08: Kepergian

433 25 5
                                    

Sahabat...
Sebenarnya aku tak ingin pergi.
Sebenarnya aku tak siap merindu.
Dan sebenarnya aku tak ingin ada perpisahan.
Namun, karena Allah mengirimkan jarak yang istimewa ini kepada kita, terpaksa aku harus pergi.
-"-

Jiwa ini terbujur kaku. Raga ini terasa lemas. Hati ini terasa begitu menyakitkan bagaikan serpihan kaca yang sedang menancap di atas tangan yang halus. Bahkan mata ini tak bisa menahan tetesan air mata setelah telingaku mendengar perkataan Ayah bahwa besok aku akan segera pergi dari tempat ini. Tempat dimana seluruh keluargaku berlindung.

Jujur, sebenarnya aku belum siap menerima keputusan ini.

Ini memang keinginanku. Tapi waktu yang tidak tepat untuk mengirimku ke Pondok. Bukan besok yang aku inginkan. Seharusnya lebih lama lagi karena aku ingin menyelesaikan Ujian Nasional di Sekolah Menengah Pertamaku.

"Katanya bulan Mei?"tanyaku pada Ayah dengan nada murung.

"Terserah. Ayah sudah beri tau kamu ko' dari jauh-jauh hari. Pokoknya besok kamu ke asrama. Bapak malu sama Pak Rahman karena kamu gak jadi terus asramanya"jawab Ayah dengan segerombolan pernyataan.

Pantas saja kemarin Ayah selalu bertanya padaku seperti:

"Mau bawa apa aja kesananya?"

"Udah merapikan baju belum?"

Dan ternyatah ini jawabannya. Aku harus pergi asrama.

Apakah bisa jika besok aku pergi? Padahal masih banyak tugas sekolah yang belum terselesaikan, pakaian-pakaianku belum dirapikan, dan masih banyak persiapan yang lainnya. Jangan tanyakan apakah hatiku sudah siap atau belum.

Aku langsung teringat pada sahabat-sahabatku.Kami memang sering bersama bagaikan prangko yang sulit dilepaskan dalam sebuah amplop.

Tidak hanya mereka. Aku pun teringat pada seseorang. Yaitu seorang lelaki yang aku kagumi. Aku masih ingat pertemuan yang indah di tempat yang indah.

Menjelang kepergianku ke Pondok Pesantren, aku ingin berjumpa dengan sahabatku. Jika boleh aku pun ingin bertemu dengan dia.

Bibir ini terasa berat untuk mengatakan "aku akan pergi". Tapi mau tidak mau aku harus mengatakannya.

Butuh waktu beberapa menit untuk mengungkapkan semua ini.

"Kalau aku jauh sama kalian gimana?"tanyaku pada Deria, April, dan Ariani yang sedang bermain komputer. Disitu tidak ada Widya karena sekarang ia begitu sibuk hingga kami pun jarang bertemu.

"Kamu jadi asrama?"tanya Ariani dengan cepat. Sebelumnya aku memang sudah menceritakan tentang kepergianku. Aku hanya terdiam dan mencoba untuk tersenyum.

"Sekarang banget, Nad? Berarti nanti kita gak akan shalat bareng lagi, pergi bareng lagi?"

"Paling aku pergi besok sore."jawabku dengan suara lirih.

Kalimat Deria membuat kami meneteskan air mata. Kami saling memeluk dan menangis. Dinginnya angin malam yang terasa hingga ke tulang rusuk menambah keharuan yang sedang kami rasakan.

"Aku selalu ada di hati kalian."tuturku.

Adzan isya sudah berkumandang. Aku yang sedang kedatangan tamu bulanan tidak pergi ke mesjid seperti para sahabatku.

Dalam perjalanan pulang aku mendengar suara pintu yang sulit untuk terbuka. Aku tahu pintu siapa itu.
Seorang lelaki memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru terlihat berjalan berlawanan arah denganku. Dia adalah Aa ramah.

Langkah jalannya cepat sambil tersenyum. Aku segera menundukan kepala setelah dia mulai berjalan dekat denganku.

"Dia". Lelaki yang sudah berhasil membuatku mengaguminya.

Seketika aku pun mengingat Almin. Seseorang yang selalu menjadi topik pembicaraan diantara aku dan sahabatku karena kemiripan wajahnya dengan salah satu member boyband korea yang kami sukai.

Wajah Almin yang tampan, putih nan tinggi memang menggambarkan member boyband korea itu.

Jika bertemu Almin, aku langsung teringat pada April, Ariani, dan Deria. Apalagi Almin satu sekolah denganku.
~~~

Aku bersyukur karena hari ini aku bisa merasakan hari terakhir bersama teman-teman sekolahku.

Setibanya di sekolah, aku berdiam diri diluar kelas sambil menghirup udara segar lalu mendegar lagu white sugar.

Lagu yang terdapat banyak kenangan di dalamnya.
Lagu yang menjadi inspirasi aku menciptakan lagu untuk sahabat surgaku.

Kulihat Almin yang baru datang. Aku memandanginya seakan-akan sedang memandang para sahabatku. Mataku hampir saja meneteskan air mata, namun untung saja aku bisa menahannya.

Ya Rabb, apakah aku harus pergi secepat ini? Meninggalkan orang-orang yang begitu aku cintai. Kuserahkan semuanya padamu. Jika memang ini terbaik untukku, dengan ikhlas aku menerimanya.
~~~

"Teh Nada, asramanya udah UN aja, ya."kata Ayahku mengejutkanku yang sedang belajar.

"Kata Ayah besok?"tanyaku heran.

"Gak apa-apa udah UN aja. Ayah udah bilang ke Pak Rahman untuk diundur. Lebih baik sekarang Teteh fokus dulu sama urusan sekolah Teteh."aku tersenyum lebar bahkan menangis. Aku terharu.

Alhamdulillah akhirnya Ayah bisa mengerti juga.

"Yah, aku ke rumah Deria dulu."aku segera bersiap-siap dan Ayah mengizinkan aku pergi ke rumah Deria.

"Hayy!"ucapku dengan suara pelan kepada Ariani, Deria, dan April yang tengah berbincang-bincang.

"Ehh, Nada?"kaget Ariani.

"Gak jadi asramanya?"tanya April masih dengan keadaan terkejut.

"Udah UN."jawabku sambil tersenyum lalu menghampiri mereka.

"Ya udahlah gak usah asrama."ketus Ariani. "Kalau asrama kan kita jadi susah ketemu."

"Gak gitu juga."ucap Deria datar.
~~~

Waktu begitu cepat berlalu. Hari yang mengaharuskan aku pergi telah menyapa. Tepat satu minggu sudah UN, aku pergi ke pondok pesantren.

Jarak pondok itu memang tidak jauh dari rumahku. Tetapi tak tahu kenapa aku ingin sekali asrama di pondok itu

Sebelum aku pergi, aku mengunjungi Deria, April, dan Ariani. Aku berharap bila mereka tidak melupakanku.

Lagu "Sahabat Surgaku". Itulah lagu yang kuciptakan sebelum aku pergi. Tak ada lagi yang bisa kirimkan selain do'a.

"Jadi keputusan ini udah fix banget?"tanya Deria.

"Aku pergi paling besok pagi."saat itu kami sedang menikmati suasana senja yang indah.

"Kamu hati-hati disana, ya."tutur April. Kulihat mata mereka berkaca-kaca.

"Jaga kesehatan. Jangan mikirin Aa ramah."ujar Ariani dengan nada bercanda.

Air mata kami yang sebelumya hampir membasahi pipi tercegah karena candaan dari Ariani. Kami pun tertawa bersama.

Apakah ini tertawa terakhirku bersama kalian?"

"Ini surat buat kalian."ucapku sambil menyodorkan amplop berwarna biru langit lalu pamit untuk pulang.
~~~

Assalamu'alaikum Sahabat Surgaku...
G.K.Paus
Ku ucapkan terimakasih karena kau telah menyayangi dan mencintaiku dengan sepenuh hati.
Maaf, kini ku harus pergi meninggalkan kalian. Semoga kalian baik-baik saja dan selalu ada dalam lindungan Allah SWT.
Jangan lupakan aku dan paling utama jangan lupakan shalat. Selalu rajin ya ke mesjidnya walau tidak ada aku yang mendampingi kalian..
Tak ada perpisahan diantara kita. Tapi biarlah maut yang memisahkan kita.
Salam Sahabat Surgaku.
Wa'alaikumussalam.

Sepucuk surat yang Nada tulis untuk sahabat-sahabatnya atas kepergiannya.

Walaupun Nada hanya pergi ke pondok pesantren, tapi dengan kepergiannya itu, mereka tidak akan merasakan indahnya merasakan senang dan duka bersama, tawa ataupun tangis.

Tak ada manusia yang ingin berpisah dengan orang-orang yang mereka cintai.
Namun ingatlah. Semua keputusan Sang Illahi dan kita tak bisa mengelakNya. Sebagai hambanya, kita harus menerima dan menjalaninya dengan ikhlas.

Sahabat SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang