Problem

1.6K 179 20
                                    

Entah harus membuat ekspresi seperti apa, Jimin dan lelaki di depannya hanya bisa memandang satu sama lain dengan tatapan cukup dingin. Orang yang Jimin cari-cari selama ini hadir di hadapannya dengan penampilan dan gaya yang berbeda. Namun tatapan itu, tatapan yang sempat membuat Jimin jatuh cinta setengah mati tidak berubah. Hanya saja tatapan itu memiliki sejuta makna di dalamnya.

Tatapan sendu milik Yoongi berbanding terbalik dengan tatapan Jimin terhadapnya. Tatapan Jimin lebih memiliki banyak pertanyaan. Lebih banyak menyiratkan kesedihan dan sedikit keputus asaan.

"Ehem, maaf hyungnim dan Jimin. Saya akan keluar. Silakan meni-"

"Oppa tetap disini. Oppa bilang kita akan membicarakan proyek baru kan?" Potong Jimin cepat tanpa mengalihkan pandangannya pada Yoongi. Dadanya naik turun menahan emosi, suaranya bergetar menahan tangis, dan tubuhnya terasa kaku walaupun ingin sekali menggapai seorang Min Yoongi.

Hoseok terkejut. Nada bicara Jimin dingin, namun getaran suaranya tidak bisa membohongi seorang Jung Hoseok yang sudah berpengalaman dalam menilai gerak-gerik berbicara terhadap seseorang. "Tidak, Jimin. Saya harus keluar. Kalian butuh waktu." Ucapnya sebelum pamit kepada Yoongi untuk keluar.

"Tunggu!" Seru Jimin hingga membuat Hoseok menghentikan langkahnya. "Jadi.. oppa sudah tau?" Jimin melirikkan matanya ke arah Yoongi dan Hoseok secara bergantian. "Se.. sejak kapan?"

"Kau tidak perlu tahu sejak kapan, Jimin. Sekarang yang penting selesaikan urusanmu dengan Yoongi hyung." Ucap Hoseok sebelum benar-benar menghilang dari ruangan.

Jimin meneguk ludahnya kasar. Banyak pertanyaan di otaknya sampai sulit untuk menghasilkan suara. Tanpa sadar, Jimin malah mengeluarkan suara yang terdengar lucu di telinga Yoongi. "Ha- hai Mr. Min, a- aku Park Jimin. Desainer se- senior di gedung ini."

Yoongi tersenyum. Mau tidak mau akhirnya lelaki itu tersenyum melihat gelagat Jimin yang kurang nyaman. Yoongi menghampiri Jimin dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Pelukan hangat yang selalu menjadi favorit Jimin. "Maaf. Aku tau kau menahan tangismu, menangislah. Mulai sekarang aku akan selalu ada di sisimu." Ucapan Yoongi membuat Jimin benar-benar meruntuhkan air matanya, dan juga membuat Jimin menggeleng dalam dekapannya. "A- aku hiks, tidak percaya dengan ucapanmu."

Yoongi diam. Hanya bisa mengungkapkan perasaannya lewat sentuhan lembut pada rambut ash grey Jimin. Mendengar tangisan Jimin yang semakin menjadi-jadi, membuat Yoongi semakin merasa bersalah dan ingin merengkuh kehidupan bersama Jimin kembali. "Maafkan aku.. maafkan aku.." ucapnya pelan sambil mengecup kening Jimin dengan sayang.

Masih sambil terisak, Jimin melepaskan pelukan dan mencoba mengatur napas di sela-sela senggukannya. Hidung dan mata Jimin memerah, bibirnya masih bergetar. Yoongi mencoba untuk menghapus air mata Jimin namun langsung di tepis secara halus oleh wanita mungil tersebut. "Seharusnya aku tidak boleh begini, maafkan aku Presdir." Ucap Jimin setelah melangkah mundur dan membungkuk dengan hormat. "Maaf, aku telah lancang." Lanjutnya sambil menghapus jejak air matanya dan mengatur napasnya.

"Jim." Yoongi mencoba untuk mendekat.

Tangan kiri Jimin membuat kode untuk berhenti. "Jangan. Jangan coba-coba untuk mendekatiku. Cukup berbicara dengan jarak seperti ini."

"Oke, baiklah." Yoongi mengalah, lelaki itu mundur kembali dan menumpukan bobot tubuhnya pada meja kerjanya. "Aku minta maaf." Ucapnya.

"Sial. Bahkan aku tidak tahu untuk siapa aku bekerja." Jimin bersuara. Alis Yoongi bertautan heran. "Aku tidak mempedulikan siapa pemilik perusahaan karena yang kupikirkan hanya bagaimana aku punya uang untuk hidup."

"Jimin."

"Kalau aku tau dari awal ini adalah perusahaanmu. Aku tidak akan melamar di sini."

"Park Jimin!" Yoongi mulai tidak sabar. Suaranya berhasil membuat Jimin terkejut dan bungkam. "A- aku.."

I don't careTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang