Qiya POV
Pada siapa ku deskripsi kan lantunan hidup yang ku jalani ini? Dan bagaimana cara ku mendeskripsikan nya jika hati ini hanya merasakan haus akan perhatian, kosong, dan pada akhirnya membeku, menyembunyikan hal-hal yang membuat ku banyak berubah, mengunci diri dalam ruangan gelap. Ntah berapa potongan-potongan waktu yang terbuang, menghapus kenangan demi kenangan dan menjadikannya cangkang kosong.
Ribuan tangan tercipta memiliki pegangan nya masing-masing, namun tak satu pun tangan terulur pada ku. Semua orang punya alasan menandai bahwa tempat mereka begitu cerah, namun tak satu pun tempat memberi ku alasan untuk menikmati secerah apa yang mereka rasakan.
Hampa. Sandiwara tanpa mimpi. Itu lah yang ku punya hingga kini.
Kerap kali aku berharap menemukan alasan untuk tersenyum, mengingat banyak nama untuk di kenang, mendefinisikan kehadiran ku ketika satu suara memanggil ku. Namun, yang bisa ku lakukan hanya berteriak tanpa tau apa pun, mencairkan siksaan tanpa mau membebaskan ku.
Dan ku tau kebebasan itu sekedar angan yang mengambang tanpa jejak.
Jika kebahagiaan tak memihak ku, apa aku di perbolehkan menulis daftar bahagia semu ku sendiri? Agar kelak ketika seseorang menanyai ku, aku punya jawaban nya dan jawaban itu cukup kuat menopang ketidakmampuan ku untuk meraihnya.
"Kosong?"
Sina. Pria itu berjalan dari kejauhan.
Dulu ia pergi dan sekarang ia kembali, menyuguhkan sebuah ikatan yang sempat memudar.
"Dimana tamu undangannya? Makanan? Cincin? Pesta? Dimana kau sembunyikan mereka?"
Dulu. Ketika malam mulai larut, ia membangunkan ku tanpa suara, menarik ku, mengajak ku menemani sisa malam panjangnya dalam balutan ketakutan dan frustasi. Apa yang bisa gadis cilik seperti ku lakukan kala mata dan hati ku belum mampu memaknai arti dari kata 'Pertolongan'. Pertolongan yang berhasil menidurkan ku tanpa batas waktu jatuh tempo.
"Kau yakin mengadakan acara pertunangan disini?" jaz hitam mewah, penampilan rapi, ia terlihat lebih tampan dari biasanya. "Kau serius mengadakan pertunangan ini?"
Sesuai permintaan ku, malam ini kami bertunangan, tanpa memberi kesan apa pun seperti yang dikatakannya. Datar.
"Rumput, pohon, gedung disana, mereka saksinya. Suara jangkrik disana..." tunjuk ku ke semak belukar di ujung samping kanan ku. "Anggap lah sebagai hiburan penanda kalau kita sedang berpesta. Lalu..." ku keluarkan sebuah kotak kecil dari dalam tas kecil. "Dan ini..." ku buka dan ku perlihatkan padanya, 2 buah lingkaran yang baru ku buat sejam lalu dari ranting pohon beringin di depan ku. "Cincin"
Abaikan reaksinya yang berlebihan. Pesta tanpa kehidupan, sesuai ritme perjalanan hidup ku.
"OH GHOST!" ia mengerang. "Sudah ku peringatkan lakukan dengan benar"
"Ini sudah benar"
"Pembenaran menyambut pemakaman maksud mu?" aku pernah mendengar jawabannya. Ku nikmati reaksinya, tersenyum dalam hati. Andai ia mengingatnya.
Suasana pertunangan meriah, untuk apa melakukan hal tak berguna jika waktu yang ku butuhkan menikmati adegan ini hanya 2 hari, selanjutnya semua akan musnah seperti yang sudah ku tuliskan dalam lembaran kertas berukuran A4.
"Ya tuhan, setan apa merasuki mu?" rutuknya kesal. Ia menilai ku dari atas ke bawah berulang kali. "Kau memungutnya dari tempat sampah?"
"Apa?"
"Penampilan mu hampir sama dengan para gelandangan"
"Bukan masalah"
Ia memutar bola mata. Ntah keberapa kali ia mengerang lagi dan lagi. "Oke terserah" putusnya mengambil cincin buatan ku lalu memakaikannya di jari manis ku. "Giliran mu" ku ambil cincin yang tersisa dan melakukan hal yang sama. "Selesai. Peran mu berakhir. Giliran ku yang bereaksi. Ayo!" dan lagi ia menarik ku tanpa menunggu persetujuan ku. Pemaksaan tanpa penolakan. Selalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Ghost
Romance[Completed] Orang-orang memanggilnya Mrs. Ghost. Tak ada yang tau nama aslinya. Sejak kejadian malam itu, aku penasaran dengan sosoknya yang kelam, sekelam kepribadian & penampilan nya. Hingga hati ku berkata mungkin Gadis misterius itu lebih coco...