8

5.3K 208 4
                                    

Hari pernikahan itu tiba. Aku dan Galih mengenakan busana pengantin yang sudah kami pesan jauh-jauh hari.

Semua undangan sudah banyak yang datang termasuk teman-teman kantorku yang awalnya kaget saat menerima undanganku.

Dan disaat aku keluar untuk prosesi akad nikah, aku melihat Galih sudah menungguku.

Tak ada gurat senang diwajahnya meskipun itu adalah yang pernah diimpikannya dan aku tahu penyebabnya.

Dan prosesi pernikahan dimulai. Tanganku gemetar. Sebentar lagi aku akan sah menjadi istri Galih.

Dalam situasi kalut terbayangkan olehku seandainya Fajar datang dan menghentikan pernikahan ini dan menggantkan Galih disampingku, tapi itu hanya bayanganku saja dan tidak mungkin karena Galih sudah menikahiku dan tanpa aku sadari dia sudah mengucapkan ijab qabul dan kita resmi menjadi suami istri.

Rasanya air mataku sulit aku bendung. Tapi aku tak boleh meneteskan air mataku meskipun hanya setetes karena aku melihat wajah Mama sangat senang melihat aku menikah.

Aku bahagia karena sudah mengabulkan permintaan Mama, sangat bahagia meskipun hatiku remuk jika mengingat Fajar.

Aku duduk bersanding dengan Galih.

Yang aku lihat, Galih melebarkan senyuman kepada semuanya meski aku tahu dalam bahagianya dia juga menyimpan sakit di hatinya karena aku belum bisa mencintainya.

Aku hampir saja meneteskan air mata kalau saja Mama tidak mengajakku foto bersama.

Pernikahan ini sangat mewah tapi kosong yang aku rasakan. Dan mulai detik ini, aku akan tinggal bersama seorang laki-laki yang tidak pernah aku cintai dan aku harus berjuang untuk bisa mencintainya.

Di tengah-tengah resepsi dan setelah semua tamu menyalami aku dan Galih, galih mengajakku ke taman belakang.

Entah apa yang ingin dia tunjukkan padaku. Tiba-tiba dia mengeluarkan ponselnya.

"Dien, aku sudah menceritakan semuanya pada Fajar dan dia memintaku untuk menghubunginya di hari pernikahan kita, dia ingin mendengar suara kamu",

Aku tercengang mendengarnya. Mungkinkah aku kuat membendung air mataku?? Galih memencet tombol ponselnya dan diberikannya padaku.

"Hallo Lih", sapa Fajar dari seberang sana.

Aku diam, tak sepatah kata terucap dari mulutku karena aku menahan sakit di hatiku dan menahan tangisku. Karena aku tak kunjung bicara, Galih meraih ponselnya dan menjawab Fajar.

"Fajar. Maafkan aku sudah menghianatimu. Prosesi pernikahan sudah dilaksanakan",

"Galih, aku senang jika kamu yang menjadi suami Andien, setidaknya dia menikah dengan orang yang sangat mencintainya. Aku titip Andien Lih. Bahagiakan dia dan bersabarlah karena dia pasti akan mencintaimu. Oya, apa aku bisa bicara dengan Andien istrimu sebentar saja"

"Kapanpun kau ingin menghubunginya, akan aku ijinkan Fajar, bahkan jika kau memintaku untuk tidak menyentuhnya sedikitpun akan aku turuti Fajar. Mungkin dia hanya milik kamu", jawab Galih lirih dan langsung menyodorkan ponselnya padaku.

Aku harus bisa, aku harus kuat dan tidak boleh menangis.

Ku raih ponsel dari Galih. Dan kuberanikan untuk menyapanya.

"Fajar", kataku terbata.

"Selamat ya Andien, akhirnya kamu menjadi Nyonya Galih. Aku turut senang mendengarnya. Mulai sekarang dia suami kamu dan kamu harus patuh pada imam kamu. Jangan pernah mengingat masa lalu, raihlah masa depan yang cerah. Sayangnya aku tak bisa datang ke pernikahan kalian."

"Mungkin kalau kamu datang, bukan Galih yang menjadi suamiku, tapi kamu",

Entah kenapa keluar kalimat itu dari mulutku bahkan aku tak ingat Galih ada disebelahku. Galih hanya diam saja melihatku dengan gurat kesedihan.

"Maaf Andien. Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Selalu ingatlah statusmu. Kamu istri Galih dan jadilah istri yang solehah untuk Galih. Selamat ya",

Aku mengiyakan dan aku langsung memberikan ponselnya pada Galih karena aku tidak ingin terlalu lama berbicara dengan Fajar.

"Fajar, sekali lagi aku minta maaf", sambung Galih melanjutkan pembicaraan.

"Lih, kamu tidak perlu minta maaf dan aku tidak pernah memintamu untuk tidak menyentuh Andien. Siapa bilang dia milikku? Dia hanya milikmu, dia istrimu sekarang. Kamu berhak atas Andien, sangat berhak. Selamat ya Galih. Selamat menempuh hidup baru. Mudah-mudahan sepulangku dari New York nanti, aku sudah melihat keponakan kecilku nanti", kata Fajar menghibur dan merekapun bersenda gurau sejenak sebelum akhirnya Galih menyudahi percakapannya.

Dan Galih kembali mengajakku kedalam kerumunan banyak orang yang mungkin sempat bingung mencari pengantinnya.

Tbc.

Demi MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang