Part 14 (Apa Dia Gila?)

50 10 4
                                    

"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Adrian sambil menatap kelompok aneh tersebut. Dua orang suami-istri ditambah seorang gadis muda bertubuh cukup tinggi yang sama sekali terlihat tidak serasi. Siapa kalian sebenarnya?!

Ferdi menatap Adrian dengan tajam. Pria tua itu adalah jenis pria yang bisa membuat banyak orang segan akan wibawanya. Apalagi suaranya yang berat semakin menambah kharismanya. Namun bagi seorang Adrian, manusia tidak dilihat dari hal seperti itu. Ada cara pandang lain menilai seseorang menurut sudut pandang otaknya.

"Apa yang kamu tahu tentang kami?" tanya Ferdi.

"Kalian...," desis Adrian, lidahnya seperti tersendat untuk mengungkapkannya.

"Kenapa kalian ingin menembaki kami?!" tanya Rika berang.

"Saya pikir kalian yang membom..." ujar Adrian tanpa rasa bersalah telah menuduh orang yang tidak bersalah. Bahkan hampir membunuh mereka. "Kalian kelihatan seperti kaki tangan penjahat. Kamu..."

Adrian menunjuk Lili. Gadis itu beringsut mundur karena tiba-tiba disebut.

"Kembali ke sini setelah berhari-hari tidak bekerja," Adrian berbalik menatap Ferdi dan Rika kembali. "Pelayan macam apa kalian?!"

Ferdi menaruh senjatanya yang sejak tadi terlihat mengancam semua orang, kemudian duduk di sebuah kursi. Peluh bercucuran dari wajahnya yang berkerut karena usia.

"Kamu ingin dengar semuanya?"

"Ya,"

"Oke... oke..." Ferdi mengelap peluh di keningnya. Sorot matanya seperti mencoba menyelami memori yang tertinggal di dalam ingatannya.

Sepuluh tahun yang lalu, Razin Andani merasa perlu mengangkat beberapa orang detektif. Di samping para pengawalnya yang berjumlah belasan. Dia masih menganggap posisi tersebut juga harus ada di pihaknya. Hal ini juga berkaitan dengan situasi yang semakin genting, karena satu persatu anggota keluarganya yang seperti diincar oleh seseorang yang tidak diketahui. Perekrutan dilakukan secara rahasia. Dengan kriteria yang tidak jauh berbeda dari kriteria orang yang bisa menjadi pengawalnya, namun dengan tanggung jawab dan tugas yang lebih berat. Bersedia berkorban nyawa dan bekerja hampir setiap hari. Kompensasinya jika mereka mati, sejumlah uang dengan nominal besar akan diserahkan kepada keluarganya.

Banyak para detektif miskin maupun kaya yang tertarik dengan tawaran tersebut. Ternyata, proses perekrutan tidak pernah berhenti. Hampir setiap bulan selalu ada yang tidak kembali atau ditemukan mati di suatu tempat.

"Kami... saya, Rika, Lili dan Erik adalah pengawal sekaligus detektif pribadi Tuan Razin. Tugas kami adalah mencari tahu... mengenai kematian seluruh saudara Tuan Razin,"

Zinan terlihat kecewa, kecewa karena semuanya telah menipu dirinya dengan keadaan yang terlihat baik-baik saja. Dia duduk di tempat paling jauh dari mereka, dengan tubuh membungkuk.

"Ya Zinan, Papa kamu benar-benar ingin sekali menemukan pembunuh saudara-saudaranya. Dia ingin kami mengumpulkan bukti-bukti. Kamu pasti tahu, tentang cerita kematian mereka satu persatu. Dan kamu mungkin belum tahu," dia menghadap Adrian.

Dia melanjutkan bercerita. Wadi dan Tiffany, sepupu Razin Andani adalah awal dari serentetan tragedi yang terjadi. Mereka meninggal karena kecelakaan mobil pada tahun 1985. Ferdi masih ingat waktu itu hujan sangat lebat, Elena baru pulang dari Inggris setelah menamatkan kuliahnya, pada hari yang bertepatan dengan hari kecelakaan. Kabar tersebut datang lewat telepon yang datang dari seorang polisi. Kemudian pada tahun 1990, Vabian Andani ditembak tepat di tengah keningnya. Mati di ruang kerja di rumahnya yang bertingkat empat. Sampai kini polisi tidak tahu, pembunuh mana yang bisa memanjat sampai ke lantai tiga rumahnya dan tidak meninggalkan jejak. Lanjut pada tahun 1993, yang tak kalah menggemparkan dan membuat sedih Razin Andani karena beliau adalah sepupu terdekatnya. Azwar Andani sudah seperti saudara seibunya. Dia meninggal karena terjatuh dari kapal pesiarnya sendiri, mayatnya tidak pernah ditemukan. Selanjutnya Edwin Andani, 1996, ditemukan terbakar tanpa kepala di dalam hutan belakang rumahnya. Kemudian pada tahun 1999, Aziz Andani, anak Tuan Edwin Andani, diculik dan disiksa sampai mati di sebuah gedung bekas hotel tidak jauh dari rumah ini. Sebelum mati, si pembunuh memotong satu persatu jari Aziz, kemudian menyiram kedua matanya dengan air raksa hingga meleleh. Dokter bilang, kemungkinan dia masih hidup setelah matanya hancur. Pembunuhnya membelah isi perut Aziz dalam keadaan hidup-hidup. Dari hasil fisum diketahui jika Aziz mati bukan karena lukanya namun disebabkan serangan jantung karena tidak tahan dengan sakitnya. Yang terakhir Laksmana Andani, 2002, dia diledakkan di rumahnya dengan sebuah bom di perutnya. Mulutnya tertutup lakban dan tangannya terikat tali. Tubuhnya hancur.

the secret life of AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang