"Maaf, tapi Anda siapa?"
"Aku kekasihmu, Namikaze Naruto. Apa kau tidak ingat padaku?" Naruto memincingkan matanya.
"Kekasih? Saya sudah mempunyai suami dan anak. Anda jangan sembarangan bicara." Hinata mendelik, napasnya sudah tak teratur.
"Suami? Si Cupu ini suamimu? Dan itu anakmu?" Naruto menunjuk Toneri yang menggendong Mitsuki.
"Suamiku bernama Otsutsuki Toneri, bukan si Cupu yang Anda maksud. Marga saya bukan lagi Hyuuga, tapi Otsutsuki." Hinata tetap tenang dan menjaga kesopanannya.
"Tidak mungkin," bisik Naruto. Dia tak percaya kekasih hatinya berbahagia bersama orang lain.
"Saya peringatkan sekali lagi. Jangan berpura-pura menjadi kekasih saya. Saya sudah berkeluarga. Toneri-kun, kita pergi dari sini. Aku tak ingin ada orang asing lagi yang mengaku seperti itu," kata Hinata dengan kemarahan yang tertahan.
"Mitsuki, berhenti menangis. Kita akan pergi ke tempat lain." Toneri merangkul bahu Hinata. Membawanya menjauh dari pandangan Naruto.
"Papa," panggil Sarada yang khawatir pada Naruto.
"Kita pulang, Sarada. Papa sudah lelah." Naruto berjalan lunglai, tiada semangat lagi.
"Papa," gumam Sarada.
Ingin sekali Naruto melampiaskan kemarahan pada Sarada. Tapi apa daya, Sarada tidak tahu apa-apa. Naruto tak setega itu.
.
Naruto mengurung diri di kamar sejak pertemuannya dengan Hinata. Dia masih tak bisa percaya apa yang dialaminya.
Seandainya aku berpikir ulang saat Sakura meminta bantuan, Hinata tak 'kan bersama Cupu. Seandainya aku tak meninggalkan Jepang, Hinata menjadi milikku. Pikiran Naruto dipenuhi pengandaian. Naruto menangisi keadaan dalam diam. Dia pun teringat lagu dari negara bermusim dua. Liriknya; aku bukanlah superman. Aku juga bisa nangis jika kekasih hatiku pergi meninggalkan aku. Dia tidak terima, bahwa Hinata sudah berkeluarga. Memiliki suami dan anak, lalu hidup bahagia bersama. Bukan dengannya, tapi dengan yang lain.
"Tuhan, aku masih mencintainya," lirihnya yang dilanjut tangis dalam diam. Sungguh, Naruto ingin bunuh diri, lalu hidup di surga bersama bayangan Hinata.
Tok tok tok
"Papa belum makan pagi dan siang. Ayo kita makan Papa. Papa akan sakit kalau tidak makan." Suara Sarada dari luar pintu sangat keras, tapi Naruto tak mendengarnya. Dia acuh pada Sarada. Dan tak acuh pada patah hatinya.
"Papa." Sarada membuka pintu perlahan. Menghampiri Naruto yang keseluruhan tubuhnya dalam selimut.
"Sarada, Papa tidak ingin makan. Papa tidak enak badan. Sebaiknya, Sarada keluar. Papa tidak ingin diganggu." Naruto mengeratkan selimut pada tubuhnya. Seakan, tak ingin diganggu siapa pun, termasuk Sarada.
"Papa cepat sembuh. Sarada pergi." Sarada mengelus punggung Naruto, lalu keluar dari kamar itu.
Smartphone milik Naruto berbunyi. Menandakan ada telepon masuk. Dia melihat layarnya. Nomor asing, pikirnya. Tanpa ragu, Naruto mengangkat telepon itu, barangkali sangat penting.
"Halo?" Suara dari seberang sana sangat Naruto kenal
"Sasuke?"
"Aku ingin bertemu denganmu. Kutunggu kau di kafe biasa, dekat sekolah kita."
Orang yang menelepon Naruto mematikannya tanpa salam penutup. Naruto bergegas siap-siap menemui orang itu di kafe dekat sekolahnya, green café.
Setibanya di kafe itu, Naruto mengamati setiap meja. Ada seorang berambut hitam kelam seperti Sarada, yang Naruto yakini, dia adalah Sasuke.
"Lama tak berjumpa, Naruto." Sasuke tersenyum ramah, namun tipis sekali.
"Lama tak berjumpa, dasar brengsek." Naruto memukul Sasuke tanpa ampun. Karena menimbulkan kericuhan, para pelayan memisahkan mereka.
"Apa yang kau lakukan? Aku mengajakmu bertemu bukan untuk memukuliku." Sasuke mengepalkan tangannya. Menatap sahabat baiknya dengan mata elangnya.
"Duduklah." Naruto masih dalam batas kesabarannya. Dia akan menjelaskan seberapa masalah yang Sasuke timbulkan karena pergi tiba-tiba. Naruto mengibaskan tangannya; menyuruh para pelayan pergi.
"Kenapa kau memukulku? Aku hanya ingin bertemu denganmu setelah sekian lama." Sasuke memasang muka datar seolah tak ada yang terjadi beberapa menit lalu.
"Bisakah kau intropeksi diri? Kau pergi begitu saja," geram Naruto. Rahangnya mengeras, wajahnya memerah menahan amarah.
"Aku pergi ke Perancis untuk mengurus perusahaan. Apa ada masalah dengan itu?" tanya Sasuke seraya mengetukkan jari jemarinya di meja.
"Bukan cuma ada. Walau sedikit, masalah yang kau timbulkan amat merepotkan." Naruto menggebrak meja, namun tak terlalu keras.
"Oh ya?"
"Kau tahu?"
"Tidak."
"Ini serius, jangan bermain-main."
"Baiklah, aku hanya bercanda."
"Harus aku mulai dari mana?"
"Dari atas ke bawah, atau dari mata ke hati."
"Kubilang serius," gertak Naruto. Sudah cukup kesal pada Sasuke yang otaknya agak miring.
"Silakan bicara, Naruto-sama." Sasuke melipat tangannya di atas meja.
"Sarada, dia anakmu." Naruto mengambil smartphone-nya, lalu menunjukkan foto Sarada.
"Aku belum menikah," kata Sasuke. Salah satu alisnya terangkat, menandakan pria itu tidak paham maksud Sasuke.
"Dia anakmu dan Sakura. Aku yang kurang beruntung, menyetujui saat Sakura meminta pertanggungjawaban atas Sarada. Akhirnya, aku pergi ke Amerika dengannya dan membesarkan anakmu itu. Setelah bertahun-tahun lamanya, aku kembali ke Jepang. Dan dikejutkan sepupumu, Hinataku, sudah bersuami.
"Kau pikir aku baik-baik saja akan semua itu. Batinku yang paling sakit. Karena kebodohanmu itu, Hinataku bersama orang lain. Bagaimana aku bisa merebut Hinataku kembali? Aku sudah tak bisa berpikir." Panjang lebar Naruto menjelaskan akibat dari kepergian Sasuke. Pergi seenaknya, datang pun begitu. Sungguh, Uchiha itu otaknya sudah berpindah di tumit.
"Aku ... aku." Sasuke tak sanggup berkata lagi. Dia menyesal mengikuti perintah ayahnya. Harusnya, dia menjadi pembangkang saja kala itu.
"Kau berhasil membuatku membenci dirimu, Uchiha. Aku ingin membunuhmu hari ini, di tempat ini." Naruto menatap nyalang Sasuke. Sedangkan, Sasuke mematung mendengar segala pernyataan Naruto.
.
Beralih ke keluarga Otsutsuki. Toneri fokus mengendarai mobilnya, sementara Hinata terhanyut dalam lamunannya. Di pangkuan Hinata, Mitsuki tertidur lelap.
"Hinata, apa kau belum siap?" Suara tenang Toneri mengusik hati Hinata yang tak tenang.
.
Tbc.
Nb : Mau update tiap apa? Jangan lupa baca Strange, wahai kawan-kawan.
Scat © -05/22/2017-

KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scat
Fiksi PenggemarSequel 'Shitteru' Naruto pulang ke Jepang. Dia telah menyelesaikan kuliahnya. Berniat mencari kekasih hatinya yang bahkan tak pernah memberi kabar selama ini. Di mana dia? Di mana Hime-ku? Apa dia sudah menyerah untuk menungguku? Aku mencintaimu. A...