To love and win is the best thing. To love and lose the next best.—William Makepeace Thackeray
*
"Tiga puluh menit, kita disini tanpa suara...
Dan aku resah, harus menunggu lama
Kabar darimu..."
Sembari memekik keras, Sheyra melempar bantal kecil berbentuk hati ke arah nakas samping tempat tidurnya hingga radio di atas nakas tersebut terjatuh. Pemutaran lagu Pelangi di Matamu-nya Jamrud pada saat genting seperti ini sungguh bukanlah waktu yang tepat!
Gadis berkulit pucat itu mendesah. Ia merasa semesta sedang meledeknya dengan pemutaran tembang lawas tersebut di radio, out of the blue. For God's sake..., channel radio yang sedang Sheyra dengarkan adalah khusus tentang siraman rohani!
Bukan, kali ini Sheyra tidak sedang mellow. Hanya saja lirik awal lagu tersebut betul-betul melonjakkan kadar kestressannya nyaris sampai ubun-ubun.
Semua orang di dunia pasti setuju bahwa menunggu adalah hal yang paling mengerikan. Dengan seluruh kepastian yang tidak pasti, tidak diketahui betul tingkat keakurasiannya sampai waktu yang ditentukan tiba.
And it's killing her, literally. Apalagi, penantian tersebut mengenai hidup-matinya. Jawaban seluruh perjuangannya—peperangannya.
Menunggu pengumuman SBMPTN semenyesakkan itu, ternyata.
Jam di ruang tamu berdentang dua kali. Diikuti pekikan alarm dari ponsel, lalu dering jam beker di meja belajar. Sheyra terkesiap sesaat, tetapi kemudian segera get her self together. Sembari menahan napas, Sheyra menekan tombol ctrl-r. Layar laptop kali ini menayangkan sebentuk laman situs web yang utuh. Yang artinya, waktu 'penjagalan' sudah dimulai.
Jemari lentik yang gemetar itu mengetikkan nomor peserta ujian serta kata sandi. Tak butuh waktu lama hingga webpage pengumuman SBMPTN termuat dengan sempurna, menayangkan seberkas jawaban atas dia-doa Sheyra.
Maaf, username atau password anda tidak tersedia. Silahkan coba kembali.
Sheyra nyaris saja membanting laptop di pangkuannya ini bila saja ia tak mengingat bahwa dirinya harus menguras tiga kali angpau serta lima bulan gajinya sebagai tentor lembaga bimbingan belajar hanya demi membeli benda kotak dengan lambang apel digigit ini. Selain itu, sang Raja Tega—Papa—akan menjualnya ke pasar gelap sebagai ganti laptop yang hancur.
Atau mungkin itu pertanda...
Sheyra bergidik. Dipacu adrenalin yang mengalir membabi buta, gadis itu kembali mengetikkan nomor peserta ujian serta kata sandi. Dengan tempo yang lambat tapi mantap.
Dan... seketika Sheyra mencelos. Air matanya tumpah.
Gagal... gagal... gagal...
Seluruh perjuangan dan segala yang telah Sheyra pertaruhkan seolah menguap entah kemana. Sia-sia. Kalah, kalah. Avixena Sheyra Herashiita benar-benar sudah kalah dan tidak ada jalan keluar lain.
Sheyra menangis, yang benar-benar menangis. Kejatuhan ini jauh lebih menyakitkan dibanding perceraian kedua orangtuanya. Juga pernikahan Mama dengan si lelaki idaman lain, tepat sebelum UAN SMP. Juga ketika bubuk putih itu ia temukan di dalam tas Ravish—lelaki yang dilabelinya sebagai pacar sejak dirinya mengenakan seragam putih-biru.
Kalah, kalah. Avixena Sheyra Herashiita benar-benar sudah kalah dan tidak ada jalan keluar lain.
Nada khas masuknya pesan singkat mendistraksi ratapan Sheyra. Dari sang lelaki nomor satu—Papa. Mata sebentuk kaleidoskop berwarna kelabu itu mengerjap, menjatuhkan satu-dua tetes terakhir si tirta netra sebelum membaca pesannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece of Heart
RomanceHow do I love thee? Let me count the ways. I love thee to the depth and breadth and height My soul can reach, when feeling out of sight For the ends of being and ideal grace. I love thee to the level of every day's Most quiet need, by sun...