Trigger Warning!!! Self-harm
***
Sama seperti yang lainnya, Park Jimin hanya satu dari pengangum Min Yoongi, pengusaha kaya raya yang sering sekali muncul di televisi nasional. Sudah seperti sebuah keharusan bagi kebanyakan orang untuk mengagumi Min Yoongi. Bagaimana tidak? Dia kaya, muda, sukses dan menawan. Hampir seratus persen pria di sini mau menggantikan posisinya.
Namun itu juga yang menjadi segala permasalahannya; rasa kagum Jimin akan Yoongi membuat dia memberanikan diri datang ke pesta besar keluarga Min dan dengan tidak sengaja memeluk pria itu. Tidak benar-benar memeluk, dia hanya hampir terjatuh dan tanpa sadar berpengangan pada lengan Yoongi. Di sinilah masalahnya, saat jemari Jimin menyentuh pergelangan tangan Yoongi, ada rasa terbakar ydan panas di pergelangan tangannya dan saat dia memeriksanya, tertulis nama Min Yoongi di sana.
Jimin memang sudah menduga dari awal bahwa keputusannya bodoh. Sangat bodoh. Dia tidak seharusnya seberani ini, datang ke sini tanpa undangan hanya untuk melihat Min Yoongi dari jarak dekat.
Ini dia masalahnya.
Masalahnya semua orang menatapnya. Masalahnya Yoongi menunjukan pergelangan tangannya di hadapan semua orang dan tidak ada nama Park Jimin di sana. Hanya ada tatapan kosong yang dalam sesaat berubah menjadi sinis.
"Kau memalsukannya?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Yoongi, membuat semua yang melihat terkejut.
"Dia sengaja menato nama Yoongi di sana?" Bisik orang-orang.
"Penipu." Bisik yang lain.
Jimin hanya bisa diam dan menatap orang-orang di sekililingnya. Dia ingin berteriak keras kalau dia tidak serendah itu, tapi bibirnya terasa kelu, tidak ada suara yang keluar.
Lalu dalam sekejap saja, seseorang menarik tangannya keluar dari sana. Beberapa pengawal Yoongi menariknya keluar dari kerumunan orang dan meninggalkannya begitu saja di depan gedung. Meninggalakan dia yang bingung dan ketakutan.
Ini dia masalahnya.
Sudah sebulan sejak kejadian itu dan Jimin tidak berani keluar rumah. Mungkin bosnya sudah memecatnya. Dia tidak peduli. Kepopuleran Yoongi membuat hampir semua orang membencinya dan memanggilnya penipu. Rasanya menyakitkan. Tidak ada yang percaya dia kecuali teman sekamarnya, Kim Seokjin.
"Hey, bangunlah. Aku bawakan kau sup ayam." Seokjin menyapanya yang sedang sibuk duduk di dekat jendela rumahnya, menatap kehampaan di luar.
"Aku tidak lapar, hyung." Jimin membalasnya dengan senyum terbaik yang dia bisa berikan. Rasanya untuk tersenyum pun begitu sulit. Seolah-olah bibirnya sudah dibuat kaku untuk terus murung.
"Baiklah, kalau kau lapar kau bisa hangatkan ya. Aku akan biarkan di atas meja." Seokjin tersenyum dari balik pintu kamarnya.
Lalu setelah Seokjin pergi, Jimin kembali menatap nanar pada setrika yang ada di depannya. Sudah sejak tadi pikirannya melayang. Mungkin dengan begini dia bisa segera keluar dari semua masalah ini. Dunia begitu tidak adil, dia tidak menginginkan ini. Bukan salahnya kalau Min Yoongi adalah belahan jiwanya, tapi dia bukan belahaan jiwa Min Yoongi. Ini semua bukan kemauannya.
Dengan sedikit ragu, dia menempelkan setrika yang panas ke pergelangan tangannya, membiarkan panasnya membakar nama Yoongi yang tertulis di sana. Sakit dari luka bakar yang ditimbulkan tidak terasa hanya ada rasa lega yang luar biasa setelah melihat nama itu menghilang tergantikan luka bakar yang memerah.
Ini dia masalahnya.
Benar saja. Sesuai yang Seokjin bilang tempo hari, beberapa orang datang ke rumahnya; Min Yoongi dan puluhan bawahannya. Ada seorang pengacara di antara mereka.
Mereka semua duduk diam dengan canggung di rumah tengah. Tidak ada yang berani membuka percakapan.
"Jadi, apa mau kalian?" Seokjin memulai dengan nada sinis yang tidak bisa dia sembunyikan.
"Kami hanya ini memastikan kebenaran dari peristiwa kemarin." Pengacaranya berbicara.
"Sangat terlambat untuk membicarakan itu kan?" Seokjin semakin sinis.
"Kami datang setelah menimbang baik dan buruknya segala sesuatu." Pengacaranya menjawab dengan sebuah senyum. Seokjin ingin sekali meninjunya.
"Biarkan dia yang bicara, kau tidak bisu kan?' Seokjin menunjuk Yoongi dengan jarinya.
"Kalau begitu biarkan dia bicara." Kali ini Yoongi menantang.
Semua menatap Jimin. Itu membuat Jimin semakin menundukan wajahnya, menyembunyikan dirinya.
"Jimin-ssi, kami datang untuk melihat tandanya." Yoongi menambahkan. Suaranya datar tapi terlihat sedikit keraguan di sana.
Jimin mendongak cepat. "Tidak... tidak ada tanda apa pun. Maafkan aku, ini semua salahku."
"Jimin, tunjukan saja." Seokjin sedikit kesal. Dia sudah sangat yakin Jimin akan bersikap begitu, mengakui kepada dunia hal yang dia tidak lakukan.
"Tidak ada tanda apa-apa, hyung..." Jimin memohon.
Mungkin Seokjin tidak begitu menangkap maksud yang Jimin berikan, dia menarik pergelangan tangan kanan Jimin dan menggulung baju yang dipakainya, menunjukan luka bakar yang cukup berat di sana.
"Jimin..." Seokjin membisu, menatap Jimin tidak percaya.
"Aku mohon, Yoongi-ssi. Aku hanya ingin sendirian. Sudah tidak ada lagi tanda apa-apa kan?" Jimin sudah menangis. Dia sudah mencoba menahannya tapi dia tetap menangis juga.
"Kau membakarnya? Jimin, oh... tandanya tetap akan muncul lagi setelah lukamu hilang..." Seokjin sudah tidak peduli dengan siapa saja yang ada di sana. Dia memeluk Jimin, membiarkan anak itu menangis di bahunya.
"Aku akan membakarnya lagi... aku hanya ingin hidupku kembali seperti dulu, hyung. Tolong aku." Jimin juga tidak peduli.
Ini dia masalahnya.
Yoongi menatap air mata yang turun dari mata Jimin dengan marah. Rasanya hatinya disayat oleh pisau yang tajam, begitu perih. Semua yang dia yakini soal belahan jiwa, semua yang mereka bicarakan soal penipuaan seakan-akan menghilang. Tanpa sadar dia berdiri, tangannya menarik pergelagan tangan Jimin, membiarkan tubuh Jimin beradu dengan tubuhnya dan di saat itu, dia merasa pergelanggan tangannya panas dan saat dia melihatnya ada nama Park Jimin di sana.
**
Selesai.
a/n: Ini soulmate!au yaaa. Sungguh. Cuma iseng semata. aku yakin aku gak bakalan bisa nulis ini kalo dijadiin ff berchapter jadi aku luapin aja di sini hehehe. Diketik tanpa dibaca dua kali. Sorry for typo ><
KAMU SEDANG MEMBACA
Servir
FanfictionCollections of drabbles. Basically prompts that I really like and want to write but got no time to turn it to be a fic. Warning: sometimes nsfw, mostly just a rant of my current emotion.