya. Aku melihat hal itu dari cara dia memandangmu."
Jane sadar apa yang dikatakan suster Cecilia. Namun, Jane tahu diri. Dia tidak mau merusak Raffael. Hey-dia adalah seorang janda dengan satu anak! Apa kata orang nantinya jika Raffael mencintainya? Dia tidak ingin mencoreng reputasi Raffael. Dia harus bisa membatasi diri bersama Raffael walaupun itu sulit karena pekerjaannya selalu bersama Raffael setiap waktu.
"Aku harap itu tidak terjadi, suster. Terlebih lagi, bodohnya... Aku masih mencintai Vian. Yah-lebih besar sakit hatinya sih daripada cinta. Aku belum siap untuk menjalani hubungan percintaan lagi. Aku ingin fokus pada Leo dulu."
"Aku harap kau segera menemukan kebahagianmu, nak... Tuhan selalu memberkatimu."
Jane hanya tersenyum mengakhiri pembicaraan singkat itu.
.
.
.
.
.
.Alvian masih sibuk dengan berkas-berkas sialan pekerjaanya. Semakin hari dia semakin sibuk mengurus perusahaan yang sudah jadi miliknya. Setahun setelah bercerai, Vian diserahkan perusahaan milik ayahnya untuk dipimpinnya. Ayahnya melakukan hal itu agar Vian tidak terpuruk karena perceraian.
Kenyataannya, Vian sungguh senang bisa bercerai dengan Jane.
Vian masih mencintai mantan pacarnya, Stevie. Sayangnya, karena pekerjaan Stevie yang seorang model majalah dewasa, keluarga Vian tidak setuju untuk Vian menikahi Stevie. Dengan penuh amarah, Vian setuju menikah dengan pilihan dari ayahnya, Jane si gadis dari keluarga sederhana. Ibu Vian sebenarnya kurang setuju karena perbedaan status sosial namun daripada anaknya menikah dengan model majalah dewasa lebih baik menikah dengan Jane yang dari keluarga baik-baik tapi tidak memiliki kekayaan apa-apa. Tapi sang ibu tetap menekan Jane agar tidak berharap untuk mendapatkan kekayaan keluarga Vian. Ahh! Sang Ibu memang memperuwet masalah hidup Vian.
Sekarang Vian masih berhubungan dengan Stevie. Secara diam-diam tentunya. Mereka hidup bersama di sebuah apartemen rahasia milik Vian. Vian memang tinggal terpisah dari keluarga dengan dalih untuk menenangkan diri. Padahal Vian sudah main rumah-rumahan dengan Stevie.
Dilihat oleh Vian sudah jam 20.00. Dia bersiap untuk pulang kerumah-rumahan palsunya.
Dengan pacar rahasia miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time, One More Chance [TAMAT]
RomanceJanice Steffany Valleria - Jane, terlahir di keluarga sederhana. Setelah lulus kuliah, Jane diterima kerja diperusahaan internasional sebagai sekretaris. Entah beruntung atau sial, anak sang CEO - Alvianno Justin Hartanto, Vian menyukai dirinya dan...