Angin siang bertiup tak kencang juga tak pelan, sepoi-poi, menerbangkan aroma pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan. Sudah agak lama Dewaya berdiri sendiri di atas haluan depan kapal, memandang jauh hamparan air laut yang kebiru-biruan, bundar berkeliling, mengitarinya, ia seperti berdiri di tengah piring besar yang mengurung. Semakin lama ia memandang di kejauhan hatinya jadi merasa seperti kecil, terbersit kata, ''sekuat apa daya yang manusia punya, ah... di hadapan alam ini teramat kecil, tak ada apa-apanya, kecil dan nista, tak punya kuasa jika dibandingkan hamparan laut yang maha luas ini''.
Tujuh hari sudah Dewaya beserta rombongan mengarungi lautan dengan empat buah kapal yang tak begitu megah.
Adalah kapal pemberian dari sang raja Indrawarman, raja muda Palawa. Setiap kapalnya berkapasitas sekitar empat puluh orang tersebut pun tidak di isi penuh, setiap kapalnya hanya memuat lima belas orang saja bahkan kapal yang satunya, yang paling belakang hanya berawak lima orang karena kapal tersebut memuat perbekalan dan barang. Siang makin terik namun gelombang tak begitu garang saat kapal-kapal tersebut me-laju dengan deras menuju ke arah matahari terbit.Sejauh tujuh hari Dewaya beserta rombongannya telah berlayar, namun selama itu pula mereka belum melihat adanya sebuah pulau atau tanda-tanda peradapan, kehidupan masarakat, yang bisa untuk bersandar kapal-kapalnya barang sejenak untuk sekedar mengisi persediaan air minum serta beristirahat beberapa waktu.
Kapal-kapal tetap saja melaju tak henti-henti, karena waktu bukanlah jadi ukuran dalam misi yang tengah ia jalankan kini, sukses dan tidaknya hanya ditentukan oleh ketulusannya sebagai seorang resi dalam menjalankan darma menyebarkan ajaran suci Hindu ke segenap penjuru. Dan kini mereka terus saja menuju kearah timur mengikuti arah hembusan angin siang yang makin lama makin terasa panas dan bertambah menyengat.Terik matahari yang semula berawan kini agak sedikit menyengat membuat sebagian awak kapal, sejenak-sejenak berteduh dibalik bayangan pancang-pancang layar, tak tahan terhadap panas yang makin lama semakin seperti hendak membakar punggungnya.
Dewayawarman
Sebenarnya Dewaya bukanlah seorang pelaut, dia hanya seorang Resi muda yang diutus oleh Raja Pallawa Indrawarman Dewa, menyebarkan kebaikan, darma, ajaran Hindu ke penjuru dunia. Dan bukan hanya Dewaya, masih ada lainnya, semua yang diberangkatkan jumlahnya ada dua puluh lima rombongan armada yang juga sama; mengemban amanat suci dari Raja muda Indrawarman-dewa, akan tetapi mereka bepencar ke segala penjuru angin, setiap regu masing-masing dibekali empat buah kapal. Bagi seorang resi termasuk juga Dewaya, menjalankan amanat Rajanya adalah sebuah darma, sekaligus sebuah kehormatan besar tentunya, sebab sudah menjadi keyakinan kaum Hinduis bahwa seorang Raja adalah kepanjangan tangan dari Dewa, atau bisa dibilang Raja adalah Dewa, Brahman, yang turun kebumi yang ditugaskan untuk mengatur kesejahteraan hidupan manusia dimuka bumi. Jadi menjalankan titah Raja sama halnya dengan menjalankan amanat para Dewa. Sedangkan bagi Indrawarman, tugas tersebut bukan semata sebuah misi dalam mencapai kepentingan pribadi dirinya sebagai Raja atau demi satu tujuan kenegaraan tertentu, melainkan murni sebuah pelaksanaan "Maha ikrar" yang pernah diucapkan di hadapan mendiang ayahnya Gusmudyawarman juga dihadapan rakyat Pallawa ketika ia di lantik sebagai Raja muda, yakni untuk mengabdikan diri selain sebagai Raja juga sebagai seorang Resi yang mempunyai tanggung jawab untuk mengabdikan diri tergadap darma ajaran suci Hindu.
Zaman tersebut masih di sebut zaman Wedha, karena pada waktu itu kitab yang di susun Bagawan Wiyasa atau yang lazim disebut Krisna Dwipayana Wiyasa masihlah terbilang sangat muda.
Dahulu kala, sebelum kitab-kitab tersebut di persatukan, konon karya-karya sastra hasil dari kedalaman olah batin para pujangga yang berlainan tempat dan latar belakangnya tersebut jumlahnya sangat banyak, berserakan di sepanjang tanah Hindustan. Lalu dengan di bantu empat muridnya, melewati perjalanan yang panjang kitab-kitab tersebut disatukan, dirangkum menjadi satu kitab besar yang kemudian disebut Wedha. Dalam pada itu kemudian, karena kitab tersebut teramat besar maka Krisna Dwipayana Wiyasa membaginya dalam empat bagian atau yang disebut catur Wedha.
Dalam usahanya menyusun kitab Wedha, Maharesi dibantu oleh empat muridnya dan diantara ke empat muridnya tersebut, salah satunya adalah Resi Jaimani, yakni guru dari Gusmudyawarman Dewa, Raja pertama Pallawa - Tentu saja kemudian banyak para bangsawan serta kerajaan-kerajaan lain yang menaruh hormat kepadanya, karena memang, dalam ajaran Hindu bahwa kedudukan Brahmana satu lapis lebih atas dari kasta Satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajisaka sraya
Historical FictionHukum adalah sebagai timbangan dan keseimbangan buat kehidupan manusia dan juga buat jagad raya ini, anakku. Karena ada hukum yang lahir bukan dari kesepakatan bersama antar mausia, yakni hukum alam. Sedangkan hukuman adalah, penjabaran dari sebuah...