Siapa?

129 16 1
                                    

Hanif mensejajarkan posisinya dengan Audrey.

"Kenapa lo lakuin itu ke gw? Kenapa lo sebarin berita kalau gw ditolak sama Aldi??" Audrey berteriak di depan muka Hanif

Hanif masih mencerna kata-kata Audrey hanya bisa diam.

"Jangan liatin tingkah so bego lo! Satu sekolah udah tau gw ditolak Aldi. Kenapa lo kasih tau ke satu sekolah?? Apa salah gw??" Audrey menegakan tubuhnya.

"Gw gak ngerti apa yang lo ucapin Drey." Hanif memasang muka polos

"Jangan so polos! Lo yang ngasih tau ke satu sekolah gw ditolak Aldikan? Apa salah gw Nif? Lo udah janji gak akan bilang ke siapa-siapa, tapi apa buktinya??" Audrey berteriak menjelaskan kepada Hanif

"Gw gak ngasih tau ke satu sekolah, gw bahkan baru tahu masalah ini karena lo." Hanif menatap Audrey heran.

"Kalau bukan lo terus siapa? Yang tau itu cuman lo aja Nif."

"Kenapa lo cuman nyalahin gw, gw dari tadi sama lo bahkan buat pegang hp gw belum sempet. Kenapa lo cuman mojokin gw??" Hanif balas berteriak kearah Audrey.

"Karena Aldi gak mungkin nyebarin berita itu ke satu sekolah. Aldi gak akan nyebar berita kayak gitu. Dan lo orang asing yang baru masuk dalam kehidupan gw. Bisa jadi lo yang nyebar."

"Bukan gw! Gw gak sejahat itu Drey."

"Lo bohong Nif. Itu pasti lo. Kenapa lo jahat sama gw Nif?? Kenapa??" Audrey menarik-narik baju Hanif.

"Itu bukan gw! Kalau lo cuman mau kesini cuman buat nanyain itu. Gw udah jawab kalau itu bukan gw. Terserah lo mau percaya apa enggak." Hanif melepaskan tangan Audrey yang menarik bajunya dan masuk kedalam kamar dengan menutup pintu dengan kencang.

"Hanif lo bohong kan?? Kalau lo gak salah lo gak akan kayak gini." Audrey mengetok-ngetok dengan biadab pintu kamar Hanif.

Audrey menangis tersedu-sedu dengan kedua tangan yang memukul-mukul pintu kamar Hanif.

"Astagfirullahaladzim. Audrey" Bunda Zi langsung berlari memeluk Audrey.

"Nak kamu kenapa sayang?" Bunda Zi masih memeluk Audrey.

"Bun.. da.. Hanifnya jahat" Audrey masih tersedu-sedu.

"Sini bilang sama Bunda, Hanif ngapain kamu sayang." Bunda Zi mengusap rambut Audrey.

Audrey terdiam. Lidahnya terasa kelu untuk membicarakannya. Audrey hanya ingin menangis dan pulang. Rasanya sangat sakit.

30 menit sudah Audrey meninggalkan kediaman rumah Hanif. Bunda Zi sudah berada di dalam kamar anaknya-Hanif-.
Bunda Zi menatap anaknya yang duduk di meja belajar.

"Kamu ngapain Audrey?" Bunda Zi bertanya dengan nada dingin.

Hanif tidak menjawab. Hanif tahu Bundanya pasti marah, tapi Hanifpun tidak tahu apa salahnya dan apa yang harus dijelaskan pada Bundanya.

"Bunda tanya kamu sekali lagi, kamu ngapain Audrey?" Bunda Zi mulai menaikan nada bicaranya.

"Bunda aku gak tau apa salah aku, aku gak tahu kenapa Audrey marah sama aku. Aku gak tau bunda." Hanif berbicara dengan nada yang sedih.

"Kesalahpahaman?" Bunda Zi bertanya kembali.

"Iya Bunda. Aku gak tahu harus gimana? Aku gak mau lihat perempuan yang aku suka nangis. Aku gak mau ngelanggar janji aku sama Bunda. Aku gak mau bikin Bunda kecewa sama aku. Tapi aku juga gak tahu apa salah aku Bun." Hanif menjambak rambut frustasi.

Bunda Zi menghampiri Hanif. Hanif memeluk badan Bundanya yang berdiri. Hanif menangis dengan memeluk Bundanya. Bunda Zi memeluk anaknya menyalurkan kepercayaan.

"Bunda tahu kamu gak akan ingkarin janji kamu nak." Bunda Zi berbisik ke telinga Hanif.

"Makasih Bunda." Hanif semakin mengeratkan pelukannya.

Hanif menangis dalam dekapan Bundanya. Kenangan ketika Bundanya menangis terulang dalam otaknya. Hanif tidak bisa melihat perempuan menangis, Ia akan menangis karena teringat kenangan buruk ketika Bundanya menangis.

Matahari sudah menampakan mukanya di pagi hari. Sinarnya membungkus kehangatan atmosfer di bumi. Suara burung bernyanyi. Cuaca seperti mengejek suasana hati Audrey.

"Audrey Rio cepat turun ke meja makan!!" Suara Bunda menggelegar di pagi hari.

Audrey sudah sampai di meja makan. Disana ada laki-laki seperti ayahnya. Benarkah Ayahnya pulang? Audrey melangkahkan kaki dengan cepat.

"Ayah?" Audrey memanggil sosok pria itu.

Pria itu tersenyum dan merentangkan tangannya.

"Princess sini. Ayah kangen banget kamu sayang." Ayah Audrey memeluk putrinya.

"Bun aku mau berangkat ya. Mau nyusul Ayah ke Singapur." Rio memberitahukan kepada Bundanya.

"Ngapain kamu nyusul Ayah? Orang Ayah udah pulang kesini." Ayah tertawa melihat Rio yang sudah membawa koper.

"Kok Ayah udah pulang sih?" Rio menatap Ayahnya Heran.

"Jadi kamu lebih suka Ayah gak pulang gitu?" Bundanya cemberut.

"Bukan gitu Bun, maksud aku tuh aku mau nyusulin Ayah biar cepet pulang sekalian liburan." Hanif langsung memeluk Bundanya tanda meminta maaf.

"Bohong bang Rio mah. Dia mah mau liburan doang Bun." Audrey mengejek ke arah Rio.

"Eh diem anak kecil." Rio memasang muka masam.

"Udah dong gak usah ribut gitu. Ayahkan udah pulang. Bang Rio udah siap pergi. Jadi gimana kalau kita nanti sore pergi jalan-jalan." Ayah merangkul pundak Rio dan Audrey.

"Siap bos." Jawab mereka berdua serempak.

"Yaudah sekarang makan dulu yah." Bunda menyuruh kami semua duduk di depan meja makan.

Mereka makan dengan diam hanya suara sendok dan garpu yang terdengar dan beberapa keusilan Rio kepada adiknya Audrey.

Setelah makan bersama Audrey memutuskan untuk kembali ke kamar. Audrey membuka pintu balkon. Menatap kearah kamar Hanif. Gordennya masih ditutup. Audrey ingin meminta maaf kepada Hanif karena sifatnya yang terlalu berlebihan. Walaupun memang benar apa yang dikatakan Hanif bahwa dia belum tentu yang memberitahu ke semua anak sekolah karena Hanif memang bersamanya. Tapi emosi itu seketika meledak begitu saja. Audrey tidak bisa menahannya.

"Gw tahu apa yang lagi lo pikirin Drey." Suara bass abangnya terdengar.

"Eh sialan daki onta ngagetin aja." Audrey memukul abangnya.

"Heh adik durhaka, abang lo yang ganteng gini lo sebut daki onta. Dasar ikan sotong." Rio membalas Audrey dengan mencubit pipinya.

"Ihh lepasin sakit tau." Audrey berusaha melepaskan tangan abangnya.

"Gw serius. Gw udah baca pengumuman itu. Gw juga tahu malem lo nangis pupang dari rumah Hanif. Gw udah nanya ke Hanif juga " Rio menatap Audrey serius

Audrey hanya diam. Lidahnya kelu untuk mengatakan sesuatu, rasanya seperti ada yang menahan.

"Dia gak mungkin lakuin itu. Dia tuh beda. Dia udah jelasin sama gw. Gw harap lo bisa maafin dia dan kita cari siapa yang ngumumumin itu. Gimana?" Rio mengelus rambut Audrey.

Audrey hanya mengangguk dan langsung memeluk abangnya. Audrey ingin mengakhiri semuanya. Audrey akan memaafkan Hanif.

Stairway to DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang