Hukuman?

2K 113 0
                                    

Sina POV

"Aku mencintai mu, bisa kau katakan sesuatu?" tanya ku tak sabaran melihatnya terdiam sepanjang waktu membuat ku gelisah menerima tatapannya yang tak berani ku artikan secara harfiah.

"A...aku...aku ingin pulang. Maaf" ucapnya berlari meninggalkan ku termangu.

"Dia menolak mu?" Odi mendekat. "Lagi?"

"Waahh" Ando merangkul ku. "Ku rasa keberuntungan mu sudah berakhir"

Menolak ku? Lagi? Sudah sejauh ini aku melakukannya dia tetap menolak ku? Aku tak terima dipermalukan seperti ini. Di depan semua orang seharusnya ia mengatakan sesuatu, bukan malah menggantung ku.

Ku alihkan gitar ku pada Ando. Mengejarnya satu-satunya yang harus ku lakukan saat ini.

"Bukan kah kau si pimilik mata itu?" suara ketus seseorang menghentikan ku yang tergesa-gesa.

Aku menoleh mendapati pria si pemain pianis berdiri bersandar pada pohon. Tak ada orang lain di area parkiran ini selain kami berdua. "Simpan pertanyaan mu itu, aku sedang buru-buru" namun suaranya kembali menghentikan kaki ku yang baru berjalan satu langkah.

"Harusnya kau sadar arti dari seorang wanita melarikan diri dari pria yang sedang menembaknya" senyum miring tercetak di wajahnya. "Pria lemah seperti mu tak pantas menjadi kekasihnya"

Wajah ku mengeras. "Jangan menilai kalau kau tak mengerti apa pun"

"Aku sangat mengerti maka dari itu aku berani menilai mu" tangan ku mengepal. "Memberinya mata mu, membuatnya menderita hingga ingatan yang hilang. Sedangkan kau...bersenang-senang, melupakan segalanya"

"Siapa yang kau maksud?"

"Disini hanya ada kau, aku sedang bicara pada mu"

"Kau salah orang"

"Tidak. Kau orangnya. Kau orang yang merenggut segalanya darinya"

"Darinya?"

"Dapatkan ingatan mu secepatnya sebelum semuanya terlambat"

Ingatan? Aku terperangah dan berubah menelisiknya. "Kau...tau sesuatu?"

"Sudah ku katakan aku tau segalanya" ia menatap ku datar. "Ingatan mu adalah kuncinya. Segeralah kembali dan perbaiki...ah...salah, kau tak akan bisa memperbaikinya karena semuanya sudah terlambat. Takdir terlanjur memutuskannya"

"..."

"Apa kakek mu menyembunyikan semuanya dari mu?"

Kakek? Dahi ku mengerut.

"Aaahhh...tidak mungkin ia membuat cucunya menderita lagi. Kakek kesayangan mu itu sangat mengagumkan, ya?" remehnya. "Semoga kau akan membayar penderitaannya setelah ingatan mu kembali. Sampai jumpa di tempat peristirahatan terakhirnya" ia berbalik pergi.

Peristirahatan terakhir? Omong kosong apa yang tengah dibicarakan nya?

Kenapa? Kenapa ingatan yang hilang itu kakek juga tau? Apa kakek juga berperan?

Qiya, gadis itu, ingat ku segera mencari motor dan melaju mencarinya.

*****

Qiya POV

"Kita bicara sebentar, Qiya" Feldy mengejar ku setibanya di rumah. "Qiya! Qiya! Kita perlu bicara" tangannya berhasil menahan ku menaiki tangga menuju kamar.

"Aku ingin istirahat" ucap ku malas.

"Qiya..."

"Kau sangat tau kan seberapa penting kesehatan ku sekarang demi menghidupi satu orang yang lebih penting"

Mrs. GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang