Fear

500 68 7
                                    

[Mulmed: Alisha Fredixon]

Alisha memasukkan ponselnya ke dalam tas. Liam tadi menelpon hanya memastikan bahwa ia menghubungi orang yang benar. Setelahnya, Alisha pergi ke apartemen Camisha.

Alisha memang orang yang mudah bergaul. Di tambah lagi Camisha terlihat teman yang menarik. Itulah sebabnya, baru beberapa jam berkenalan mereka sudah sangat akrab.

Mereka membicarakan banyak hal. Mulai dari kehidupan mereka hingga tato-tato milik Camisha.

Dilihatnya jam menunjukkan pukul 8 malam. Waktu berjalan begitu cepat jika dihabiskan untuk mengobrol dengan Camisha. Alisha pun bangkit berdiri hendak pulang.

"Kau mau pulang? Ayo, biar kuantar," Camisha ikut berdiri dan mengambil kunci mobilnya.

"Tidak, tidak perlu. Aku akan naik taksi."

"Ayolah, di luar sudah mendung. Setelah ini pasti turun hujan."

"Tidak apa, Cam. Aku naik taksi saja, oh, atau memesan Uber. Lagi pula kau ingin menutup toko tatomu itu, bukan?"

"Memang. Tapi aku yang mengajakmu ke sini, jadi aku yang harus mengantarmu pul--"

"That's okay. Astaga, jangan keras kepala. Pantas saja tidak ada lelaki yang bertahan lama denganmu."

Camisha tergelak atas candaan wanita itu. Ia pun mengangguk dan mengantar Alisha sampai ke depan pintu setelah bertukar nomor telepon.

Mengingat kata mendung dari Camisha tadi, Alisha pun cepat-cepat naik lift untuk turun ke lantai dasar. Ia tidak mau menunggu taksi sambil kehujanan.

Di saat ia ingin memilih untuk memesan Uber, ia baru sadar jika ponselnya mati. Jadi, opsi satu-satunya adalah menaiki taksi.

Ia menunggu taksi di trotoar jalan yang tak terlalu jauh dari apartemen Camisha. Hatinya menggerutu kesal karena lampu jalan yang tak menyala serta sepinya jalanan.

Namun tiba-tiba saja tubuhnya membeku sejenak ketika melihat sekumpulan geng motor yang tengah nangkring di pinggir jalan yang jaraknya setengah blok dari tempatnya berdiri. Meski tak terlalu dekat, tetapi itu membuat Alisha menarik napasnya dalam-dalam.

Ia menunggu taksi dengan penuh kesabaran. Sudah lebih dari 5 taksi yang lewat, namun tidak ada satu pun dari mereka yang berhenti. Jantung Alisha berdegub lebih kencang kala beberapa orang dari geng motor itu menyalakan motor dengan suara yang terkesan menyeramkan.

Alisha bergidik ngeri. Tetapi, ketakutannya itu berganti menjadi terkejut karena mobil mewah R4 berwarna silver tiba-tiba saja membunyikan klakson dan berhenti tepat di samping Alisha.

"Alisha, get in--"

"Oh, syukurlah kau di sini!" Tanpa disuruh pun Alisha langsung masuk ke dalam mobil.  Secara refleks ia menghembuskan napas lega lalu segera memasang sabuk pengaman.

"Bagaimana kau bisa ada di sini, Harry? Apa kau mengikutiku?" tanya Alisha sambil menyalakan lampu mobil.

Satu kilat terlihat jelas di langit malam dan Alisha merasa bersyukur karena telah menyalakan lampu sebelum melihat cahaya mengerikan itu.

Namun ketenangannya itu memudar ketika Harry dengan cepat mematikan lampu lalu mulai menancap gas, "Hell no. Jalanan ini bukan milikmu."

"Biarkan lampunya tetap menyala," Alisha kembali menyalakan lampu tersebut tetapi lagi, Harry mematikannya.

"Kenapa? Aku tidak bisa berkendara dengan lampu yang menyala."

"Tidak, aku hanya... hanya--"

"Oh c'mon, jangan katakan kalau kau--"

My Mate // H.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang