Arrson-Aika : Beginning (3)

19.8K 1.1K 18
                                    

Ketika sampai di depan rumah kontrakan Aika, Arrson menepikan mobilnya. Arrson mengingat ucapan tentang orangtua Aika saat dulu meminta tanda tangannya. "Kamu tinggal di kontrakann? Bukan di rumah orang tua kamu?"

"Gak, Pa. Soalnya semenjak Ibu saya menikah lagi, Ayah tiri saya kurang suka dengan saya. Jadi sejak dulu, saya tinggal di rumah Nenek dan setelah Nenek saya meninggal, saya akhirnya tinggal di kontrakan daripada harus sakit hati dengan orang tua saya." ucap Aika dengan mudahnya sambil melepas seatbelt.

"Kau tinggal sendirian?" tanya Arrson yang kini mulai penasaran dengan kehidupan Aika.

"Ya. Pak Arrson mau mampir dulu? Minum kopi? Ucapan terima kasih atas tumpangannya." basa-basi dari Aika yang dia yakini akan ditolak oleh Arrson.

"Kalau boleh, bisa kau buatkan satu cangkir buatku?" Arrson menyambut tawaran dari Aika.

"Hah? Pak Arrson serius mau minum kopi?" Aika kaget karena basa-basinya ternyata disambut oleh Arrson.

"Lah? Kan tadi kamu tawarin ke saya. Ya sudah, kopi gratis gak boleh di sia-siakan, bukan begitu?"

.
.
.
.
.

Arrson memasuki rumah kontrakan Aika yang mungil seperti penghuninya itu. Aika langsung melipir ke dapur dan menyiapkan kopi untuk Arrson.

Rapi dan sangat teratur. Bagaimana bisa dia mengurus rumah di saat dia sudah lelah pulang kerja? Apalagi Aika sering lembur. Tapi rumahnya bisa sangat rapi begini.

Arrson kagum dengan Aika yang busa menjaga suasanya nyaman untuk rumahnya. Menurut pengalaman Arrson, dulu waktu dia kerumah teman-teman wanitanya yang juga sibuk bekerja di kantor pastilah rumahnya akan berantakan dan tidak terurus. Soalnya saat di akhir pekan juga, mereka akan tidur mengisi tenaga ataupun hang out keluar untuk menghibur diri.

Aika membawakan kopi dan Arrson langsung meminumnya. "Kamu beneran tinggal sendiri?"

"Beneran kok, Pak. Memangbya kenapa?" tanya Aika dengan penasaran.

"Rumahmu sangat rapi, bersih dan nyaman. Kamu juga sudah lelah bekerja. Bagaimana bisa kamu mengurus rumah lagi?" tanya Arrson.

"Ya tentu bisa, Pak. Saya anak tunggal dan terbiasa mandiri. Saya juga tidak akan sehat kalau rumah tidak terurus. Siapa lagi yang mengurus kenyamanan kita kalau bukan diri kita sendiri? Jadi saya akan menyingkirkan lelah saya dan mengurus rumah di malam harinya." jawab Aika enteng.

"Saya kagum. Ternyata dibalik telmi dan cerobohnya kamu, rumahmu bisa teratur seperti ini." puji Arrson sambil tertawa.

"Pak, kalau mau puji saya jangan setengah-setengah. Sakit hati saya, Pak." jawab Aika dengan nada bercanda.

.
.
.
.
.

Wajah Aika terus membayangi Arrson disaat dia ingin tidur. Rasa penasaran melanda hati dan pikirannya pada Aika terlebih bagaimana Aika bisa mencuri hati Wayner yang sangat susah di dekati. Erin memang belum pernah bertemu dengan Aika, dan Arrson mendadak ingin tahu apakah Erin bisa terpikat dengan Aika. Entah apa yang dimiliki Aika tapi memang ada rasa nyaman berada di dekat wanita itu.

Tunggu dulu... Kenapa aku jadi memikirkan Aika terus? Aku seolah-olah menggantikan Lotta dengan Aika di pandangan batinku.

Arrson sudah malas berdebat dalam otaknya. Dengan nafas panjang, dia menarik selimut dan berusaha tidur untuk rapat besok pagi.

.
.
.
.
.

Penampilan lucu Erin menarik perhatian pegawai Arrson dan tentu saja Aika ikut tertarik pada Erin yang dibawa Arrson ke kantor hari ini.

"Erin sayang, Papa rapat dulu. Kamu sama Tante Aika, ya..." ucap Arrson dan mata Aika langsung membulat.

"Hah? Saya jaga anak, Pak? Saya gak ikut menemani Bapak rapat?" Aika kaget.

"Gak usah. Ini rapat antara saya dan perusahaan sahabat. Rapat biasa, bukan resmi."

"Oh... Baiklah." Aika langsung menggendong Erin. "Main sama Tante ya... Yuk, kita keluar dari sini."

"Oh, satu lagi, nanti Wayner juga ke sini lagi. Kamu gak apa?"

Aika tertawa dengan perasaan geli. "Pak Arrson, saya harusnya dapat tambahan gaji dong. Saya sekretaris sekaligus baby sitter Bapak."

"Nanti saya tambahkan bonus deh kalau kamu kerjanya gak ceroboh lagi." senyum Arrson mengejek.

"Ya, pelit nih Pak Boss. Erin sayang, lihat tuh Papa kamu pelit. Kasihan Tante yah..." lirih Aika sambil mencium pipi Erin.

Erin tertawa melihat wajah sedih Aika yang di siksa mental oleh Arrson. "Tante lucu deh. Aika suka sama Tante."

"Tuh Pak... Erin juga suka sama saya. Harusnya saya naik gaji nih." sindir Aika.

Deg.

Secepat itu Aika telah meraih hati Erin dan Arrson tersenyum seolah dia paham kenapa Aika begitu mudah dicintai oleh anaknya.

Kehangatam hati Aika membuat anak-anaknya menyukai Aika dengan cepat.

.
.
.
.
.

Jane dan Vian sedang mengunjungi Medan untuk membawa anak-anaknya berlibur ke rumah Kakek Neneknya. Sekarang, Jane dan Vian berkunjung dulu ke rumah Arrson untuk menemui keponakan mereka tanpa Leo dan Rim yang disuruh tinggal menemani Kakek Neneknya. Wayner sangat senang bisa bertemu dengan Leo dan Jane lagi.

"Mama Jane..." pekik Wayner memeluk Jane dengan erat.

"Ini Papa Vian gak dipeluk juga?" tanya Vian berharap pelukan dari keponakannya.

"Gak ah. Enakan peluk Mama Jane aja." ucap Wayner yang disambut manyun oleh Vian.

"Pelit. Gak ada hadiah ya."

"Iya deh, Wayner peluk. Hadiahnya mentahnya aja ya." kekeh Wayner.

"Kamu kecil-kecil sudah mata duitan, memang buat apa sih uangnya? Papamu gak kasih uang jajan emangnya? Erin mana?" tanya Vian melihat Erin tidak ada di rumah Arrson.

"Erin ikut Papa ke kantor. Uangnya buat traktir Tante cantik yang mirip Mama Jane."

"Mirip aku?" tanya Jane penasaran.

"Iya. Baik hati dan hangat. Calon istri masa depanku." ucap Wayner polos dan Jane langsung tertawa keras.

"Hahahaha. Memang dah... Cucu Papa Erik super semua. Cap playboy!"

Vian semakin manyun. "Itu Leo gak playboy kok."

"Soalnya darahku lebih banyak yang mengalir di Leo dan Rim. Aman."

"Terserahlah. Aku gak akan bisa menang lawan kamu, Jane."

"Kita susul Papa ke kantor aja yuk. Sekalian aku kenalin sama calon aku." Wayner menarik tangan Jane.

"Hahaha. Ayolah. Mama Jane penasaran sama 'calon' kamu itu seberapa mirip sama Mama Jane." ucap Jane dengan senyuman lebar.

"Wayner, Papa Vian kasih tahu ya... Carilah wanita yang gak pelit."

PLAK

"Jane... sakit..." ringis Vian pada punggungnya yang panas karena tabokan Jane.

"Huh! Ngomong pelit sekali lagi, tinju yang kulayangkan."

Ada yang kangen Jane dan Vian? Hahaha. Mau sih buat sequel gesreknya Vian tapi nanti kepanjangan T^T

Enjoyy

One More Time, One More Chance [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang