15. Keluarga Firi

27.2K 2.5K 77
                                    

OCHA

Jumat pagi, Firi menjemputku. Aku bilang ke Mama kalo aku harus nemenin Bos ke Bali, urusan kerjaan. Mama percaya dan melepasku begitu saja.

"Lamarannya kapan emang?" Tanyaku saat kami berada di ruang tunggu bandara.

"Besok malem." Jawabnya kalem sambil baca-baca majalah bisnis yang disediakan di ruang tunggu ini.

Kami diem lagi, ada yang aneh sama aku sekarang. Kalo deket Firi suka ada bawaan pengen peluk dia gitu, deg-degan juga. Aku sadar, dari awal ketemu dia di Barata aku udah deg-degan, bahkan sampai panas dingin. Tapi sekarang tuh aneh, kaya ada listrik yang ngalir gitu di badanku, dan seolah listrik itu pengen dinetralisir oleh pelukan Firi. Ga nyambung ya? Iya udah maaf. Emang aku aja yang aneh!

Kemudian terdengar panggilan untuk pesawat kami, Firi menutup majalahnya dan dengan sigap membawa ranselku. Ya aku bawa baju, sedangkan Firi cuma bawa diri.

"Fir sini udah aku aja yang bawa." Kataku, ya lagian kan itu tasku.

"Gausah lah, aku bisa." Katanya lalu berjalan duluan ke arah gate pesawat.

Dua jam di pesawat, kami turun. Firi mulai sibuk lagi dengan ponselnya sementara aku cuma bisa diem bengong di sampingnya.

Asli, Firi nih wangi banget yaa? Parfumnya awet tahan lama, dia kayanya mandi pake biang parfum kali yaa ampe bisa kaya gini. Tapi wanginya ga menyengat, wanginya kalem, cocok sama kepribadiannya yang santai itu.

"Kenapa liat-liat? Awas naksir!" Serunya menghancurkan lamunanku.

Udah naksir beneran ini sih kayanya. Hehehe!

"Ini kita nunggu orang?" Tanyaku.

"Nunggu dijemput Dion." Jawab Firi.

Aku hanya manut-manut. Lalu Firi tiba-tiba menarik tanganku diantara kerumunan orang ini, dan aliran listrik itu ada lagi. Kali ini makin parah, ya ampun. Sembuh trauma aku malah jadi rajin kesetrum gini sih?

Ternyata Firi menarikku karena ia melihat Dion,

"Bawaannya ransel doang?" Tanya Dion.

"Iyee baju gue kan ada di rumah. Ini cuma punya si Ocha." Jawab Firi.

"Oh iya yaa, gue bandingin ama bawaan gue hahahaha!" Dion seperti tersadar sesuatu dan tertawa, lalu ia berjalan memimpin arah.

"Ya lo kan bawa anak dua, Yon. Repot pasti." Sahut Firi.

"Iye kak, bener."

"Pada udah dateng?" Tanya Firi selama kami jalan menuju parkiran.

"Baru Rachel, Ayah sama Bunda gabisa ikut. Jadi titip salam aja." Jawab Dion.

"Yaudah lagian Ayah sama Bunda udah tua, istirahat aja. Mas Marlo ada?"

"Nanti sore baru dateng." Jawab Dion sambil membuka kunci mobil.

"Cha kamu di belakang ya." Sahut Firi dan aku mengangguk.

Firi duduk di kursi penumpang depan sementara Dion menyetir.

"Keluarga gue nih kecil, beruntung Bian sama lo, jadi gede." Kata Firi tiba-tiba.

"Haha ya abis pada ngikut aturan negara sihhh bikin anak cuma dua. Mending banyak selama mampu." Sahut Dion.

"Iyee, Papa gue cuma dua anaknya gue ama Rafi, Papinya Bian juga dua, lha sekarang nyisa Bian doang, lu tambah anak sana gih biar properti Sambadha bececerannya ke anak-anak lo." Sahut Firi, dan Dion tertawa.

Aku di belakang hanya mendengarkan omongan mereka.

"Haha santai, Varde bisa lari juga gue bikin lagi ko hahahaha, lo kapan Ka bikin?" Tanya Dion.

Harta, Tahta, Duda ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang