Lelaki yang berdiri didepanku itu terkekeh. Kurasa ia terkekeh karena ekspresi terkejutku yang tak terkontrol. Mata membulat, mulut menganga lebar seperti goa hantu.
Bagaimana tak terkejut. Lelaki itu adalah lelaki yang mengantarku ke tempat kerjaku tadi. Lelaki yang aku lupa namannya siapa. Aku sudah mencoba mengingat namanya, namun tak kunjung dapat.
"Kamu ngapain sih disini? Sana balik ke sekolah!" usirku.
Tiba-tiba ada tangan yang mencubitku dari belakang. Ternyata si gendut Pak Omenlah yang mencubitku. Bayangkan tangan penuh lemaknya mencubitku. Rasanya seperti ditonjok. Memang Pak Omen itu tak sadar akan postur tubuhnya.
"Kamu kenapa ngomongnya gasopan sih?" bentak Pak Omen yang membuatku menyatukan kedua alisku.
"Lah. Kenapa Pak? Ini tuh dia ngikutin saya pak. Saya takutlah nanti dia punya niat jahat ke saya." Ucapku. Kalian tau apa ekspresi Pak Omen saat ini? Melototiku seolah-olah aku sedang memaki atasanku.
Aku kembali menatap lelaki dengan seragam putih abu-abu itu. aku menatapnya dengan tatapan kesal. Benar-benar tak habis pikir. Buat apa ia harus turun dari mobilnya? Dia kan masih harus mendukung sekolahnya di sekolahku. Pasti lelaki ini punya niat tidak baik.
"Udah sana pulang!" usirku lagi
Lagi dan lagi tangan penuh lemak mencubitku. Membuatku meringis kesakitan. Sebentar lagi kuyakin tubuhku penuh dengan memar-memar bekas cubitan lelaki gendut itu.
"Maaf ya, Tuan. Aradita ini pegawai baru." Ucap Pak Omen dengan tersenyum.
Pak Omen? Meminta maaf? Sungguh luar biasa.
Tangan gendutnya lagi-lagi mencubitku, astaga ingin rasanya kulempar tasku keperut buncitnya.
"Minta maaf" ucapnya dengan tegas.
Kalau bukan karena ia atasanku, sudah kupastikan aku tak mengikuti apa yang pria gendut itu perintahkan. Tapi apa daya, aku hanya seorang pegawai kasir disini.
"Saya minta maaf" ucapku dengan nada yang tak ikhlas. Memang diriku tak ikhlas. Bagaimana pula aku harus minta maaf atas kesalahan yang sama sekali tak pernah aku buat. Menyebalkan.
Tanpa menunggu jawaban dari dua orang itu, akupun langsung masuk kedalam café. Aku datang kesini bukan untuk menyambut tamu ataupun mengobrol dengan dua pria itu. aku datang untuk bekerja.
Saat ini aku sedang melakukan pekerjaanku. Menjadi kasir. Aku termasuk kasir favorite disini. Jika kalian berharap aku memakai baju seragam kasir dengan kaca mata bulatku. Kalian salah.
Aku berdandan. Bayangkan saja seorang Aradita Yudistira berdandan. Sungguh mujizat yang menjadi nyata. Tapi memang dandanan ini sudah menjadi keharusan. Karena menurut si pemilik café tempat aku bekerja, wajah juga mempengaruhi minat pelanggan dalam mengunjungi café.
Hari ini sungguh melelahkan. Tak ada hentinya jari-jariku berkutik dengan mesin kasir. Pelanggan hari ini cukup banyak berdatangan. Membuatku benar-benar lelah. Lelah tersenyum, lelah bertanya hal yang sama, dan lelah berdiri.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Sudah waktunya aku untuk pulang. Karena memang batas shift kerjaku sudah habis.
"Aku duluan ya" pamitku kepada seluruh pegawai.
Akupun langsung melangkahkan kakiku menuju halte yang berada di sebrang café. Ini juga yang menjadi alasanku mengapa aku bekerja disini. Karena café ini mudah dijangkau bus dan dekat dari rumahku. Oh, aku lupa. Bukan rumahku, melainkan penjaraku.
Saat aku sudah duduk didalam bus, aku lagi-lagi merasakan seperti ada yang sedang mengawasiku. Membuatku benar-benar risih. Hal yang kulakukan sama seperti tadi pagi, menoleh dan mencoba mencari hal-hal yang mencurigakan. Namun, hasilnya nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter From Ara (END)
Novela Juvenil〰Beberapa part sudah di hapus〰 ⛔FOLLOW BEFORE READ⛔ [©First Series of Family's Story©] Jika semua manusia ingin hidup bahagia, begitu pula dengan wanita yang satu ini. Ara. Bagaimana ia melewati setiap permasalahan yang ada? Akankah bibir merahnya m...