Mengintipnya Diam-Diam

2.5K 182 2
                                    

Sina POV

Tak ada hantu, tak ada dia. Gosip mengenai kedekatakan ku dengannya juga musnah. Semua kembali normal, bersikap layaknya tak saling mengenal. Aku dengan kebiasaan ku dan dia...ntah lah, aku tak mendengar kabarnya lagi bahkan bertemu dengannya hanya ketika jadwal mata kuliah kami sama. Dan pertemuan itu terjadi sekali dalam seminggu. Sejak kejadian malam itu, lebih tepatnya sebulan yang lalu, aku tak lagi mencampuri urusannya. Cara pandang dan sikap orang-orang terhadapnya belum juga berubah. Begitu pula sebaliknya, kehidupan nya bagai misteri di mata siapa pun.

Sesekali aku pernah sekedar berpapasan dengannya. Kepalanya yang selalu menunduk dalam-dalam dan berjalan sendirian tak lepas dari ekor mata ku. Dia yang tak menyadari keberadaan ku atau memang dia tak mau menyadari lingkungan sekitarnya membuat ku kadang berpikir dunia seperti apa yang diselaminya selama ini.

Namun, mengingat kejadian waktu lalu kembali mengurungkan niat ku untuk memikirkannya yang akhirnya akan kembali menjerumuskan ku menghadapi hantu-hantu sialan itu meski pendapat ku maupun teman-teman ku berubah mengenai dia lah yang mengirim hantu-hantu itu pada ku. Melihatnya malam itu kami yakin beberapa gosip mengenai dirinya sedikit berbeda, tapi tak membuat kami mengubah niat untuk tak menjalin pertemanan dengannya.

Teringat malam itu, dimana Afdal, Ando, dan Odi tertidur pulas. Tersisa aku dan dirinya yang belum juga berhasil memasuki alam mimpi. Dia dengan ketidak nyamanan nya dengan posisi aku dan Afdal memeluk kedua lengannya dan kaki kami menjepit kedua kakinya. Dia sama sekali tak memejamkan mata. Sedangkan aku diam-diam mengintipnya dengan berpura-pura tidur. Posisi kami kala itu terkadang membuat ku tertawa sendiri.

"Minggu depan kita di undang ke acara resepsi pernikahan sahabat sepupu ku sebagai pengisi acara" jelas Afdal usai latihan vocal.

"Oke"

"Ngomong-ngomong nanti malam Afiya mengundang kita memeriahkan acara ulang tahun nya di club biasa. Bagaimana?" jelas Odi kemudian.

"Tak masalah, aku setuju"

"Aku ngikut saja"

"Bagaimana dengan mu?" tanya Ando pada ku.

Aku yang tengah asyik memetik gitar, berhenti sejenak. "Wanita seksi, bir, pesta, dan kamar. Apa perlu kalian meminta persetujuan ku jika menyangkut keindahan fatamorgana itu?" jawab ku tersenyum miring.

Ketiganya menggeleng, tersenyum nakal.

"Kau tak bosan gonta-ganti pacar? Coba lah salah satu jadikan patokan. Sehari putus, sehari kemudian dapat yang baru. Ganti popok saja terus" ledek Odi.

"Bukannya dia tak mau menjadikan salah satunya patokan, masalahnya orang yang ingin dijadikan patokan diluar nalarnya untuk mendapatkannya" celetuk Afdal.

"Siapa? Jessi? Sherly? Alia? Atau si sok polos Dina?" absen Odi satu per satu wanita yang pernah menjadi kekasih harian ku.

Aku mendengus. Afdal menggeleng seraya menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan ke kiri.

"Atau si misterius MG?" tebak Ando.

"Kenapa kau bawa-bawa namanya?" aku sedikit terganggu mendengar namanya disebut kembali.

"Memangnya kami buta? Mata mu selalu beralih padanya setiap ada kesempatan" timpal Afdal. "Kau mulai tertarik padanya setelah malam itu? Atau memang kau tertarik padanya sejak awal?"

"Kapan aku melakukannya?" sergah ku tak terima. Aku memang kerap kali mencuri pandang padanya bukan karena aku ingin tapi sesuatu sering kali menarik ku untuk meliriknya sekilas. "Aku sama sekali tak tertarik padanya, hanya saja setelah kejadian malam itu kita sama sekali belum mengucapkan terimakasih padanya. Apa kita tak keterlaluan?" pikir ku membuat alasan yang seutuhnya benar.

Mrs. GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang