8

488 101 2
                                    

Jieun merebahkan tubuhnya di ranjang. Akhirnya ia selesai menyelesaikan gambar yang ia buat. Tepat pukul 11 ini, Jieun mengambil ponselnya dan mengecek benda itu.

Ada beberapa pesan masuk, salah satunya dari Mark. Malam ini, gadis yang sedang dalam "percobaan berpacaran" itu kesal dengan "calon" pacarnya. Bagaimana tidak? Mark terus saja memaksa untuk ikut pergi menonton film.

"Bagaimana kalau aku telepon Vernon?" tanya Jieun kepada dirinya sendiri. Setelah itu, jemarinya mencari kontak Vernon dan meneleponnya.

"Vernon..."

"Hmm"

"Sedang apa?"

"Berbaring"

"Ooh begitu..."

Ada jeda beberapa detik dipanggilan tersebut.

"Kamu kenapa hari ini?"

"Kenapa apanya?"

"Yaa... Kamu sedikit berbeda"

"Hanya perasaanmu kali"

"Ah, mungkin... Oh iya, besok jadikan?"

"Tentu saja"

"Berkumpul di rumahmu saja. Bagaimana?"

"Loh? Tumben sekali"

Jieun menghela napasnya. "Vernon, bisa ke sini tidak?"
Kemudian sambungan terputus.

Tak lama kemudian, pintu kamar Jieun terbuka dan menampakan sosok Vernon. "Ada apa?" tanya Vernon yang langsung duduk di atas karpet kamar Jieun.

"Ayah pulaang!!"

"Oh! Ayahku pulang! Sebentar ya," ucap Jieun yang kemudian keluar kamar untuk menghampiri ayahnya. Beberapa menit setelahnya, Jieun kembali masuk dengan kantung plastik putih yang berisi jajanan.

"Besok Mark mengajakku kencan," kata Jieun langsung keintinya.

"Kita kan mau pergi," balas Vernon sembari membuka sebungkus jajanan yang disuguhkan.

Jieun mengangguk. "Aku sudah bilang kalau besok aku ada janji. Dia malah minta ikut," jelas Jieun. "Ternyata benar katamu. Pasanganmu bisa saja ingin ikut pergi dengan teman-temanmu."

Vernon hanya membalasnya dengan anggukan. "Lalu bagaimana?"

Jieun menghempaskan tubuhnya di ranjang. Kemudian ia mengacak rambutnya. "Aah! Kenapa sih hubungan ini sangat rumit? Sebenarnya di sini siapa yang belum dewasa? Bukan aku kan?!" Jieun menutup wajahnya dengan bantalnya.

Tidak ada jawaban dari Vernon. Jieun hanya mendengar suara kunyahan Vernon. "Kenapa diam saja sih?" tanya Jieun sembari menatap Vernon dengan tatapan kesalnya. "Pokoknya kalau sampai terjadi hal yang tidak aku sukai, aku akan memutuskannya!"

Vernon tertawa karena tingkah Jieun. "Kamu sedang datang bulan ya?" tanyanya. "Jangan terlalu cepat ambil keputusan, kalau nanti menyesal gimana?"

"Menyesal kepada orang kekanakan seperti dia? Cih, yang benar saja!"

"Kenapa tidak putuskan sekarang saja?"

"E-eh?" Jieun terlihat berpikir. Kenapa ia tidak menyelesaikan hubungannya sekarang? "Ah tidak bisa begitu..."

Vernon berdiri menghampiri Jieun. "Ya sudah kalau begitu. Aku pulang ya? Terima kasih untuk makanannya," katanya sambil berjalan meninggalkan Jieun di kamarnya.

///\\\

"Ibu, kalau nanti ada temanku yang tidak ibu kenal ke sini dan menanyaiku, bilang aku sudah pergi ya bu," ucap Jieun kepada ibunya yang sedang menonton televisi. "Aku ke rumah Vernon dulu. Dadah ibu."

"Eh, memangnya kenapa?" Perntanyaan ibunya membuat Jieun berhenti berjalan dan berbalik.

"Pokoknya jangan beritahu aku di mana. Dah ibu!"

Jieun segera berjalan cepat menuju rumah Vernon. Sebelumnya teman-teman Jieun yang lain sudah diinformasikan bahwa akan berkumpul di rumah Vernon. Jadi tidak ada lagi yang akan ke rumah Jieun. Di rumah Vernon sudah ada Mingyu, Hwamin, dan Yurim. Jieun menghampiri mereka bertiga yang sedang berada di ruang tamu. "Di mana Vernon?" tanya Jieun.

"Masih di kamarnya," jawab Mingyu.

Beberapa menit kemudian, pintu rumah Vernon terbuka dan menampakan Sengkwan, Hoshi, Eunha, dan Haneul. Mereka langsung berjalan menuju ruang tamu dan medudukan diri mereka masing-masing di sofa.

"Ada Mark di rumahmu. Sepertinya ia akan ke sini," kata Eunha.

Jieun membulatkan matanya. "Hah?! Kalau dia bertanya tentangku, bilang saja aku tidak di sini," ucap Jieun yang setelah itu bersembunyi di dapur. Tak lupa sebelumnya ia mengambil sepatunya yang ia taruh di rak sepatu rumah Vernon.

Tok.. Tok..

"Mark? Ada perlu apa?" tanya Vernon.

"Jieun ada di sini ya?" Yang di tanya malah balik bertanya.

Vernon mengerutkan dahinya. "Kukira dia masih di rumah. Dari tadi kita menunggunya," jawab Vernon. Kemudia ia mempersilakan Mark menoleh ke arah ruang tamu. Dan memang, di sana tidak ada Jieun.

"Ya sudah. Terima kasih ya."

Vernon menutup pintunya ketika Mark sudah pergi dari rumahnya. "Sudah aman," kata Vernon yang membuat Jieun muncul dari dapur dan mendudukan dirinya di sofa.

"Ada-ada saja," kata Seungkwan. "Kenapa mau sih mencoba berpacaran dengannya?"

"Dengar-dengar, Mark itu orangnya mudah bosan. Jadi bisa saja ia memutuskanmu ketika ia bosan," kata Eunha.

"Kalian tahu dari mana kalau aku pacaran dengan Mark?" tanya Jieun. Semuanya melirik pada Hwamin. Beberapa detik kemudian, pukulan bertubi-tubi mendarat di lengan Hwamin.

telephone // vernon chweTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang