Menaklukkan Dua Kepala Rompak

214 6 0
                                    

Tetapi Sowala tidak langsung menyerang Dewaya yang habis terkena serangannya, yang sebenarnya masih lemah, melainkan berjalan mundur, menghampiri tubuh kakaknya yang terkapar, lalu di lompatinya kebelakang dan di tepuk serta di usap tubuh kakaknya yang telah lunglai itu.
"Baik, jangan kau kira aku tak berani melanjutkan pertarungan ini, resi sialan. Tapi aku masih menunggu kakakku bangun." ucap Sowala kemudian, sambil memandang tajam kearah Dewaya.
Mendengar kata kata tersebut Dewaya langsung terperanjat, "Kakaknya bangun, apa maksudnya?" gumam Dewaya dengan keheranan yang bertambah, apalagi ketika melihat tiba-tiba tubuh Sandata yang telah terkulai itu benar-benar bangkit kembali.
"Hemmm...... Ini mustahil, sesakti apapun orangnya yang terkena pukulan keras seperti tadi kalau tidak mati pasti akan lama untuk memulihkan lukanya, "Ini benar-benar aneh...", bisik hati Dewaya kembali, lirih.
Namun dalam situasi pertempuran seperti itu tak mungkin bagi Dewaya untuk berfikir lama karena pertempuran harus berlanjut kembali.
"Siapapun dirimu aku tak perduli, sekarang terimalah yang ini." Teriak Dewaya.
Kali ini Dewaya tidak kagi menunggu diserang, dia menyerang lebih daulu.
Bahkan kali ini dengan kecepatan yang penuh ia langsung mendesing, gerakannya seperti angin dan nyaris tak terlihat oleh mata biasa biasa.
Namun bagi kedua kepala rompak yang namanya di takuti oleh setiap orang yang hendak melewati lautan sekitar Nusa Angin tersebut agaknya gerakan itu masih dapat di deteksi dan mereka dapat menghindari, selanjutnya kembali terjadi jual beli pukulan, mereka saling balas membalas dengan kecepatan yang luar biasa hingga di arena pertaungan tersebut tercipta sebuah pusaran angin yang penuh dengan debu serta daun-daun kering yang berterbangan ke angkasa. Siang perlahan naik, dan kini hari telah sore. Pertarungan belum juga usai.
Usaha Dewaya tak sia-sia setelah hampir berulang kali, bahkan lebih dari lima kali serangannya luput, salah satunya kemudian ada yang tepat mengenai tubuh salah satu dari kedua orang tersebut, tetapi mereka selalu bangkit kembali setiap kali yang lainnya melompati tubuh yang terjatuh tadi. Berkali-kali satu dari musuhnya jatuh tetapi kembali bangkit dan bangkit kembali. Sampai Dewaya merasa putus asa memahami kejadian itu. "Hemm.... Begitu ya..." gumamnya.
Tapi Dewaya tidak berhenti memahami 'mengapa bisa demikian?'.
"Ya... Kini aku telah sedikit faham," ucap Dewaya bergumam dalam hati, "itulah rahasianya, ketika satu terjatuh dan yang satunya melompati tubuh lainnya maka yang terjatuh dan mungkin saja mati — itu ternyata dapat kembali segar, atau hidup kembali."
Sejenak Dewaya jadi teringat pada cerita Gurunya, Jaya Darma. Di suatu malam ia pernah bercerita tentang kisahnya, ditepi hutan mati arah selatan yang sangat jauh dari negeri Pallawa dia pernah diserang oleh sekawanan Begal. Begal-begal tersebut adalah murid pertapa sakti yang bernama Gagadama, mereka, kepala rampok tersebut merasa tak senang dengan sikap Jaya Darma yang telah membantai anak buahnya yang sering beraksi di kampung, lalu pimpinan begal tersebut mendatangi kediaman Resi Jaya Darma, mengepungnya. Namun waktu itu sang resi tak ada di tempat maka yang jadi korban adalah beberapa murid Padepokan. Sekembalinya sang resi yang mendapati beberapa muridnya terluka bahkan ada yang mati, langsung mengejarnya, mengikuti jejak mereka hingga sampai di hutan mati. Di tempat itulah ternyata para perampok tersebut telah menanti, dan sang resi disergap dari kedua arah, lalu terjadilah pertarungan yang hampir sama dengan yang di alaminya kini, ketika yang satu mati yang lainnya melompati tubuh yang telah mati dan tubuh yang di lompatinya pun hidup kembali. Dan kini Dewaya seperti mendapat pencerahan karenanya, ia seperti telah tahu jawabannya, yakni ia harus mengadu dua tubuh musuhnya tersebut seperti yang Resi Jaya Darma lakukan dahulu.
Namun meski ia telah tahu jawabnya ia bergumam, "Tapi tidak. Aku tidak ingin membunuh kedua orang ini, aku tidak akan mengadu kedua tubuh orang ini karena jika di adu tubuhnya kedua orang ini pasti akan mati bersama-sama."
Pertarungan masih berjalan, meskipun Dewaya terus saja mengingat-ingat, namun tubuhnya terus berkelit kian kemari menghindari tiap serangan yang semakin cepat, pertarungan pun semakin sengitnya, alot, dan belum bisa di pastikan siapa yang bakal keluar menjadi pemenangnya. Ketiga petarung tampak air mukanya sudah kuyu, tak terkecuali Dewaya, pun seperti telah enggan melangkahkan kaki-kakinya. Mereka; ketiganya sebenarnya sudah ingin agar pertarungan segera di akhiri. Hari semakin naik, matahari sepertinya akan segera sembunyi, tetapi teramat sulit untuk menyudahi pertarungan tersebut karena belum ada tanda-tanda siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya.
Maka Dewaya mengambil inisiatif setiap gerakannya agar tidak terlalu menguras tenaga, ia lebih banyak menghindar dan memberi jarak pada lawannya. Namun lain Dewaya lain pula dengan kedua pemimpin rompak. Mereka berdua sangat berambisi sekali untuk segera merampungkan musuhnya, "Hai Resi sialan, kali ini kami berdua tak akan main-main lagi, terimalah ajalmu."
"Lakukan saja jika kalian bisa."
Kedua lawannya nampak emosinya semakin menyala, mereka seperti memaksa, meski tubuhnya telah lelah. Maka mau tak mau Dewaya pun harus sedikit menaikkan tensi, namun ia tetap seksama namun tetap mengontrol tenaganya baik dalam menyerang ataupun menghindar agar bisa menghemat tenaga, dan ketika dirasa ada kesempatan yang tepat untuk menyudahi pertarungan pun segera Dewaya manfaatkan sebaik-baiknya, yakni ketika datang satu serangan yang di lakukan Sowala yang penuh ambisi tetapi lengah dalam pertahanannya Dewaya pun langsung berkelebat dengan gerakan super cepatnya, adalah ajian Napak Sancang, sebuah ajian yang menitik beratkan pada gerak ringan tubuh yang dipadu dengan gerakan tenaga dalam kelas tinggi yang membuat gerakannya menjadi cepat secepat kilat. Adalah ajian gerak cepat, tercepat dari yang paling cepat yang Dewaya miliki, bahkan Sowala yang datang menyerang dibuatnya kehilangan pandangan, tak melihat tubuh Dewaya yang berkelebat kearahnya, tiba-tiba saja musuhnya itu telah berada di samping.
Dicarinya oleh Sowala kekanan dan kiri, ia kebingungan kearah mana musuhnya berderak namun ternyata Dewaya telah berada tepat di belakangnya, dan tak urung satu pukulan dahsyat tepat mendarat ditubuhnya. Dewaya memang sengaja menyimpan ajian tersebut untuk digunakan disaat-saat genting seperti saat ini, sebab ajian Napak Sancang sangat membutuhkan tenaga dalam yang sangat besar, jika di keluarkan semenjak tadi sudah pasti ia akan kehabisan tenaga. Bahkan jika ingin mengeluarkan kembali atau kedua kali pun agaknya membutuhkan waktu jeda yang lama, bahkan dalam pertarungan seberat itu bisa dikatakan hanya bisa di keluarkan sekali, itupun tidak akan lama paling hanya sepuluh menit.

Ajisaka srayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang