Setelah membaca surat itu, Bima berlari sekencang yang ia bisa menuju keluar kamar. Tetapi lengannya ditahan oleh sang ayah saat Bima ingin pergi.
"Kenapa, Bim?" tanya Bram
Bima hanya diam lalu memberikan surat yang ditulis oleh adiknya itu.
"Tolong bilang sama kakak dan kakak ipar ayah, siap-siap menyesal telah menyiksa adikku"
Bima yang mengatakan itu tentu dengan sengaja. Karena disitu masih berdiri dua orang berbeda jenis kelamin yang disebut sebagai kakak dan kakak ipar sang ayah.
Setelah Bima mengatakan itu, iapun langsung berlari menuju pintu utama rumah sakit. Ia sangat yakin, Ara-nya belum pergi terlalu jauh. Sangat yakin.
Setelah ia sampai dipintu utama, ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba mencari keberadaan perempuan itu. Namun hasilnya nihil. Kemudian ia berlari lagi ke pos satpam dimana seorang lelaki paruh baya bersragamkan satpam sedang berdiri.
"Pak. Selamat siang. Saya mau tanya bapak ada liat cewek pake baju rumah sakit lewat sini" tanya Bima to the point.
"Wah engga pak. Emang ada yang lari dari rumah sakit pak?"
Ucapan satpam itu tak mendapat jawaban dari Bima. Bima langsung berlari menuju parkiran dan memasuki mobilnya. Dalam hitungan menit, mobilnya sudah keluar dari rumah sakit itu.
"Kamu dimana Ara" gumam Bima sambil mengeratkan pegangannya pada stir mobil.
Ia sudah mencari ke seluruh penjuru kota. Namun, satu tempat yg belum ia kunjungi. Rumahnya.
Dengan cepat,Bima menancapkan gasnya menuju rumah yang sejak kemarin tak ingin ia pijak. Rumah kediaman Purnama. Rumah orang tua yang menyiksa Ara habis-habisan.
Akhirnya Bima pun tiba di rumah besar berwarna cream dengan design sangat mewah. Tanpa basa basi ia pun melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju pintu rumah itu. Ia harus mencari adiknya.
Tok tok tok
Tak membutuhkan waktu lama, pintu besar itu sudah terbuka. Tampaklah sosok yang sangat Bima benci sejak dulu. Tere.
"Wah kak Bima kesini. Nyari aku ya?" Ucap Tere dengan centilnya sambil memainkan ujung rambutnya.
Tere sangat menyukai Bima. Sungguh, Bima juga tak tau dimana akal sehat Tere. Bahkan Tere pernah menembaknya untuk menjadi pacarnya. Bayangkan saja, bagaimana pula seorang Bima yang notabene adalah sepupunya ia harapkan menjadi kekasihnya. Gila bukan?
"Mana Ara?"
Ucapan Bima langsung menghilangkan senyuman menggoda dari Tere. Tere langsung merubah ekspresinya menjadi ekspresi kesal. Ia sungguh kesal mengetahui lelaki yang disukai bahkan disayanginya mencari adiknya, bukan dirinya.
"Gadak!" ucap Tere singkat sambil membuang muka.
"Jawab jujur jangan sampe gue geledah ini istana lo" ucap Bima dengan tegas
"Gue uda bilang, Ara jalang itu gaada disini kak Bima!!!"
"Apa lo bilang? Jalang?"
"Iya! Kenapa? Gasuka?" tantang Tere
"Tarik ucapan lo sekarang sebelum gue makin marah sama lo dan keluarga sialan lo ini"
Bima menatap Tere dengan sangat tajam, membuat Tere merinding.
"Gamau! Lagian gue uda bilang Ara gaada disini! Kenapa sih semua orang sayang banget sama Ara! Dia tuh ga ada apa-apanya dibanding gue!" rengek Tere
Bima memutar kedua bola matanya dengan malas. Ia sungguh malas mendengar rengekan tak penting dari sepupunya itu.
Bimapun melangkahkan kakinya menuju keluar rumah itu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun, ia teringat sesuatu.
"Pasti ada sesuatu yang jadi petunjuk di kamar Ara" batinnya.
Dengan cepat Bima langsung berlari menuju pintu yang hampir saja tertutup itu. Ia menahan gerakan Tere agar tak menutup pintu. Tanpa mengucapkan salam ataupun sepatah kata, ia langsung berlari menuju kamar adiknya.
Setelah mendapatkan kamar yang bertuliskan "Ara's Hell" iapun mencoba membuka knop pintu itu. Namun, tak bisa. Pintu itu terkunci.
Seakan tak habis akal, Bimapun mendobrak paksa pintu itu sampai pintu itu rusak.
BRAK!
Tak peduli akan kondisi pintu itu. Bima langsung berlari mencari sebuah petunjuk dari Ara. Entah kenapa, Bima merasakan Ara pasti memberi petunjuk. Mungkin insting saudara kandung mereka begitu kuat.
Pandangan Bima berhenti pada layar laptop berwarna hitam. Namun, pada ujung laptop itu terdapat lampu berwarna biru yang menandakan bahwa laptop itu tidak mati.
Dengan cepat Bima mengarahkan jarinya kepada mouse disamping laptop itu. Bima dengan seriusnya membaca sesuatu didalam laptop itu.
Bima tersenyum.
Bima tenang sekarang.
Ia kemudian menutup laptop itu kemudian menghancurkannya. Ia tak ingin ada orang lain yang mengetahui keberadaan adiknya. Bima ingin, dialah yang membujuk adiknya. Bima ingin menemuinya terlebih dahulu, memeluknya, dan menceritakan semuanya.
"Tunggu aku disana, adikku" gumamnya sambil tersenyum bahagia.
*****
Thank you. Sorry sedikit part kali ini.
Part selanjutnya aku janji bakalan banyak hhe.
Jangan lupa follow socmed aku,
Line: iduckk
Instagram: faridanviantiTons of love,
Farida. N
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter From Ara (END)
Dla nastolatków〰Beberapa part sudah di hapus〰 ⛔FOLLOW BEFORE READ⛔ [©First Series of Family's Story©] Jika semua manusia ingin hidup bahagia, begitu pula dengan wanita yang satu ini. Ara. Bagaimana ia melewati setiap permasalahan yang ada? Akankah bibir merahnya m...