"Apa yang kau lakukan bersamanya? Kau mengecupinya berkian kali, kau pikir aku senang?" Netra se-biru samudra melirik Hinata. Tangannya terkepal.
"Naru, dia kan ...," bantah Hinata.
"Aku tidak ingin mendengar. Alasanmu sama saja. Menikah dengannya saja sana." Naruto benar-benar menutup telinganya serta berteriak.
"Naru, kau sedang IMS?" Hinata kembali mengecupi sosok itu.
"Terserah apa katamu. Aku pergi." Naruto mengambil jaketnya yang tergantung. Memakainya, lantas pergi.
Hinata mengibaskan tangannya. "Pergilah. Tempat tidurku menjadi luas kini."
Naruto membalik tubuhnya ke arah Hinata. Dia mengatakan dengan ragu. "Kau mau titip apa?"
Hinata menghampiri Naruto dan memberi kecupan ringan di kedua pipinya. "Aku ingin ramen limited edition yang keluar beberapa jam lalu. Penggemar ramen pasti tahu."
Naruto merengut kesal. "Baiklah, tapi aku akan pulang."
Hinata menangkup wajah Naruto, lalu berbisik, "Jika cemburu, katakan saja. Aku bahkan bisa memberimu lebih dari itu."
"Aku pergi dulu." Tidak tahan godaan perempuan bersurai indigo itu, dia bergegas pergi.
Hinata menghampiri sosok yang dia kecupi tadi. "Lihatlah Ayahmu, Boru. Dia cemburu padamu. Aku tidak betah kalau sehari saja tidak menciummu. Kau manis sekali."
Boruto meraba pipi ibunya, Hinata. Dia mengatakan hal yang hanya bisa dimengerti Hinata. "Awa gugu."
"Iya. Ayahmu memang lucu," kata Hinata. Dia mencubit gemas hidung mungil Boruto.
"Aku pulang, Ibu," teriak Mitsuki dari lantai bawah.
Hinata turun bersama Boruto. Dia melihat Mitsuki membawa banyak jajanan. Dia pun bertanya, "Dapat dari Ayah?"
Mitsuki memiringkan kepalanya. "Ayah Putih yang membelikan. Kami makan bersama ..., aku tidak tahu dia laki-laki atau perempuan. Ayah memanggilnya Orochimaru."
"Orochimaru? Aku tidak pernah mendengar namanya." Dari sekian temannya, dia tidak pernah mengenal Orochimaru.
"Ibu, Ayah Kuning di mana? Aku tidak melihat batang hidungnya." Mitsuki celingak-celinguk ke sudut rumah.
"Dia sedang membeli ramen. Letakkan tasmu dan buatlah pr. Nanti malam, kita akan berkeliling."
"Kita akan ronda?" Mitsuki menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.
Hinata berpikir; kebodohan Naruto sudah menular ke Mitsuki. "Maksud Ibu, kita jalan-jalan naik mobil."
"Ibu, jalan-jalan itu naik kaki, bukan mobil. Kalau naik mobil, itu mobil-mobilan namanya," protes Mitsuki.
"Iya. Anak pintar." Daripada kehilangan kesabaran, lebih baik Hinata menghentikan obrolan tak bermutu ini.
"Aku pulang."
"Ayah Kuning," panggil Mitsuki. Pandangannya berbinar melihat bungkusan penuh makanan ringan dan instan. Ini untuk besok saja, pikirnya menatap bungkusan besar di tangannya.
"Yo, Mitsuki!" Naruto dan Mitsuki ber-high five ria.
Hinata hanya bisa menggeleng maklum keakraban Naruto dan Mitsuki. Boruto iri pada mereka. Dia bergumam, "Awa, awa."
"Huh ..., anak siapa dia." Naruto mengalihkan pandangannya dari Boruto.
Hinata menjewer telinga Naruto. "Katakan sekali lagi, Sayangku." Hinata meletakkan Boruto pada gendongan Naruto. Dia merampas plastik yang berisi selusin ramen baru itu. "Mitsuki, ayo kita makan. Tidak perlu mengajak makhluk astral itu." Hinata dan Mitsuki memasuki dapur. Tak menghiraukan Naruto yang meratapi kepergian ramen tercinta.
Naruto menatap tajam Boruto di gendongannya. "Ini semua gara-gara kau." Seakan mengerti ucapan ayahnya, Boruto menangis keras.
Hinata tergopoh-gopoh dari arah dapur. Di tangannya, tergenggam pisau besar nan bermata tajam. "Kau apakan anakku, Namikaze-sama?"
"Aku ...."
"Tidur di kamar Mitsuki selama seminggu."
"Tapi ...."
"Dua minggu?"
"Hinata ...."
"Tiga minggu?"
"Baiklah. Seminggu saja."
"Tenangkan Boruto. Masakanku belum jadi. Jika ada apa-apa pada Anakku, pisau ini bisa menancap di mana saja." Tawa sadis seorang Ibu menggema. Naruto menelan ludahnya bulat-bulat. Sedangkan Boruto, dia tertawa riang melihat sang ayah ketakutan seperti itu.
"Jangan tertawa," bisik Naruto. Dia mendelik pada Boruto. Tangis Boruto kembali pecah.
"Naruto-kun!" teriak Hinata.
.
Tiga tahun kemudian.
Boruto sudah bisa berbicara dengan jelas walaupun kosa katanya banyak yang salah. Dia tumbuh menjadi anak yang riang dan menyebalkan bagi ayahnya.
Naruto menatap remukan dari ramen instan. Dia mengikuti jejak remukan itu, dan sampailah dia ke tempat Boruto berada. "Ramenku. Boruto apa yang kau lakukan pada ramenku." Kesan galak Naruto muncul, ayal Boruto menangis menghampiri ibunya. Kemudian, mengatakan hal yang memicu emosi Hinata. "Ibu, Ayah jahat. Ayah bentak Boru."
"Naru, bisakah keusilanmu pada Boruto dikurangi? Tiap waktu, jika ada dirimu, dia selalu menangis." Hinata berkacak pinggang. Naruto takut-takut melirik Hinata. Dia tidak menyangka, setelah menjadi Ibu, Hinata lebih garang dari biasanya. "Contohlah Mitsuki. Dia bisa menjaga kedua adiknya. Sedangkan yang kau lakukan, membuat salah satunya menangis," ceramah Hinata. Mitsuki sudah biasa mendengar perkelahian kecil pasangan itu. Dia yang menimang Himawari menyengir.
"Boru, ayo nonton Gao-Gao saja." Mitsuki menggandeng Boruto dengan satu tangannya. Dia sudah terbiasa menggendong dengan satu tangan saja, dijamin Himawari tidak akan cedera karena jatuh.
"Harusnya memang aku bertahan dengan Toneri saja." Hinata menghela napas, sudah frustasi memikirkan suaminya yang kadar keusilan sudah diambang batas.
Naruto memeluk Hinata erat. "Aku cemburu." Hinata mengulas senyum. Dia menyisir surai pirang Naruto menggunakan sela-sela jarinya. "Katakan saja jikalau cemburu. Tidak perlu melampiaskan pada anak-anak dalam bentuk keusilan," pinta Hinata.
"Maaf."
"Naruto-kun, kau sudah dewasa. Jangan bertindak kekanakan seperti ini. Kalau kau ada keluhan, curahkan saja padaku."
"Aku makin mencintaimu, Hinata."
"Aku selalu mencintaimu, Naruto-kun."
.
NB: Mau nambah? Ayok komen aja. Mohon maaf jarang up fanfik lainnya. Author juga rencana hiatus besok Juli karena dikarantina. Bukan karena narkoba lo ya, karena sekolah. Cuma sebulan, tapi serasa 30 hari. Lama. Strange akan dikebut. Biar cepet selesai, banyak tumpukan konsep fanfik yang menumpuk. Jadi pusing nih Author. Salam author rongsokan. Babay.
![](https://img.wattpad.com/cover/109689143-288-k316025.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scat
Fiksi PenggemarSequel 'Shitteru' Naruto pulang ke Jepang. Dia telah menyelesaikan kuliahnya. Berniat mencari kekasih hatinya yang bahkan tak pernah memberi kabar selama ini. Di mana dia? Di mana Hime-ku? Apa dia sudah menyerah untuk menungguku? Aku mencintaimu. A...