Taek Gun menatap surat keputusan itu dengan kesedihan mendalam. Tidak ada air mata yang jatuh dari kedua matanya.
'Ini sudah melewati waktu yang kami perkirakan.'
'Tunggu sampai beberapa hari lagi, dokter.'
'Mungkin Anda memang harus menanda tangani surat ini dan mengikhlaskan semuanya.'
'Tolong, tunggu sampai beberapa hari lagi. Jaebum pasti kuat.'
'Kami beri waktu dua kali dua puluh jam untuk memutuskan semuanya.'
Taek Gun dengan susah payah menelan ludah pahitnya. Tangannya mulai bergetar memegang surat keputusan itu. Surat pelepasan alat medis dari tubuh Jaebum dan pada saat itu otomatis Jaebum akan... Taek Gun menggeleng samar. Ia tidak bisa membayangkannya.
"Kalau memang itu yang terbaik, kita ambil saja. Dokter sudah bilang, kalau Jaebum koma lebih dari satu minggu dan tidak ada perkembangan sama sekali, itu artinya sudah tidak ada harapan. Kita tidak bisa menyiksa Jaebum seperti ini, Appa." Chaeyoung memeluk Taek Gun dari samping dengan erat. Suaranya serak dan matanya sembab. Ia menangis sejak surat itu diberi dan meminta persetujuan dari pihak keluarga.
Taek Gun berusaha tersenyum kepada Chaeyoung. Taek Gun tidak akan membuka suara. Karena, ia yakin, jika ia membalas ucapan Chaeyoung, maka ia akan sama seperti Chaeyoung. Menangis tanpa henti dan kembali terlihat seperti kayu rapuh yang siap patah kapan saja saat ada yang menyentuhnya.
***
Lisa menatap dirinya di cermin. Terlihat sangat manis dengan dress berwarna krim longgar selutut berlapis tile yang lebih tinggi dari tile sebelumnya. Dan rompi jeans biru dongker bermotif bunga-bunga kecil menggemaskan. Serta rambutnya yang lurus di bawah bahu dibiarkan tergerai begitu saja tanpa poni.
Lisa meraih ponselnya dan mengirim line kepada Mark kalau ia sudah siap pergi. Lisa meraih tas di balik pintu dan segera melangkah keluar. Ia akan menunggu Mark di teras.
Cukup lama Lisa menunggu Mark datang. Hampir lewat lima belas menit Mark baru sampai dengan motor Ninja nya yang biasa Mark pakai saat menjemputnya pulang kerja. Lisa segera mendekat dan menutup pintu pagar rumahnya.
"Kita mau kemana ?" Tanya Lisa dengan sangat antusias.
Mark tertawa melihat Lisa yang begitu antusias hari ini. Mark menyerahkan helm kepada Lisa dan meminta Lisa naik tanpa memberitahu gadis itu akan kemana ia hari ini.
Lisa tidak canggung lagi untuk memeluk pinggang Mark dan bersandar pada punggung Mark dengan sangat nyaman. Yah, Lisa ingin membiasakan diri seperti ini. Karena, besok adalah hari pernikahannya dengan Mark. Besok ? Yup
"Kita mau kemana ?" Lisa kembali bertanya.
"Menjenguk temanku. Dia baru saja masuk rumah sakit. Kemarin aku mau menjenguknya tapi tidak ada teman," Jawab Mark. Entah, itu hanya alibi atau memang benar.
Lisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan kembali melingkarkan kedua lengannya lebih erat. Nyaman ? Tentu saja. Mark calon suaminya dan mau tidak mau, ia harus merasa nyaman saat bersama Mark.
Lisa pikir rumah sakit itu jauh. Tapi, ternyata dugaan Lisa salah. Hanya butuh waktu dua puluh menit dari rumahnya untuk sampai di rumah sakit. Lisa turun dengan perlahan setelah Mark memarkirkan motornya.
"Rambut kamu berantakan." Ucap Mark seraya membenarkan rambut Lisa yang sedikit berantakan karena angin.
Lisa segera melingkarkan lengannya pada lengan Mark. Bergelut manja kepada laki-laki itu yang selalu membuatnya merasa begitu nyaman. Tidak peduli di mana tempatnya. Yang penting, Lisa bisa segera merubah rasa nyaman sebagai teman itu menjadi nyaman dalam artian kata cinta.
"Kamar nomor berapa ?" Tanya Lisa saat Mark menekan lantai tiga di dalam lift.
Mark menatap Lisa dengan alis yang terangkat dan kemudian memberikan kecupan kecil di kening Lisa yang membuat Lisa semakin melingkarkan lengannya dengan manja.
"Kamu nggak mau nemuin seseorang ?" Tanya Mark.
"Siapa ?"
"Nggak jadi deh. Ntar kamu ngambek." Mark tertawa kecil dan kembali memberikan kecupan di kening Lisa saat Lisa mulai menekuk wajahnya.
Ting! Pintu lift segera terbuka dan Mark melangkah seraya terus melempar senyum kepada Lisa yang semakin bergelut manja padanya. Mark selalu merasa gemas dengan tingkah Lisa yang seperti ini. Sangat lucu dan menggemaskan. Seperti tingkah anak kecil yang bermanja-manja kepada Appa-nya.
"Mark," desis Lisa.
Mark menghentikan langkahnya saat Lisa tiba-tiba saja berhenti dan mendesiskan namanya.
"Kenapa ? Ayo," Mark meraih tangan Lisa dan menariknya. Sedikit lebih berat karena Lisa seperti menahan langkahnya dan tidak ingin mendekat.Mark melambaikan tangannya pada Jisoo yang tersenyum kepadanya. Jisoo tidak tahu kalau hari ini ia datang dan membawa Lisa. Mark memang tidak memberitahunya. Ia mendapatkan informasi kamar tempat Jaebum di rawat dari Bambam. Dan Bambam tahu dari Jisoo.
"Mark, lo bawa Lisa ? Gue nggak nyangka banget," Jisoo menatap Mark dan Lisa dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Mark mengangguk tanpa suara dan kali ini ia menatap Lisa yang memasang wajah tak suka karena ia sudah membohongi Lisa dengan tujuannya kesini. Mark tersenyum dan menyentuh kedua bahu Lisa. Sedikit menunduk agar wajahnya sejajar dengan Lisa karena Lisa lebih pendek darinya.
"Sekarang, temui Jaebum." Ucap Mark.
Lisa memalingkan wajahnya. "Nggak mau." Ucapnya ketus.
"Chagi ya, kamu mau kita tetap nikah besok, kan ?" Mark bertanya dengan lembut.
Dan kali ini Lisa kembali menatap Mark yang masih menatapnya dengan mata memohon. Lisa segera menganggukkan kepalanya.
Mark kembali tersenyum dan mengusap rambut Lisa dengan sangat lembut.
"Kalau gitu, sekarang temui Jaebum. Kamu boleh meluapkan semua perasaan kamu. Kamu boleh nangis di depan Jaebum. Kamu boleh ungkapin rasa cinta kamu ke Jaebum. Kamu boleh lakuin apapun yang kamu mau. Kamu mau peluk Jaebum. Terserah. Sekarang, kamu masuk." Mark mendekat dan memberikan kecupan beberapa detik di kening Lisa dan kembali menatap Lisa. "Saranghae" Lanjutnya.
Lisa merasakan matanya memanas. Perasaan itu kembali meluap. Perasaannya untuk Jaebum yang sebelumnya sudah hampir mati. Lisa menghambur ke dalam pelukan Mark dan saat itu isak tangisnya terdengar. Lisa tidak tahu kenapa rasanya begitu sakit. Lisa mencoba berbagi perasaannya saat ini dengan Mark. Ia ingin Mark mengerti.
Mark merenggangkan pelukannya dan menepis air mata di kedua pipi Lisa. Mark membukakan pintu dan mempersilakan Lisa untuk masuk ke dalam dan menemui Jaebum.
Mark kembali menutup pintu itu rapat-rapat. Ia ingin Lisa menikmati waktunya bersama Jaebum. Mark menatap Jisoo yang tengah membekap bibirnya dengan salah satu telapak tangan.
"Lo kenapa, Jiss ?" Tanya Mark dengan alis bertaut.
Jisoo menarik napas panjang dan menepis air matanya yang malah semakin deras mengalir.
"Hari ini, semua alat medis Jaebum di lepas. Appanya Jaebum dengan Chaeyoung lagi ngurus semuanya. Dan mungkin ini jadi pertemuan terakhir Lisa dengan Jaebum. Karena, jam tiga nanti, dokter bakal lepas semua alat itu." Jawab Jisoo lirih.
Bersambung ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Gagal ✔
FanfictionApa jadinya jika orang yang kamu sukai tidak pergi ke pernikahan sendiri ? Menyedihkan bukan ?