Yeonbi meringkuk dalam kesedihan di tengah hujan, basah oleh guyuran langit dan air mata yang tidak terhentikan.
"Memangnya aku bisa memastikan kalau itu adalah perbuatanku?" Untuk kesekian kalinya perkataan itu berulang, menjatuhkannya lagi pada perasaan kelam di jurang keputusasaan.
Dasar bajingan!
***
31 Mei 2017Petir menyambar marah, gemuruh angkasa meraung garang pada siapa saja. Langit malam Seoul kala itu sedang murka.
"Teruskan!"
Seorang wanita tua—bidan—terus berteriak pada wanita di hadapan, yang telah kuyup oleh peluh dalam perjuangan untuk melahirkan anak tak diharapkan.
Kontraksi kembali datang. Yeonbin tenggelam dalam kesakitan, kain kumal yang ia gigit untuk menahan teriakan membuat rahangnya kram.
Ada yang bidan itu khawatirkan. Tangan keriputnya mengambil gunting kemudian memecah paksa air ketuban yang ada di dalam.
Menit-menit berlalu menegangkan, ada nyawa yang dipertaruhkan. Berita buruknya sang bayi belum juga bisa dikeluarkan.
Yeonbin untuk kesekian kalinya mengejan. Butuh usaha keras karena tubuhnya lemas dan kesakitan. Namun pada akhirnya kepala bayi mulai menunjukkan penampakan.
Hanya sampai itu.
Si wanita tua menatapnya dengan panik. Tidak ada lagi proses yang berjalan baik.
"Agasshi, kita harus—"
Ia menyela dengan gumaman tidak jelas sebab mulut tersumpal kain, satu hal pasti bahwa Yeonbin setuju dengan yakin.
Tanpa menunggu lama, bidan menyiapkan segalanya. Beberapa detik kemudian tubuh lemah penuh darah itu terlonjak saat beberapa bagian dirinya digunting paksa, membuat jalur lebih lebar untuk bayinya.
Terlalu banyak lara yang ia tanggung.
Puncak dari itu semua, Yeonbin tidak lagi mempedulikan wanti-wanti bidannya, kain yang ia gigit dimuntahkan bersamaan dengan lolongan panjang penuh kepedihan yang langsung memenuhi kamar kumuh itu dan mengalahkan geraman cakrawala, mengeluarkan sisa tenaga yang tersisa. Seketika pandangannya silau walau hanya lampu kuning redup sebagai cahaya. Ia mati rasa. Syaraf telah lumpuh oleh perih yang tiada tara.
"Anak laki-laki, Agasshi! Sehat! Lahir pada jam dua tanggal 1 Juni 2017!"
Titik-titik hitam mulai memenuhi pandangan. Namun sebelum kegelapan menyeretnya paksa menuju ketidaksadaran, tangis keras anaknya adalah suara terakhir di pendengaran.
"Anyeong, Junie!"
***
"Maafkan Eomma, Junie." Yeonbin menimang anak di dekapan dengan kasih. Bayi yang masih merah tersebut tertidur lelap terbuai oleh gendongan ibunya dan angin.Manik coklat itu melihat tiap senti wajah baru di hidupnya. Tampan tanpa cacat apapun di wajah. Matanya masih tertutup, wanita itu bersyukur karenanya. Akankah Jun akan membenci wajah Yeonbin jika ia sudah bisa melihat nantinya?
Kecupan ia berikan pada pipi gembul Jun kecil. Ciuman terakhir sebelum tubuh mungil itu dilempar kejam kemudian terhempas ke dinginnya air sungai yang membuat siapa saja menggigil.
"Maaf. Eomma harus melakukannya demi mendapat pengakuan dari keluarga lagi. Setidaknya kau sudah merasakan dunia walaupun cuma beberapa hari, bukan?"
Dengan begitu, langkah tertatih dengan pagar yang menyangga lengan menuntunnya pergi dari Jembatan Mapo itu. Meninggalkan bayi tidak berdosa tenggelam, air menyesakkan paru-parunya, hanyut terbawa arus, lalu terantuk batu.
Mati walau ia belum sempat melihat dunia.
Namun tetes air mata tidak bisa mengkhianati perasaan sebenarnya seorang ibu.
Tamat.
#EastStories
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare Viruses
HorrorSaat semua begitu ... abu-abu dan menakutkan. Mereka ada. Mereka selalu ada.