You Do Not

1.9K 290 26
                                    

Park Jimin adalah teman kecil Yoongi. Mereka selalu bermain bersama. Mereka pergi hampir ke mana saja bersama-sama. Yoongi memainkan peran kakak yang bijak dan baik saat bersama Jimin. Jimin itu kecil, mungil, membuat Yoongi ingin selalu melindunginya. Itu semua karena sering kali Jimin itu ceroboh. Dia terjatuh saat berlari di taman. Dia terjatuh dari kursi jungkat-jungkit di taman. Dia bisa terjatuh karena hal yang paling spele. Yoongi akan menolongnya. Yoongi akan mengucapkan kata-kata manis agar dia tidak menangis.

Pertemuan pertama mereka adalah saat Yoongi tersesat di gedung belakang sekolah. Saat kecil Yoongi pendiam, dia tidak banyak bicara karena ayahnya sangat tegas dalam mendidiknya. Laki-laki harus selalu kuat. Itu perkataan ayahnya yang Yoongi selalu ingat.

Seperti ada sebuah aturan, anak yang pintar dan pendiam akan selalu dikucilkan. Yoongi salah satunya. Entah mengapa dia selalu canggung dalam bersosialisasi. Seperti ada perasaan tercekat setiap kali dia mau berbicara dengan orang banyak.

Yoongi tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Itu membuat dia merasa begitu kecil dan kosong. Dia merasa dia tidak berguna dan terbuang. Tapi tidak dengan Jimin. Park Jimin adalah penyelamatnya. Jimin tidak menghakimi Yoongi seenaknya, Jimin menunggu Yoongi  memberikan Yoongi kesempatan sampai akhirnya Yoongi membuka diri.

Berawal dari satu hari saat Yoongi dikurung oleh temannya di gudang belakang. Hari itu ada ujian matematika dan entah mengapa seluruh kelas merasa Yoongi tidak harus ikut. Ada lima anak yang mengurung Yoongi, membiarkan Yoongi sendirian di gudang belakang yang sepi dan lembab.

Saat Yoongi sudah terlalu lelah menangis, Jimin datang seperti malaikat. Dia memeluk Yoongi, menanyakan perasaan Yoongi, menuntun Yoongi keluar dari gudang lewat sebuah jendela kecil.

Jimin adalah keajaiban bagi Yoongi. Seelah itu, kemana pun Yoongi pergi, Jimin ada di sana. Menatap Yoongi dengan senyum cerah. Membantu Yoongi saat perilaku teman-temannya membuat Yoongi merasa begitu menyedihkan.

Jimin selalu ada. Yoongi senang akan itu. Setidaknya sampai Yoongi berusia lima belas tahun dan menyadari; Park Jimin tidak tumbuh sepertinya, Park Jimin tidak punya orang tua sepertinya, Park Jimin tidak ada, Park Jimin tidak nyata.

Saat umurnya masih sepuluh tahun, Yoongi sadar kalau orang lain tidak berinteraksi dengan Jimin. Menurut Jimin, itu semua karena dia juga dikucilkan. Yoongi percaya. Dia selalu percaya akan Park Jimin. Tapi saat dia bertumbuh, Yoongi sadar, Park Jimin tidak ada. Dia sudah tidak ada.

Ayah Yoongi sempat menganggapnya gila. Semua berawal dari sana. Di hari saat Yoongi memutuskan untuk menanyakan Park Jimin pada ayahnya. Di hari saat ayahnya menyerahkan sebuah hasil print-out berita yang membuat Yoongi tertegun. Dia menangis hebat. Tangisannya lebih sedih dari apa pun. Di sana, dia melihat Park Jimin untuk terakhir kalinya, anak laki-laki itu tersenyum padanya. Yoongi menangis pilu melihat senyumnya. Senyum yang secerah matahari. Yang selalu membuat hatinya tentram.

Hari itu Jimin memberinya semangat, dia memberitahu Yoongi bahwa Yoongi bisa melalui ini semua. Yoongi bisa. Yoongi akan selalu mengingat teriakan dari Jimin-nya yang kecil dan manis.

"Yoongi hyung! Yoongi hyung! Kita harus cepat! Nanti ada orang lain yang akan mengambil jungkat-jungkitnya!"

Yoongi tidak memedulikan makian ayahnya. Ayahnya mengira dia gila. Yoongi tidak peduli. Dia tetap tersenyum pada Jimin yang perlahan menghilang bersama angin.

"Yoongi hyung, semuanya akan baik-baik saja. Selamat tinggal."

Lalu setelah hari itu, Yoongi mengurung diri selama tiga hari di kamarnya. Dia memikirkan Jimin. Dia tidak mau melupakan semua memorinya tentang Jimin. Dia terus memikirkan Jimin berulang-ulang agar wajahnya tidak hilang dari ingatannya. Yoongi merindukan Jimin. Teramat dalam sampai hatinya terasa sangat perih. Begitu menyakitkan.

Lalu satu bulan kemudian Yoongi datang untuk menemui Jimin. Dia membawa bunga matahari kesukaan Jimin. Menempatkannya di nisan Jimin. Ada begitu banyak bunga di sana. Mungkin karena Jimin anak yang baik. Tapi Yoongi tahu betul, itu semua karena perasaan bersalah.

Jimin tidak mau ada lagi anak yang terbuang sia-sia di gedung belakang, Jimin mau Yoongi sukses dan bahagia. Yoongi akan melakukannya.

Hari itu, Yoongi menangis di depan nisan Jimin. Dia menangis tapi juga tersenyum. Dia menangis karena dia merindukan Jimin tapi dia tersenyum karena Jimin membantunya keluar dari kegilaan otaknya. Yoongi percaya, jika hari itu Jimin tidak datang, Yoongi pasti akan muncul juga di headline berita, sama seperti Jimin.

HEADLINE NEWS: Park Jimin, seorang siswa yang meninggal di usia sangat muda akibat kasus bullying. Siapa yang bersalah? Sekolah atau siswa?

"Terima kasih, Jiminie." Yoongi tersenyum lebih lebar.



***

Cuma sebuah tulisan konyol yang dibuat saat stres. Ah. I also want my very own Jimin.

ServirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang