Part 3 (Kamar Tua di Lantai 3)

106 12 0
                                    

Tante Elena adalah seorang janda dengan umur sekitar empat puluh tahunan. Berparas cantik dan memiliki gaya sangat elegan, atau lebih tepatnya narsis. Hari itu dia menggunakan pakaian yang menurut Adrian sangat mencolok hanya untuk digunakan di rumah. Elena menggunakan baju berbahan sutra tipis dengan rumbai-rumbai panjang di bagian bawah rok jeansnya. Dua buah cincin permata menghiasi tangan ramping wanita itu. Rambutnya disanggul rapi dengan tarikan kuat ke belakang. Dia tersenyum lebar kepada Adrian. Membuat pemuda itu malah bergidik ngeri melihatnya.

Wanita itu seperti reptil yang ingin menelannya hidup-hidup.

Hal yang lebih mencolok lagi di mata Adrian, adalah dua orang pengawal yang berada di sisi pintu depan rumah. Mereka berdiri mematung seakan merupakan bagian dari perabotan rumah.

"Ini Adrian?" tanya Elena.

Adrian mengangguk. Wanita itu mengerutkan kening.

"Dia sedikit pemalu Elena," terang Juna sambil menyuruh seorang pengawal membawa barang Adrian ke dalam.

Elena tersenyum, yang malah membuat dirinya terlihat lebih menyeramkan di mata Adrian.

"Setiap saya bertanya, kamu harus jawab dengan suara Adrian," jelas Elena. "Hanya itu yang kamu bawa?"

Adrian hendak mengangguk, namun segera bersuara ketika menatap kedutan di ujung mata Tantenya.

"Ya," jawabnya singkat.

"Ya Tante," ujar Elena.

"Apa?" tanya Adrian bingung.

"Bilang ya Tante," ujar Elena dengan wajah sedikit gusar.

"Ya Tante," balas Adrian.

"Ya begitu," Elena tersenyum singkat. "Oke, ayo masuk, kita makan dulu,"

Elena berjalan lebih dulu ke dalam rumah.

Adrian hanya beberapa kali pernah menginjakkan kakinya di rumah seseorang. Dan biasanya jika ingin menatap dengan saksama, dia hanya berani mengintip dari jendela. Itu pun dengan bersembunyi agar tidak ketahuan pemiliknya. Rumah yang kini dimasukinya, memiliki lantai granit mengkilat bewarna hitam. Koridornya sangat panjang, dengan di setiap sisi dindingnya dipenuhi oleh lukisan dan foto-foto berukuran besar.

Masih ada beberapa pengawal di dalam rumah. Mereka berdiri berjaga, seakan-akan rumah tersebut adalah brankas besar yang harus dilindungi. Atau apakah keluarganya mungkin gangster?

Ada foto seorang pria berjenggot di posisi paling ujung deretan foto tersebut. Tepatnya berada pada bagian dinding paling atas dan paling mudah dilihat dari pintu masuk. Memiliki bingkai yang lebih bagus dan mengkilap dari pada yang lainnya. Pria itu terlihat seperti orang yang mengantuk, karena kelopak matanya yang menyipit. Rambutnya sedikit panjang dan tersisir rapi ke belakang. Bentuk rahangnya yang walaupun tersembunyi di balik lemak pipinya, terlihat mirip dengan yang dimiliki wajah Adrian. Badan bulat yang besar membuat kemejanya terlihat menggembung ketat.

Sepertinya pria itu terlalu menikmati kekayaannya dan berakhir dengan stroke karena pembuluh darah yang tersumbat oleh kolesterol, terka Adrian asal dalam hati.

Juna memperhatikan keponakannya yang berhenti.

"Kamu langsung tahu ini Papa kamu," ujar Juna heran sekaligus kagum. "Atau kamu... punya foto Bang Razin?"

"Saya nggak punya foto ayah... Om," balas Adrian singkat.

"Oh oke, Zinan biasanya panggil Papa..."

"Saya panggil Ayah," balas Adrian terdengar sedikit aneh.

Disetiap imajinasi Adrian dahulu mengenai sebuah keluarga, dia selalu bermimpi memanggil orang tuanya dengan sebutan, ayah dan ibu.

the secret life of AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang