Seorang anak perempuan berseragam putih merah sedang berlari dilapangan menuju gerbang bersama kedua kakaknya. Ia membawa selembar kertas putih dengan senyum mengembang diwajahnya.
Sesampainya ia dan kedua kakaknya di gerbang, nampaklah sosok yang ia cari dari tadi. Elly, sang mama. Matanya berbinar melihat mamanya sedang berjalan menuju kearahnya dan kedua kakaknya.
Ketika Elly sudah sampai dihadapan ketiga anaknya. Ia tersenyum. Lebih tepatnya tersenyum kepada dua diantara tiga anaknya tersebut. Ia mengelus kepala anak pertamanya yaitu Leonard dan juga anak keduanya Tere. Hanya mereka berdua, anak kecil yang dari tadi tersenyum pun memudarkan senyumannya sedikit.
Namun seakan tak perduli dengan sikap Elly, anak kecil berambut pendek itu memanggil namanya.
"Mama" kata anak kecil itu.
"Apa?" jawab Elly dengan cetusnya.
Anak kecil itupun memberinya sebuah kertas berisikan gambar seorang laki-laki dan perempuan dewasa dan juga satu anak lakilaki dan dua anak perempuan.
"Liat deh ma. Ara dapet nilai seratus karena gambar itu. mama mau tau ga Ara gambar siapa disitu?" ucap anak perempuan bernama Ara itu kepada Elly.
Elly seakan tak memperdulikan omongan Ara, iapun hanya melipat kertas tersebut dan memberikannya lagi kepada Ara.
"Ayo kita pulang, sayang" Elly mengucapkannya dengan lembut. Namun tatapannya hanya mengarah pada Leonard dan Tere. Sedangkan Ara, ia lupakan.
Elly langsung berjalan menggandeng anak perempuan dan anak laki-lakinya. Ia membantu kedua anaknya itu menyebrang. Elly melupakan satu orang. Ara.
Ara dengan wajah sedihnya berjalan dengan lemah dan lesu mengikuti Elly dan kedua kakaknya. Satu fakta mengenai Ara, ia sangat takut menyebrang jalan. Hingga saat ia menyebrang, ia hampir beberapa kali ditabrak oleh pengendara yang berlalu lalang di jalan itu.
"Ma, Ara takut" bisiknya. Namun sayang, Elly dan kedua kakaknya sudah masuk kedalam mobil disebrang sana. Hal itu membuktikan, tak ada yang akan mendengar bisikan Ara.
Ara terus berusaha menyebrangi jalan itu. Dengan langkah gemetaran, iapun akhirnya berhasil melewati semua pengendara yang tak bisa dihitung berapa banyak yang memarahinya.
Sesampainya disebrang jalan, Ara tidak langsung masuk kedalam mobil. Ia menetralkan detak jantungnya. Ia hanya seorang anak perempuan yang lemah. Tentu saja membutuhkan waktu untuk menetralkan jantungnya akibat ketakutan yang ia rasakan tadi.
Tiba-tiba pintu mobil terbuka. Elly turun dari mobil itu dengan ekspresi datarnya. Bukannya Elly mencemaskan Ara, justru ia memarahi anak perempuannya itu didepan banyak orang yang berlalu lalang di jalan raya.
"Ngapain kamu disitu! Lama banget sih nyebrang doang! Jangan manja jadi anak!" bentaknya.
Ellypun langsung masuk lagi kedalam mobil. Ketika hendak membuka pintu mobil yang sama, Ara tak bisa membukanya. Ia berusaha sekuat tenaga membuka pintu mobil itu. namun tak bisa. Hingga akhirnya jendela mobil itu terbuka dan tampaklah wajah Elly yang memancarkan kemarahannya.
"Ngapain lagi kamu? Didepan kamu! Jangan dibelakang!" bentaknya.
Ara mengangguk lemah mendengar bentakan Elly. Ia membuka pintu penumpang yang ada disebelah sopir, lalu masuk kedalamnya. Ara junior benar-benar tak mengerti kenapa sikap mamanya berbeda.
Ia menoleh ke belakang, yang dilihatnya adalah Elly sedang menyuapi kedua kakaknya makan nasi goreng buatan sang mama. Ara tersenyum lalu mencoba mencairkan suasana.
"Wah. Mama masak nasi goreng. Ara mau dong ma" ucapnya dengan antusias
Namun, nasib Ara sepertinya sedang buruk. Bukan suapan yang diterimanya, melainkan bentakan dan makian yang diterima olehnya.
"Ini saya masak untuk anak saya. Bukan untuk kamu! Sana hadap depan! Kamu ganggu saya saja." Bentak Elly lagi.
Ara pasrah. Iapun menuruti permintaan sang mama. Ia terus diam dan hanya menatap jalanan. Walaupun ia tampak ingin menutup kupingnya mendengar mamanya dan kedua kakaknya bercanda gurau di belakang. Tapi ara sabar. Ia selalu berpikiran positif.
---
Sesampainya di rumah, Ara dengan lemasnya langsung memasuki kamarnya dan tidur. Ia melupakan satu hal, makan. Ia tak makan dari pagi. Namun, apalah daya. Ara yang masih duduk dibangku kelas 5 SD harus menerima cobaan paling berat selama hidupnya. Mendengar makian mamanya.
Ara terbangun. Ia langsung melihat jam weker di meja sebelah kanan kasurnya. Betapa terkejutnya dia saat melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Perut Ara junior seperti mendemo ingin diberi makan. Dengan terpaksa, iapun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur.
Ketika sampai didapur, ia tak menemukan makanan apapun di meja makan. Ara sangat lapar. Sudah berkali-kali ia mendengar bunyi perutnya yang sedang berdemo itu. dengan langkah gontai, iapun membuka kulkas. Betapa bahagianya dia saat melihat dua helai roti dan selai coklat kesukaannya ada di kulkas. Tanpa menunggu, Ara langsung mengoleskan selai pada rotinya dan kemudian memakannya.
Ketika ia mengunyah rotinya, ia merasa ada yang aneh dengan rasa roti atau selainya. Seperti asam. Kemudian, ia mencoba mencari tanggal kadaluarsa di gelas kaca selai itu. ara terkejut melihat bahwa selai itu sudah kadaluarsa. Masa kadaluarsanya pun sudah habis sekitar seminggu yang lalu.
Tapi, karena keadaan yang memaksanya untuk memakan itu. dengan terpaksa Ara memakan roti dengan selai kadaluarsa itu. tanpa memikirkan dampak kedepannya.
---
Benar, keesokan harinya Ara langsung demam tinggi sehingga harus dirawat dirumah sakit. Ara pingsan, dan diduga ia keracunan makanan dan juga terkena maag.
Ketika ara membuka matanya. Ia melihat sang ayah dan sang mama sedang melihat ke arahnya. Dengan polosnya, Ara tersenyum kepada kedua orang tuanya itu. akhirnya, Ara akan merasakan kasih sayang yang sejak dulu ia harapkan.
Namun, itu semua memang hanya menjadi mimpi dan harapan Ara saja. Bukan kasih sayang yang ia dapatkan. Melainkan lagi dan lagi makian yang ia dapatkan.
"Kamu itu kalau makan liat kadaluarsanya bisa ga sih! Bodoh banget jadi anak! Percuma papa sekolahin kamu dari TK sampe sekarang. Kamu buang buang duit papa aja kalau gini caranya. Kamu kira uang rumah sakit ga mahal apa! Kamu kira enak cari duit!" bentak sang ayah.
"Saya sudah cukup sabar hadapin kamu ya Ara. Kamu mau buat keluarga saya bangkrut? Iya? Jawab!" bentak sang mama.
Tubuh Ara bergetar. Ia tak habis pikir akan setiap cacian yang lolos dari mulut kedua orang tuanya. Papa dan mama Ara langsung keluar dari kamar tempat ia dirawat dan tak lupa mengakhirinya dengan bantingan dipintu itu.
"Ma, Pa. Ara salah apa?" Ara juniorpun menangis tiada hentinya.
'
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter From Ara (END)
Fiksi Remaja〰Beberapa part sudah di hapus〰 ⛔FOLLOW BEFORE READ⛔ [©First Series of Family's Story©] Jika semua manusia ingin hidup bahagia, begitu pula dengan wanita yang satu ini. Ara. Bagaimana ia melewati setiap permasalahan yang ada? Akankah bibir merahnya m...