Rival

1.4K 153 90
                                    

"Hyung. Ish, sudah cukup. Ini sudah gelas yang ke 8. Kau menghabiskan hampir satu botol wine penuh seharga  $6480. Ck!" Hoseok menarik paksa gelas bening berisikan cairan merah pekat dari genggaman Min Yoongi.

"Aku benar-benar kecewa." Ucap Yoongi setengah mabuk. "Orang yang dulu berjuang bersama kita ternyata seorang pengkhianat." Lanjutnya sambil mengusak rambutnya kasar.

"Whoa, jangan ambil keputusan secara sepihak. Kau cari tahu dulu kebenarannya baru bisa bilang begitu. Lagipula, kemarin kau bilang tidak terlalu yakin karena kaca mobil yang gelap?" Hoseok meneguk gelas wine pertamanya tenang. Hoseok masih sadar, dia berjaga-jaga jika bos besarnya mabuk dan mulai meracau bahkan melakukan sesuatu hal yang ekstrem.

"Tapi aku bisa melihat Jimin dengan jelas, dan semuanya sudah terbukti, Hoseokah. Perlu bukti apalagi?"

"Aku yakin Namjoon bukan orang seperti itu, hyung. Aku bisa jamin itu."

Yoongi berdecak sebal. Ia merasa temannya ini sama sekali tidak membantunya. Malah berpihak pada orang yang dianggap berkhianat padanya. "Terserahmu sajalah." Ucapnya malas.

"Namjoon hanya tau kau sudah menikah, tapi tidak dengan Jimin. Dia tidak tahu kalau Jimin adalah istrimu." Ucap Hoseok sambil mengambil keripik kentang dan mengunyahnya. "Lagipula, kau pikir saja, ada berapa puluh bahkan ratus orang yang bernama Jimin di Korea? Bahkan aku punya kenalan bernama 'Park Jimin' lebih dari lima orang. Wanita dan pria tergabung di dalamnya."

Yoongi mendecih. "Peduli setan. Aku mau pulang." Lelaki itu berdiri. Tiba-tiba kepalanya terasa berat dan kakinya terasa sangat lemas. Badannya terhuyung hampir melompat keluar balkon kantor.

"Ya, hyung! Ouch." Hoseok menahan tubuh Yoongi dan membawanya ke dalam ruangan. "Ku antar kau ke rumah." Lelaki itu membopong teman seperjuangannya yang mulai meracau tidak jelas. "Eoh. Tidur? Dasar beruang kutub. Bisa-bisanya tertidur sambil meracau."

.
.
.

"Mama." Jiyoon keluar dari kamarnya sambil memeluk boneka singa pemberian papa Taetae tampan kesayangannya. "Papa belum pulang?"

Jimin yang sedang menonton drama di televisi menoleh dan tersenyum, tangan kanannya di rentangkan untuk memeluk anaknya yang telihat mengantuk. "Jiyoonie, tidak tidur? Yah, nampaknya papa tidak akan pulang malam ini, sayang."

"Papa pergi jauh lagi?"

Tangan Jimin mengelus rambut putrinya sayang. "Mama tidak tahu, sayang. Mungkin papa sedang banyak pekerjaan. Papa Jiyoonie kan orang hebat."

Jiyoon mencebik kesal. Kemarin papanya baru saja berjanji untuk tidak meninggalkannya dengan sang mama lagi, namun kali ini baru satu hari berjanji, papanya sudah pulang sangat terlambat.

"Jiyoonie, tidur saja ya? Besok masih harus sekolah. Biar mama saja yang menunggu papa."

"Aku tidur disini ya ma? Aku juga mau menunggu papa."

"Hmm, baiklah. Ambil selimut mu dulu sana."

Jiyoon mengangguk dan melangkahkan kaki kecilnya ke kamar. Sedangkan Jimin melangkahkan kakinya ke dapur untuk membuat sebuah coklat hangat.

Tak lama, pintu apartemennya berbunyi. Impuls Jimin langsung menuju pintu dan membukanya. "Astaga!" Seru Jimin melihat siapa yang datang. "Oppa! Aduh! Ayo masuk, masuk. Langsung bawa ke kamar saja."

"Jimin, ugh suamimu.." Hoseok yang membopong Yoongi terlihat sedikit kesusahan.

Jimin langsung berlari membukakan pintu kamar tidurnya dan menyuruh Hoseok untuk meletakkan Yoongi di kasur.

I don't careTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang