9

5.2K 209 2
                                    

Selesai akad nikah dan walimatul ursy, Galih membawaku ke hotel yang tak begitu jauh dari rumahku dan masih dengan busana pengantin lengkap.

Aku memasuki kamar pertamaku dengan Galih.

Entah kenapa Galih mengajakku kesini.

Kenapa tidak memilih di rumah saja.

Aku melihat kamar yang sangat indah dan mewah dan harum. Semua ini sudah dirancang oleh Galih. tapi keindahan kamar itu justru membuat aku takut melewati malam ini.

“Kamu suka kamarnya Andien?”, Tanya Galih.

“Suka Lih. Dekorasinya bagus?”, kataku mengiyakan Galih.

“Ini semua aku yang merancangnya sendiri, untuk kamu”, kata Galih tersenyum meskipun aku tak membalas senyumannya.

Aku menyegerakan diri untuk mandi dan mengganti busana pengantinku dengan baju yang sudah aku bawa dari rumah.

Seusai mandi, aku menemukan Galih tengah duduk disamping jendela dan memandangi malam lepas. Aku beranikan diri untuk menemuinya dan segera pula menyuruhnya mandi.

“Galih. Kamu tidak mandi?”

            Galih menoleh ke arahku dan mengangguk lesu. Tidak ada pancaran kebahagiaan yang aku lihat dimatanya.

Betapa egoisnya aku memperlakukan Galih seperti ini. Seharusnya malam ini adalah malam yang sangat membahagiakannya. Seharusnya malam ini menjadi malam pertama yang indah untuk Galih.

Tapi apa aku bisa melakukannya?

Ya Rabbi, maafkanlah aku jika aku tidak bisa menjadi istri yang sholehah bahkan jika aku tidak bisa memberikan yang terbaik pada suamiku mal mengajar ini.

Lamunanku dikagetkan oleh Galih yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Setelah mengganti pakaiannya, Galih kembali duduk di samping jendela memandang malam lepas.

Aku tak berani menyapanya atau aku memang tidak ingin menyapanya aku tidak mengerti.

Yang aku tahu aku seolah masih belum siap melewati malam pertama ini dengannya.

“Tidak tidur Dien?”, Galih kembali membuyarkan lamunanku.

Aku gugup, entah aku harus jawab apa. Aku kira dia akan memintaku untuk melayaninya malam ini layaknya seorang pengantin baru.

“Ehmmm.. Belum. Aku belum bisa tidur”, kataku singkat

“Tenang saja Dien, aku tidak akan menyentuhmu sedikitpun jika itu yang kamu mau”, kata-kata itu benar-benar mengagetkanku karena begitu baiknya Galih mengerti keadaanku  sedangkan aku istrinya yang seharusnya menurut padanya.

“Galih. Kamu adalah suamiku. Sudah seharusnya aku menurutimu dan semua atas diriku adalah milikmu. Sudah sepantasnya kamu melakukannya layaknya pengantin baru lainnya aku tidak pernah memintamu untuk tidak menyentuhku”,

Aku sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja keluar dari mulutku, tapi kenyataannya Galih memang harus merasakan kebahagiaan malam ini dan aku tidak boleh egois.
Bukankah istri yang sholehah yang akan mencium surga?

            Galih menghampiriku. Jantungku berdebar kencang. Dan aku pasrah saja karena ini adalah hal yang sepantasnya bagi pengantin baru.

Galih duduk disampingku di tempat tidur dan dia memegang pundakku.

“Dien, bukan seperti ini yang aku mau. Meskipun kamu adalah istriku, bukan berarti aku harus memaksamu untuk melakukannya. Aku tidak ingin melakukannya lantas kamu sendiri tidak merasakan kebahagiaan. Aku ingin melakukannya jika kamu benar-benar ikhlas melakukannya denganku. Aku bisa pahami kamu”.

Dengan senyuman dia berkata padaku. Aku semakin merasa berdosa jika aku memperlakukan suamiku sendiri seperti itu.

            Galih memandangku, menatapku lekat-lekat, dan tak ada raut senang yang bisa kutampakkan pada Galih dan aku sangat yakin Galih mengerti bahwa aku masih belum siap malam itu.

“Ya sudah, aku keluar dulu pesan makanan. Kamu  mau makan? Nanti aku pesankan”, kata Galih mengalihkan pembicaraan.

“Tidak usah Galih”, jawabku singkat.

“Ya sudah kalau begitu kamu langsung  tidur saja, sepertinya kamu sangat kelelahan” dan Galih langsung bergegas keluar kamar.

            Maafkan aku Galih karena aku belum bisa melakukannya malam ini.

Aku tidak ingin disaat kita melakukannya yang terlihat dimataku bukan kamu, tapi Fajar,sungguh itu akan semakin menyayat hatiku dan akan semakin menyakitkanmu jika kamu tahu.



Tbc .

Demi MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang