--------------------------------------------------------------
Tenang. Tidak ada siapapun disana . Hanya dia dengan pikirannya yang bergeming. Raut wajahnya menunjukkan dia sedang berpikir keras. Tangannya mengepal kuat. Dia ingin menghilangkan pikirannya tentang dominik, tapi sayangnya tidak bisa. Malah semakin teringat oleh anak itu.
"Arghhh.. Shit !" Dia menjambak rambutnya kuat .
"Alex.. Please.. Hilangkan pikiranmu tentang dia.."Gerutunya marah.
Dia mencoba menarik napasnya kemudian berdiri. Kakinya melangkah ke arah dapur. Lama dia disana hingga kembali lagi ke ruang keluarga membawa minuman kalengan. Diteguknya minuman itu perlahan.
"Ini terasa aneh.. Seharusnya aku tidak menjenguknya tadi.." Katanya lalu tersenyum sinis. Diteguknya lagi minuman itu hingga habis. Dia bersandar disalah satu dinding lalu terduduk ke lantai dengan satu kaki sebagai penyangga.
Masih teringat dipikirannya bagaimana insiden pertemuannya dengan Dominik pertama kali.
Flashback ….
Hari itu, ketika ditangga dia ingin mencari kelasnya tapi tidak ketemu juga. Tidak ada orang disana karena bel masuk telah berbunyi dari sejam yang lalu. Dia kesana-kemari mencari kelasnya dengan hanya mengandalkan peta universitas. Dia hampir putus asa ketika itu, sampai dia bertemu anak laki-laki berambut emo dengan kulit sangat pucat di lorong kampus. Anak itu tidak menghadap dia , tapi malah menunduk.
" Permisi...." Ucapnya sopan.
Anak emo itu mengangkat wajahnya. Sedikit ragu jadinya untuk bertanya. Wajahnya saja sangat angkuh.
"Ah.. Begini.. Aku tidak tau dimana kelasku.. Tau kelas ini..? " Ditunjukkannya pada anak emo itu peta yang dibawanya sejak tadi.
"Oh.. Ini.. Kau tanyakan saja pada yang lain.." Jawabnya malas. Hati alex berubah kesal. Dia pikir anak itu bisa menunjukkannya.
"Kau tau kelas ini ? "
"Tau.."
Alex kemudian diam. Anak emo itu menatapnya tidak nyaman.
"Tolong.. Tunjukkan padaku.." Pinta Alex sopan.
"Tidak mau.. "
"Kenapa ? Menunjukkan tempat ini apa susahnya..? " Alex mulai jengkel pada anak emo itu.
"Ya susah.. Aku tidak mau kekelas itu.."
Alex mengepalkan tangannya . Dia mulai emosi tapi ditahannya dan menutup mata lalu menarik napasnya panjang.
"Okey..akan kubayar..bagaimana ?"
Anak emo itu tertawa gila. "Berani bayar berapa..?"
"Berapapun.. "
Anak emo itu berhenti tertawa, lalu pergi meninggalkan Alex. Dia terus berjalan tanpa memperdulikan tawaran Alex tadi. Alex diam tak bergeming. Dia benar-benar habis kata dibuat anak emo itu.
Anak emo itu tiba tiba berhenti dan memutar badannya kebelakang menghadap Alex.
"Kenapa diam saja ? Kau bilang mau ke kelasmu.." Teriak anak emo itu padanya. Rupanya anak emo itu mau menunjukkan kelasnya.
"Oh.. Okey-okey.." Dia berlari mengejar anak emo itu.
Ketika dia sudah sampai disamping anak itu, Alex tersenyum ramah.