Jimin itu canggung dan ceroboh sekali. Jika orang-orang berteriak pada Namjoon untuk tetap diam demi kedamaian dunia, Jimin sama saja.
Hanya saja dia mencoba yang terbaik tapi dia selalu berpikir dia akan berakhir menghancurkan semuanya, mengacau. Jimin merasa dia tidak cukup baik untuk hal apa pun. Itu membuatnya sedih.
Mungkin karena Jimin selalu mencoba yang terbaik, walaupun semua orang juga begitu, hanya saja dia berusaha memberikan yang terbaik yang dia punya. Orang menyukainya.
Hari ini sebagai orang baru, mereka ingin dia memasak untuk mereka. Menyebalkan menjadi yang terakhir masuk ke Bangtan. Rasanya seperti dia orang luar. Dia merasa begitu tertekan.
Untuk membuat semuanya lebih buruk lagi, Jimin tidak tahu apa-apa tentang memasak. Dia hilang arah. Dia sudah menatap kompor itu selama lima menit. Dia butuh bantuan.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Dia melompat sedikit setelah mendengar suara rendah di belakangnya.
"Ak-aku... Jin hyung bilang aku harus memasak malam ini." Gumam Jimin.
Dia benar-benar takut dengan hyung yang satu ini. Dia terlihat sangat dingin dengan wajahnya yang datar. Tapi hyung ini juga sangat memperhatikannya, dan Jimin sangat menyukainya. Tetap saja, dia tidak bisa tidak menggigil saat Yoongi ada di dekatnya.
"Kau yang bertanggung jawab atas hal itu?" Yoongi bertanya. Dia mengangkat alisnya dan Jimin melihatnya sebagai isyarat mengejek. Hyung ini sedang menertawakannya.
"Tidak-maksudku ya, hanya saja... aku tidak bisa-"
"Aku bisa melihatnya dengan jelas Dengar, aku akan memasak malam ini, kau akan membantuku." Yoongi berkata cepat. Itu perintah.
Sejak Jimin sampai di sini, pria ini telah memerintahnya ini dan itu dan Jimin menaatinya dengan sangat baik. Itu aneh. Rasanya seperti Jimin memang harus menaati Yoongi. Seperti ada peraturan tentang itu.
"O-oke." Jimin mengangguk. Dia ingin bertanya bagaimana hyung ini yang terlihat seperti monster yang tidak peduli dengan apa pun yang tahu cara memasak tapi dia tetap diam saja.
"Dan bukankah aku sudah menyuruhmu membuang semua pakaianmu? Mereka tidak cocok di sini, Jiminie." Yoongi mendesis.
Pria itu mulai memotong beberapa bawang dan Jimin membisikkan maaf yang lembut.
"Aku butuh waktu untuk mengumpulkan uang dan membeli lebih banyak pakaian. Maaf." Jimin menuduk setelah menatap kausnya yang kampungan. Ah, dia sempat berpikir dia akan terlihats sebagai anak laki-laki paling keren di Seoul. Bayangan konyol.
Jimin sedih. Dia hanya ingin melakukannya dengan baik. Kenapa dia tidak bisa melakukannya dengan baik?
"Bagus, Jiminie, tapi ikuti saja orang tua ini, kau akan menyukainya di akhir nanti." Yoongi tersenyum. Begitu cerah sampai Jimin bahkan tidak bisa berkedip. Dia terdiam sebentar dan tersenyum kembali.
Min Yoongi akan merawatnya, memerhatikannya. Siapa Takut?
"Hyung, aku akan membantumu." Jimin berkata sambil tersenyum lebar.
"Memang sudah seharusnya, anak nakal." Yoongi berkata sambil mengacak-acak rambut Jimin.
***
A/N:
Ini akan jadi non-au yang lucu kalo dipanjangin. Ada yang berninat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Servir
FanfictionCollections of drabbles. Basically prompts that I really like and want to write but got no time to turn it to be a fic. Warning: sometimes nsfw, mostly just a rant of my current emotion.