7 - Chance

3.4K 195 9
                                    

"Aku tidak sanggup lagi bercanda. Cukup. Aku cuma punya hati, tapi mungkin kamu tak pakai hati. Kamu berbohong ak—"

"Sejak kapan guyonan pakai hati?" sela Naruto.

"Sejak kumulai mencintaimu, babe." Sasuke mengedipkan sebelah matanya.

Naruto bergidik ngeri. "Tuhan, aku menyesal menjadi sahabatnya."

"Sesalkan saja Hinata yang pergi darimu. Sahabatku yang malang." Sasuke menepuk puncak kepala Naruto. Tajam seperti kulit buah bu ... bu apa ya? Buria suka-suka? Ah ... bukan, itu boria. Sepertinya du ..., tapi du apa? Tidak mungkin Adudu, si kepala dadu. Sasuke terlarut dalam pikiran pendeknya.

"Daripada kau meratapi nasibku, lebih baik kau ajak main Sarada. Aku mengizinkannya menginap sekitar beberapa hari," bujuk Naruto. Dia ingin mempersiapkan sesuatu yang membuat hati Hinata luluh.

Sasuke menggosok ujung hidungnya. "Bukan masalah menginap, tapi dia mau tidak?"

Naruto mencabut earphone di telinga Sarada. Dia membujuknya selembut mungkin. "Sarada, tinggallah bersama Paman Gila untuk beberapa hari. Papa banyak urusan, hingga mungkin tidak bisa bermain game denganmu. Jangan khawatir, Paman Gila bisa menghiburmu."

Sarada melirik Sasuke sekilas. Wajahnya memucat karena senyuman Uchiha itu aneh. Juga menakutkan dan tidak layak ditayangkan. "Papa, dia orang gila sungguhan?"

Naruto mengangguk mantap. "Iya, bukan jadi-jadian."

Sarada berbisik, "Papa dia tidak normal? Atau ada sedikit guncangan sampai kejiwaannya terganggu?"

"Putri Papa amat pintar. Kau sangat tahu sebelum Papa memberitahumu." Lantas, kekehan geli menerpa indra pendengaran Sarada.

"Baiklah. Paman ini juga tidak terlihat gila. Paman, ayo pulang. Aku tidak betah di sini." Sarada turun dari kursi tingginya, lalu menarik tangan Sasuke.

Naruto mengusap sudut matanya yang berair. "Semoga kau bahagia. Tidak juga tidak apa. Ini bukan acara pernikahan."

.

Day 1

Naruto mengetuk pintu kediaman Otsutsuki. Di tangannya, berdiam se-buket bunga mawar.

"Apa?" Ternyata Hinata yang membuka pintu.

"Aku menci—"

Brak.

Pintu tertutup rapat. Menyisakan sesak di lubuk hati Naruto. Belum sempat dia mengucapkan kata cinta dengan baik dan benar. Ditolak sebelum berjuang itu sakit.

Day 2

Naruto berjalan di trotoar setelah membeli coklat bermerek. Anak holkay mah bebas, pikirnya. Dia bersenandung dan melompat beberapa kali.

Bug.

Tubuh besar nan berisi lemak yang berlimpah. Naruto berpikir; inilah bukti gemah ripah loh jinawi, atau gemah ripah lemak jinawi lebih tepat.

"Kalau jalan itu, pakai mata," umpat si sosok gendut.

Naruto mengepalkan tangannya. "Dasar gendut, otakmu pasti se-udang, bukan? Jika berjalan, pakai kaki. Memangnya spongebob yang memakai mata kalau berjalan?" bantahnya.

"Terserah kau." Si gendut itu mengibaskan rambut gondrongnya.

Naruto bersin seketika. "Dia pasti tidak menggunakan Twitsal." Naruro mengalihkan pada coklatnya yang hendak diberikan pada Hinata. Hanya karena tertiban si gendut tadi, coklatnya sudah gepeng bersama kalengnya. "Tarik napas, hembuskan. Aku akan membeli yang lain dan berhati-hati saat bertemu orang gendut."

Tibalah saatnya Naruto memberikan coklat yang lebih besar. Ketukan pintu kasar sudah dia terapkan sejak zaman azali. Sehingga, si penghuni rumah pun tidak sanggup berlama-lama menutup pintunya.

"Apa?" Hinata lagi bersama anak kecil berambut biru muda, Mitsuki.

Naruto mengeluarkan coklat dari persembunyiannya. "Jeng ... jeng ..., ini coklat untukmu."

Hinata menerima coklat itu. Dia menyejajarkan tubuhnya dengan Mitsuki. "Ini untukmu, Sayang."

Mitsuki mengecup pipi Hinata. "Terima kasih, Ibu." Dia berteriak kegirangan ketika kembali ke rumah.

"Hinata, kenapa kau membe—"

Brak.

"rikan coklat itu pada dia," ucap Naruto. Dia meletakkan tangannya di dahi. Tidak semudah itu mendapatkan hati Hyuuga Hinata lagi. Dulunya dia sudah dapat, tapi ... dia menghilang begitu saja.

Day 3

Naruto sudah siap dengan gitarnya. Dia ingin menyanyikan sebuah lagu. Bukan Surat Yasin untuk Mantan, tapi Surat Cinta untuk Nata. Dia mengetuk pintu, kali ini dengan lemah gemulai. Namun, tiada yang menyahut dari dalam. Akhirnya, dia mengetuk secara brutal.

"Apa?" Sudah biasa Naruto tersuguhkan oleh wajah datar Hinata.

Naruto duduk di ayunan. Sebelumnya, dia menggendong Hinata. Menempatkan Hinata di sampingnya. Suara gitar mulai menyapa telinga. Dia mengeluarkan suaranya. Bernyanyi setulusnya. Hinata juga bernyanyi, jadilah diet ... maksudnya duet dadakan ini.

"Hinata, kumohon jangan menghindar." Naruto menggenggam tangan Hinata. Mengabaikan gitarnya yang tenggelam dalam kesendirian. "Kau membenciku?" tanyanya kemudian.

"Aku tidak benci. Aku kecewa. Kau pergi tanpa memikirkan perasaanku. Aku mencintaimu, tapi kau seperti tidak ingin memertahankan hubungan kita." Hinata mengeluarkan apa yang dipendamnya selama ini. Saking tidak kuat menahan tangis, dia berlari masuk ke rumahnya.

"Maaf mengecewakanmu. Aku tidak bermaksud." Naruto mengusap kasar wajahnya. Dia merasa menjadi laki-laki yang tidak berguna sepenjang sejarah peradaban alien ini.

Day 4

Naruto mengendap memasuki kediaman Otsutsuki. Dia sudah izin pada Toneri yang lembur. Dia sudah memastikan hanya Hinata dan Mitsuki di rumah. Dia berkeliling membuka satu persatu pintu yang serupa. Dia tidak mengetahui kamar Hinata sebelah mana.

Puk.

Tangan putih pucat melingkar di kaki Naruto. Dia bergumam, "Tangan apa ini?"

"Hai, Paman." Tangan itu milik Mitsuki. Dia menyadari sejak awal kalau Naruto mengendap bak teroris.

Naruto mengelus dada. "Hai juga. Kamar Ibumu di mana?"

"Ikuti aku, Paman." Mitsuki memimpin jalan. Sampailah mereka di kamar Hinata. Hinata bergelung dalam selimut.

"Kemari, Mitsuki. Kita berbaring bersama Ibu." Naruto menggendong Mitsuki menaikki kasur. Mitsuki berbaring di antara pasangan yang belum bersatu itu.

"Hinata."

.

Tbc.

NB: Kuy baca fanfik-ku yang lain. Cek di works. Eh, aku ternyata sudah minus satu. Gak sadar, mungkin gara-gara mantengin hape sama laptop. Dan juga, jeng jeng jeng, di uji peminatan hasilnya aku minat di bahasa. Makin suka sama wattpad nih. Ingin sekali sering update, tapi ... ya karena keadaan. Salam author. Babay muah.

Scat © -06/08/2017-

[2] ScatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang