Mimpi Misterius

604 14 1
                                        

Diantara banyaknya cerita yang tersurat sesunggunya ada cerita yang tersirat, yang belum diceritakan oleh siapapun dan kepada siapapun; 95 masehi: Tanah jawa waktu itu masih di selimuti kabut misteri, sejarah belum bergulir dan kerajaan belum ada yang berdiri.

   

       Mimpi Misterius

    SANGAT tiba-tiba. Semuanya terjadi dengan sangat tiba-tiba. Sehingga Dewaya jadi terpana, saat harus menyaksikan seputar di mana dirinya berada. Bahkan akal sehatnya seolah susah dipaksakan untuk menerima tetapi segalanya sedang terjadi dan harus di terima walaupun itu tak masuk akal.

Apa yang di lihatnya kini, berbeda dari apa yang dia saksikan sebelumnya. Dalam hatinya jadi bertanya,
“Dimanakah diriku sekarang ini, berada?”
Karena ia seperti berada di negri dongeng yang sangat asing. Negri antah-berantah, yang segalanya remang-remang, penuh kabut — tidak seperti malam juga tidak seperti siang.
Tetapi, Dewaya hanya bisa terdiam meskipun hatinya dicekam sejuta pertanyaan. Hanya sesekali dahinya berkerut-kerut sedang matanya terus berputar memandangi ketakjupan yang seumur hidupnya baru kali ini ia alami.
Belumlah debar jantungnya mereda, tiba-tiba dihadapannya muncul seberkas cahaya.
Cahaya yang kecil, mungkin karena agak jauh. Namun semakin lama cahaya tersebut semakin membesar, mungkin karena semakin dekat. Sehingga tempat yang semula temaram, remang-remang pun jadi agak sedikit terang.

Tidak sampai disitu saja, agaknya cahaya tersebut masih saja terus maju, maju menuju kearahnya, dan semakin lama terangnya semakin benderang. Sangat benderang, seolah-olah seperti hendak memakan semua warna. Saking terangnya sampai-sampai semua benda disekelilingnya tidak nampak sama sekali, hilang oleh kemilau yang menyilaukan.

Lama Dewaya mematung, bingung, memandangi cahaya yang terus berderak, mendekat. Sampai kemudian cahaya itu seperti menelan tubuhnya. Jarak antara cahaya dengan tubuhnya hanya tinggal beberapa jengkal saja.
Namun Dewaya hanya bisa diam, tercengang, bahkan ketika tubuhnya hilang dimakan kemilau cahaya tersebut ia tetap diam.
Hanya satu yang terbersit dalam takutnya, jika-jika terang cahaya itu akan merusak mata, karena terlalu menyilaukan.
Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, meskipun cahaya tersebut dekat dan bahkan menelan tubuhnya, ternyata tidak berpengaruh sama sekali dengan penglihatannya. Bahkan, cahaya tersebut terasa agak sedikit sejuk dimata. Namun saat dipandangi seluruh anggota tubuhnya, tangan, kaki, serta semuanya, seolah semua telah lebur, hilang, menyatu ke dalam cahaya itu.
“Sinar apakah yang ada dihadapanku ini, dan darimana berasal?” tanya hati kecilnya yang seperti ikut lebur menjadi teka-teki, membuat debaran-debaran, serta keterkejutan yang tak terjawab segera, yang kini kian sesak memenuhi lorong hatinya.

Belumlah surut keterkejutan yang satu, tiba-tiba datang kembali keterkejutan lainnya. Sesaat kemudian, setelah cahaya tersebut berhenti.
Betapa tidak, dari pusat cahaya tersebut tiba-tiba terlihat ada sesosok tubuh yang menyembul, keluar. Adalah tubuh seorang gadis dengan paras yang jelita — yang tak tahu, mengapa tiba-tiba saja muncul dari siitu — gadis itu seolah berusaha keluar dari gamitan cahaya yang meyilaukan.

Dengan seksama serta jantung yang berdebar, seluruh pengamatan Dewaya tertuju pada pusat cahaya tersebut. Bahkan dicobanya untuk lebih mendekat agar lebih jelas, agar benar-benar nampak dengan sejelas-jelasnya, cahaya apakah itu?
Namun belumlah tubhnya mendekat, gadis itu telah lebih dahulu keluar, sejenak tubuh Dewaya surut kebelakang sehingga nampak dengan jelas tubuh tinggi semampai perempuan yang ada dihadapannya itu, dari kaki gadis itu tersembul tangga kecil berundak-undak seperti pelangi yang dengan sendirinya bermunculan bersamaan ketika kaki gadis tersebut terjulur keluar. Setapak kakinya terjulur lagi seketika itu pula langsung keluar lagi telatah baru dan gadis itu langsung menapak ke tangga-tangga lagi.
Dengan pelan gadis itu menuruni tiap undakan yang memanjang melewati bias-bias terang.
Yang lebih menggetarkan hati Dewaya adalah saat ia melihat bias-bias cahaya yang menggambar seperti sulur-sulur yang segera membentuk telatah tangga-tangga — dan ujungnya yang memanjang seperti menjulur dan akan berakhir tepat di hadapannya — sedang gadis itu pelan perlahan-lahan telah keluar penuh dari bulatan cahaya tersebut. Melenggang dengan langkahnya yang anggun melambai, seperti langkah seekor macan yang kelaparan, tubuhnya tinggi semampai, berkulit putih bening, sebening warna salju di puncak gunung Himalaya.
Sedang rambutnya panjang sebahu, serta hitam mengkilat tergerai seperti ditiup angin walau disitu tak ada angin yang berhembus. Gadis itu berkain merah kecoklat-coklatan serta mengenakan selendang kuning yang melingkar, melilit indah melewati pundaknya yang ramping.

Ajisaka srayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang