6 - Leave me

3.8K 198 25
                                    

Didedikasikan untuk; BimaQORI

Naruto dan Sarada memasuki kafe yang agak sepi pengunjung. Naruto mencari di mana sahabatnya itu duduk. Dia menemukannya.

Naruto menarik kursi untuk Sarada dan dirinya sendiri. Dia mendudukan Sarada, kemudian membuka percakapan. "Kau ingin bicara apa?"

Sasuke melahap keiknya. Lalu, berkata, "Kapan resepsi pernikahan kita?"

Naruto berekspetasi mencekik pria bersurai gelap di depannya. "Uchiha. Cepatlah bertanya. Serius. Aku sudah tidak punya waktu lagi."

"Aku kurang liburan," kata Sasuke lemas.

"Apa urusannya denganku?" Naruto meremas rambut pirangnya.

"Papa, Sarada ingin es krim warna ungu ini." Sarada menunjuk es krim di salah satu menu. Naruto memanggil pelayan, lalu memesan apa yang diinginkannya dan Sarada.

"Aku ingin tahu di mana Sakura." Terlintas paras cantik Sakura di benak Sasuke. Dia merindukan tawa ceria Sakura.

"Mana di mana anak kambing saya? Anak kambing Tuan ada di pohon waru. Mana di mana Sakura-nya Sasu? Sakura-nya Sasu, aku juga tak tahu." Naruto malah bernyanyi riang nyanyian dari Indonesia itu.

"Sekarang kau yang gila." Sasuke menancapkan garpu di keik-nya dengan keras.

"Sarada, Papa ingin Sarada jangan mendengar obrolan Papa dan Paman Gila. Sarada mendengar musik saja, ya?" bisik Naruto. Dia menancapkan earphone pada telinga Sarada. Memainkan musik anak-anak yang menyenangkan.

"Di mana Sakura? Dia tidak ikut ke Jepang," tanya Sasuke keheranan.

Naruto asik menggumam, "Caca marica hei hei. Caca marica hei hei."

"Naruto. Kumohon beritai aku." Sasuke menggoyangkan lengan Naruto yang fokus pada nyanyiannya.

"Aku baru saja ditolak dan ingin menghibur diri. Jangan tanya hal serius. Aku tidak suka." Naruto menepuk tangan Sasuke.

"Tadi kau berkata; cepatlah bertanya. Serius." Sasuke mengikuti gaya bicara Naruto yang ketus.

"Baiklah. Sakura ada di ...." Naruto menggantung kalimatnya.

"Di?" Sasuke sungguh berdebar kali ini.

"Di hati ini, hanya engkau mantan terindah yang selalu kurindukan. Mau dikata kenapa lagi? Kita tak akan pernah satu. Engkau di sana aku di sini meski hatiku memilihmu." Naruto menyukai lagu mantan terindah saat dia meninggalkan Hinata. Padahal, Hinata belum putus darinya.

"Namikaze, cukup bergurau kali ini." Sasuke mencengkeram kerah baju Naruto.

"Lagu itu mewakili keberadaan Sakura. Benar, 'kan? Sakura di sana, sedangkan kau di sini." Naruto memukul tangan Sasuke yang menerapkan sistem kekerasan.

"Di sana di mana? Aku bingung." Saking frutasinya, bentuk mukanya sudah tak karuan.

"Aku sedih mengingat ini. Kuharap kau menerima ...

Delapan bulan setelah menetap di Amerika.

Kelahiran Sarada sudah dekat. Naruto repot menyiapkan segala sesuatu untuk kelahiran bayi milik Sakura. Belum lagi, skripsinya sudah mendekati deadline.

Malamnya, Naruto terganggu suara ketukan. Dia juga mendengar rintihan. Yang dia dapati, Sakura hendak melahirkan. Dia membawa Sakura ke rumah sakit terdekat, ditemani neneknya juga. Kala Sakura melahirkan, Naruto mondar-mandir, sedangkan neneknya duduk tenang menanti kelahiran cucu tirinya.

Dokter keluar dari ruang itu. "Maaf, Tuan Namikaze. Ini keadaan darurat. Anda harus memilih. Nyonya Namikaze atau anaknya yang ingin Anda selamatkan?"

Naruto menggigit kukunya. Dia gemetar. Apakah pilihan yang diajukan Sakura dulu benar dan tepat? Dia agak ragu.

"Maaf, Tuan. Anda harus cepat atau keduanya tak bisa diselamatkan."

Naruto tidak menyesal pilihannya kali ini. Dia memilih anak Sakura. Sakura sudah memprediksi keadaannya yang sakit-sakitan semasa hamil. Dia pun tahu akan berakhir tidak melihat dunia lagi. Dia memohon pada Naruto agar sebisa mungkin anaknya terselamatkan.

"Sebelumnya, aku sudah berjanji pada Sakura. Aku akan meninggalkannya ketika dia sudah melahirkan. Namun, dia tidak bisa hidup. Jadi, aku mengurus Sarada sampai sekarang. Terimalah keadaan, Sasuke." Naruto menepuk bahu Sasuke yang menegang.

"Sakura sudah pergi? Aku memberinya kenangan terburuk. Aku benci diriku. Aku ...," kata Sasuke putus-putus. Dia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Menangis dalam diam hal terbaik. Dia bodoh. Menyakiti hati ibu dari anaknya yang merupakan cinta terakhirnya. Menorehkan luka yang tidak cukup diobati dengan kata maaf.

"Kita memang brengsek. Menyakiti hati perempuan yang kita cintai, tapi kita tidak bermaksud begitu." Naruto memasukkan es krim yang agak mencair ke mulutnya. Dia berharap es krim itu dapat memutar waktu. Tidak bisa dan mustahil.

"Dia dimakamkan di mana?" tanya Sasuke. Dia mengelap ingusnya dengan tisu.

"Datanglah ke rumah Nenek. Dia akan mengantarmu ke makam. Jangan salah sangka kalau Nenekku terlihat seperti Ibuku. Dia awet muda." Naruto menaik-turunkan alisnya berulang kali.

"Aku sedih, tapi kau masih bisa bercanda. Aku tidak sanggup kau beginikan," kata Sasuke sarkatis juga dramatis.

"Naru juga tidak bisa. Siapa yang bercanda saat aku galau? Siapa? Berkacalah Uchiha." Naruto mendorong dahi Sasuke mundur.

"Kau masih bisa memiliki Hinata di dunia nyata. Sedangkan aku tidak bisa memiliki Sakura di dunia nyata."

"Ada satu solusi." Naruto mengacungkan jari telunjuknya di samping pelipis.

"Apa?" tanya Sasuke penuh harap.

"Ikut mati saja. Aku akan membuatkan pesta meriah setelah itu. Tertulis, saya yang berbahagia karena kematian Uchiha." Naruto tertawa terpingkal-pingkal seraya memegangi perutnya.

"Naruto!"

.

Tbc.

NB : Hore kapan tamatnya nih fic gaje? Bentar lagi kok. Daku ingin fokus ke Strange diselingi fanfik baru saya; Sanctified. Silakan dibaca. Cek works-ku ya, Sobat. Makasih untuk doa dari BimaQORI akhirnya aku tak pundung di pojokkan >.< Alhamdulillah nilainya ya lumayan, rahasia aja, nanti dikira pamer.

Scat © -06/02/2017-

[2] ScatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang