“bagaimana keadaanmu ?” alex membuka suara. Sejak tadi, sejak kejadian dia menggendong dominik, anak itu tidak mengeluarkan satu katapun. Dia marah? Sepertinya tidak. Bahkan sejak tadi anak itu tersenyum dengan pikirannya sendiri, sampai tidak mendengarkan apa yang dikatakannya barusan.
“Hey.. kau baik – baik saja ?” alex kembali bertanya, baru dominik beralih dengan senyum diwajahnya. Dia tersenyum ? ada apa ? Alex menatapnya intens.
“Hem?” gumamnya sedikit.
“apa kau baik-baik saja.?”
Dominik mengangguk. “memang kenapa ?”
Alex mengangkat sedikit bahunya , mencoba berkata”nothing, forgot it” , lalu kembali memandang jalanan yang sepi.
Mobil bergerak kencang , mengingat hari sudah semakin larut. Sebentar lagi sampai ,di satu rumah yang keadaannya sangat sepi, ada lampu tapi seperti tidak ada penghuni.
“Apa tidak ada orang ?” Tanya Alex pada Dominik. Dominik mengacuhkan pertanyaannya ,malah keluar dari mobil dan menatap rumah “neraka” yang dibencinya. Kembali lagi pada kenyataan , bahwa hidupnya tidak akan pernah baik-baik saja setelah ini. Dia berjalan mendekat kerumahnya , menapaki lantai dingin yang lebih terasa menusuk , tangannya mengetuk pintu tiga kali , tapi tidak ada jawaban. Alex keluar dari mobil.
“Benar-benar tidak ada orang ?” Alex berjalan kearah Dominik.
“kurasa iya…”
“kau coba telpon orang tuamu saja,” usul Alex.
“aku tidak membawa handphone…”
“pakai handphoneku ..” Alex mengeluarkan handphone dari saku celananya, menyerahkannya pada Dominik.
Tidak. Itu tidak akan berhasil. Orangtuanya tidak akan sempat menjawab telpon darinya, mereka tidak perduli.
“tidak perlu..” tolaknya.
Alex menatap dominik bingung. “kenapa ?”
Pintu perlahan terbuka. Seorang wanita tidak terlalu tua keluar dari rumah besar itu , ibu dominik. Wajahnya penuh kekhawatiran , lalu ketika matanya menangkap sosok Dominik, itu semua sudah terbalas.
“Dominik ?” suara yang parau terdengar,
“hy mom..” balasnya.
Ibunya tersenyum, lalu menatap Alex penuh tanda Tanya.
“Siapa dia Dominik , ?” nadanya terdengar sangat ramah, sangat baik, bukan seperti ibunya yang dilihatnya kemarin. Kenapa ? oh iya, dia ingat . Ibunya sudah tau Alex setara dengan mereka , pantas untuk diajak berteman , tidak perduli buruknya teman itu asalkan dia kaya , ibunya tidak masalah..
“Dia…” ragu , dominik ragu. Untuk apa ibunya menanyakan hal ini ? tidak penting.
“Nama saya Alex , tante.. saya temannya Dominik..” sela Alex. Dominik menatapnya tidak suka.
“Ya.. dia temanku..” tambah dominik.
Ibu Dominik mengangguk, “jadi , kamu yang menjemput Dominik dari rumah sakit tadi ? “
“Ah.. iya tante… tapi maaf karena kemalaman saya ngantar Dominik, soalnya tadi saya ada urusan sedikit..” Alex tersenyum sumringah,membuat dominik jijik.
“oouh.. tidak apa-apa kok Nak Alex..mau masuk dulu ? biar tante buatkan teh ?”
What the hell her said ? membuatkan teh untuk Alex ? lalu dia ? kenapa ibunya tidak menanyakan apapun tentangnya ,keadaannya , kondisinya . Tidakkah dia khawatir dengan keadaan dominik ? tidak. Ibunya tidak perduli. Dia tersenyum sinis. Apa lagi gunanya dia disini ,sudah ada alex yang lebih cocok jadi anak dari ibunya. Rasa khawatir yang dia kira rupanya hanya omong kosong , tidak akan pernah mungkin ada.