Bonus Chapter 2

3.3K 157 14
                                    

Sasuke menghirup wanginya teh yang mulai menghangat. Dia memang sengaja hanya mengendus karena tidak suka teh yang masih memiliki kehangatan. Kehangatan yang selalu dia ingat hanyalah keberadaan Sakura bersamanya.

Dari dalam hatinya, ingin sekali menyusul Sakura ke alam yang tidak dapat dia jangkau kini. Bisa menabrakkan diri ke kereta, atau terjun ke sungai beraliran deras. Namun, dia berpikir ulang. Jika dia melakukan hal sebodoh itu, bagaimana nasib anaknya di masa depan. Membiarkan Sarada hidup yatim piatu merupakan keputusan yang egois. Seandainya saja Sakura masih ada di dunia, dia pasti memiliki hidup penuh cinta.

.

Duk ... duk ... duk ...

"Aku harus bisa." Sakura mendukung dirinya supaya bisa memasukkan setidaknya sekali saja. Dia selalu gagal pada permainan bola oranye ini. Lelah hayati, batinnya. Dia melempar, berusaha menyesuaikan di mana semestinya bola itu masuk. Namun, kegagalan mutlak yang dia dapati.

Gedung olahraga sungguhlah sepi. Sakura bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang begitu berdebar. Bukan karena permainan tadi, melainkan sosok yang berada di sudut gedung.

"Apa kau bisa?" tanya Sasuke. Menurutnya, permainan Sakura amatlah payah. Sakura tidak tahu trik mudahnya, juga bermain sesuka hatinya.

Sakura melirik sekilas. Dia mendengus kesal. "Kalau kau hanya ingin mengejekku, lebih baik urusi rambut ayammu saja."

"Ayam itu berbulu, tidak berambut," bantah Sasuke. Bagaimana pun, dia memiliki rasa ketertarikan pada ayam. Baik yang masih hidup, maupun yang sudah masuk penggorengan.

"Maksudku, rambutmu itu mirip ayam."

"Terserahlah. Berikan padaku bolanya." Sasuke mengulurkan tangan mengadah.

"Ambil saja sendiri."

"Mau kuajari tidak?"

"Baik, Master. Akan kuambilkan tiga untukmu." Sakura memungut bola yang terjatuh karena kerja kerasnya. Dia meletakkan bola itu di depan kaki Sasuke. Kemudian melapor, "Sudah kupungut, Master."

"Jadi begini. Kau lihatkan garis yang membentuk persegi."

"Aku melihatnya, Master."

"Kalau melempar, jangan terfokus pada ringnya. Fokuslah pada persegi di dalam garis. Lemparkan ke sana, perkirakan gaya yang kau hasilkan juga. Jika terlalu kuat, bola itu akan mengenai jidat indahmu. Kau tidak mau jidatmu menjadi lebih lebar, bukan?"

"Tidak, Master."

"Aku akan mencoba sekali memasukkan." Sasuke mempraktikkan apa yang diucapkannya tadi. Hasilnya? Jangan ditanya, Uchiha sepertinya sangat jago dalam bidang olahraga ini, katakanlah basket.

"Wah, kenapa bisa?" Tatapan Sakura berbinar melihat aksi Sasuke. Walau dari jarak yang hampir setengah lapangan, Sasuke sanggup memasukkan bola itu ke tempatnya. "Aku akan mencobanya, Master," lanjutnya. Sakura mengambil ancang-ancang. Dia men-drible bola mendekati ring. Kemudian, melempar bola itu sekuat tenaga. Alhasil, jidat lebarnya ditinggali jejak kemerahan akibat bola yang kembali padanya. Dia mengusap jidatnya. Mengaduh pula.

"Kau tidak apa, Sakura? Sudah kukatakan jangan terlalu kuat. Aku tidak ingin kau kenapa-napa," bentak Sasuke. Dia membuka poni yang menutupi dahi Sakura. Dia mengusapnya dengan ibu jari, lalu menekannya. "Sakit, bukan?"

Sakura berjongkok seraya mengusap kembali jidat kebanggaannya. Bergumam, "Sakit, Master."

"Di saat seperti ini kau masih bisa bercanda. Aku kekasihmu, berhentilah memanggil Master. Berdirilah," perintah Sasuke.

[2] ScatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang